Bab 9
Karin masuk ke dalam kelasnya dengan senyuman lebar. Setelah dua hari tidak masuk sekolah karena harus diopname di rumah sakit, akhirnya hari ini ia dapat masuk juga. Senyumnya makin lebar melihat Aretha dan Dave duduk, tampak sibuk mengurus kertas-kertas di atas mejanya. Sepertinya Aretha membantu cowok itu mengerjakan tugas osisnya.
"Good morning, Rethaaa!" sapa Karin riang.
"Hm," jawab Aretha cuek.
Dasar cewek dingin! umpat Karin dalam hati. Aretha itu bisa dibilang termasuk jajaran cewek cantik sekolah ini. Tapi cewek itu terlalu cuek dan jutek sehingga banyak cowok yang lebih memilih mundur teratur dari pada mendapat jawaban pedas dan tak berperasaan dari Aretha. Karin sangat ingat ketika cowok most wanted di SMP nya dulu pernah menembak Aretha dengan romantisnya. Cowok itu meminta Aretha untuk menjadi pacarnya, dan tahu apa jawaban cewek dingin itu?
"Gak, makasih!" Dan setelah itu, Aretha menarik tangan Karin pergi dengan cepat. Meninggalkan cowok itu dengan ekspresi kaku bercampur malunya. Sial, Karin berani bersumpah, cowok itu memiliki wajah yang dapat membuat cewek mana pun bertekuk lutut di hadapannya. Dasar Arethanya saja gila!
Karin mendengus geli. Ia melirik Rey yang tidur dengan mata terpejam. Iya lah, masa melek!? Wajah cowok itu berkali-kali lipat lebih tampan ketika tidur seperti itu. Ya, tidak ada ekspresi dingin dan menyeramkan, hanya ada raut damai dan menggemaskan. Karin berdeham, ayolah! Ada apa dengannya? Bagaimana ia bisa jatuh hati pada seseorang secepat itu? Ia menggeleng-geleng. Tidak, tidak boleh!
Karin mengalihkan perhatiannya ketika guru yang mengajar telah masuk ke dalam kelas. Cowok itu juga sudah mengangkat kepalanya kembali. Karin melirik cowok itu yang fokus menatap ke depan. Ia menarik napas dalam-dalam. Mencoba menetralisirkan jantungnya yang entah sejak kapan berdetak kencang. Kalau begini, bagaimana ia berani mengajak cowok itu untuk menghadiri pesta barbeku yang akan diadakan hari ini di rumahnya? Salahkan Mamanya yang terus memaksa Karin untuk mengajak sang cogan!
Tanpa ia sadari, Rey tersenyum kecil.
-••-
Bel istirahat berbunyi. Karin bersorak girang dalam hati. Perutnya sudah mendemo sejak tadi. Karin bangkit dari kursinya cepat dan menghampiri meja Dave dan Aretha. Belum sampai di meja mereka, Dave dan Aretha telah bangkit dari kursinya terlebih dahulu.
"Kantin kuy?" ajak Karin semangat.
"Maaf, hari ini elo makan sendiri ya? Aretha harus bantuin gue survey tempat untuk acara camping kelas 12," jelas Dave bersalah.
Karin berdecak. "Muka lo gak usah sok bersalah. Udah sana, pergi!" usirnya.
Sepeninggalnya Aretha dan Dave, Karin menunduk kecewa. Terus dia pergi mengisi perut bareng siapa dong?
"Hei, cantik!"
Karin tersentak kaget. Ia menoleh dan mendapati Defan, Aston, Bion, dan jangan lupakan Rey berdiri di sana.
"Hatiku dag dig dug saat aku melihatmu," lanjut Aston bernada.
Karin terkekeh geli. Ketiga cowok itu memang ahli melawak. Tampilan tiga cowok itu sangat berbeda ketika memakai seragam. Lebih menarik? Ya, mungkin. Ketiga cowok itu memang memiliki wajah tampan di atas rata-rata.
"Gak ke kantin? Mau barengan?" ajak Defan.
Mata Karin membulat berbinar. Ia mengangguk semangat. Akhirnya ia memiliki teman untuk makan bersama. Mereka berjalan bersama menuju kantin. Aston, Bion, dan Defan tak henti-hentinya melontarkan candaan yang sukses membuat Karin tertawa lepas. Padahal Rey saja nggak tahu bagian mana yang lucu. Tak terasa, mereka sampai di kantin. Mereka duduk di bangku yang kosong.
"Raja dan Ratu ingin makan apa? Biar hamba yang pergi memesannya. Raja Rey dan Ratu Karin tinggal duduk syantik saja," ujar Defan dengan nada sok formalnya.
"Bacot lo!" umpat Rey kesal, "gue kayak biasa," lanjutnya singkat.
"Gue baru tau kantin sediain makanan kayak biasa," gumam Aston kecil tapi masih dapat didengar oleh keempatnya.
Karin terkekeh kecil. "Gue bakso aja. Cabenya agak dibanyakin ya, Fan!" pesan Karin.
Rey mengernyit. "Lo baru sembuh! Jangan makan bakso dulu, banyak micin," larangnya lalu menatap Defan, "pesenin Karin nasi ayam aja."
Defan memicingkan matanya. Menatap curiga Karin dan Rey. Sementara Karin justru menatap kesal pada cowok yang duduk di sebelahnya. Padahal kan sudah lama ia tidak makan bakso! Karin berdecih, dasar menyebalkan! Tak lama, Defan kembali dengan nampan yang berisi beberapa makanan.
"Udah cocok jadi pelayan restoran lo," ledek Aston menahan tawanya.
"Sialan lo! Tapi gapapa, yang penting halal," bela Defan.
Karin terkekeh. Ia mengambil nasi ayam pesanannya dan mulai melahap dengan semangat. Bahkan ia mengabaikan Rey yang menatapnya geli. Memangnya kenapa? Ada hukumnya kalau cewek harus selalu bersikap feminim? Selama ia masih bersikap wajar, normal, dan sopan, gapapa 'kan? Kecuali kalau ada gebetan sih, radar untuk kalemnya langsung berbunyi. Hihihi.
-••-
Bel pulang sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Karin menatap ragu Rey yang sedang mengemasi buku-bukunya. Gimana ya cara bilangnya? Karin mengambil ponselnya dari saku roknya. Ia mengotak-atik sebentar ponselnya.
Ting!
Rey membuka ponselnya ketika mendapat notif pesan masuk. Ia mengernyit lalu menatap Karin heran. "Sekarang elo udah bisu?" tanya Rey sarkas.
Karin berdecak. "Dibalas aja napa sih? Protes mulu!"
Karin : Sibuk ga?
Rey : G
Rey : Knp?
Karin : Mama gue ngundang elo ke acara pesta barbeque hari ini.
Karin : Bisa?
Karin : Kalau ga bisa, gapapa.
Karin : Ngarepnya sih elo gabisa, biar ga ada yg gangguin acara romantisan gue sama Erick.
Rey : Ad dia?
Karin : Hm, iya. Jd gimana?
Rey berdecak pelan membuat Karin mendongakkan kepalanya menatap cowok itu. Tak bisa dipungkiri, ada rasa kesal mengetahui Erick akan ikut acara barbeque yang berarti cowok itu akan terus menempel dengan Karin. Rey menyimpan ponselnya dalam saku celana. Ia mengambil tas sekolahnya.
"Lo mau ke mana?" tanya Karin menghentikan langkah Rey yang hendak keluar dari kelas.
"Pulang," jawab Rey singkat.
"Jadi lo nggak ikut acara barbekunya?" tanya Karin mencoba sebiasa mungkin walau dalam hati ia sedikit kecewa.
"Ikut. Malam kan?"
"Sekarang. Mama gue bikin acaranya pas sore, biar selesainya gak kemaleman," jelas Karin sedikit senang.
Rey mendengus pelan. "Ayo!" ajak Rey seraya merampas tas sekolah Karin.
"Ayo ke mana?" tanya Karin bingung.
"Ke rumah lo lah, bego!" jawab Rey kesal.
"Oh iya. Terus itu tas gue?"
Tanpa menjawab apa-apa lagi, Rey langsung keluar dari kelas. Karin berdecak kesal, berbanding terbalik dengan jantungnya yang berdebar kencang serta wajahnya yang sudah memerah. Romantis gak sih? Enggak ya? Ya serah lah, susah ngomong sama orang jomblo!