Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10

Rey berdecak pelan melihat Karin yang turun dari motornya cepat dan langsung melepaskan helmnya. Ia mendengus geli melihat cewek itu yang langsung membenarkan rambutnya sebelum berjalan mendekati Erick yang berdiri di depan pagar rumah Karin.

"Udah lama tunggunya?" tanya Karin seraya menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan malu-malu.

Rey berdecih dalam hati. Pencitraannya bisa banget. Padahal di depannya, Karin selalu bersikap urak-urakan, bawel, dan ceroboh. Sikap kalem dan feminim begitu tidak cocok dengan cewek aneh seperti Karin.

"Baru juga sampe kok. Btw, gue mau minta maaf soal yang kemarin. Mama gue mendadak sakit. Gue terlalu khawatir sampe lupa pamitan sama elo dulu."

Rey tertawa. Ia mengangkat sebelah alisnya tanpa dosa, menatap polos Karin dan Erick yang menoleh padanya. Karin mengerjap aneh lalu kembali menatap Erick. Setelah Karin berbalik, Rey malah memberikan senyuman miring pada Erick yang dibalas tatapan tajam oleh cowok itu.

"Iya gapapa kok," jawab Karin tersenyum lebar walau dalam hati masih kesal ditinggal seperti itu. Tapi gapapa, gak ada Erick, Rey pun jadi. Haha, ups, khilaf!

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah Karin. Melihat calon menantu datang, Fenita langsung berlari keluar menyambut kedatangan mereka.

"Aduh calon mantu udah datang. Ayo masuk, Ganteng!" Fenita menggandeng tangan Rey berjalan ke taman belakang, tempat diadakannya pesta barbeque.

Pesta barbeku berjalan lancar walau Karin sedikit merasa bersalah dengan Erick. Semua keluarganya tampak acuh tak acuh dengan Erick, untung saja Alex mau menemani Erick. Jika tidak, haduh ... Karin akan sangat malu dengan cowok itu.

"Ngapain duduk kek orang stres di sini?" Karin menatap kesal Fenita yang baru datang tiba-tiba mengagetkannya, "Sana ajak Rey makan. Dari tadi Mama lihat, dia gak makan apa-apa."

"Hm," jawab Karin malas lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Rey yang sedang memainkan games online di ponselnya.

"Kenapa gak makan?" tanya Karin seraya duduk di sebelah Rey. Karin memejamkan matanya, merasakan sejuknya angin malam yang menggelitik lembut wajahnya. Pantas saja cowok itu betah duduk di sini dua jam.

"Udah," jawab cowok itu singkat.

"Halu lo? Gue gak lihat lo nyentuh makanan di sini sedikit pun."

"Masih kenyang," jawab Rey lagi seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Dih gila! Terakhir lo makan pas jam istirahat pertama, artinya udah 7 jam yang lalu!"

Rey menarik napas dalam-dalam lalu menatap Karin datar. "Ngambil makanannya di mana?" tanya cowok itu membuat Karin langsung tersenyum penuh kemenangan.

Cewek itu langsung berdiri disusul oleh Rey. Mereka berjalan menuju tempat panggangan makanan. Tanpa mereka sadari, ada dua pasang mata menatap mereka dengan tatapan yang berbeda.

"Lo suka sama adik gue?" Alex membuka suara melihat tatapan yang aneh di mata Erick.

Erick mengangguk.

"Sejak kapan?" Erick terdiam.

"Gue peringatkan lo dari sekarang. Kalau gak suka sama adik gue, jangan dekatin dia. Dia cewek, bukan mobelejen yang bisa lo mainin sepuasnya terus pas bosan, lo tinggalin dan pindah ke games lain. Paham?"

~••~

Karin tertawa terbahak-bahak melihat Rey keluar dari kamarnya dengan memakai hoodie oversize warna pink miliknya yang ia beli secara online. Hoodie itu hanya pernah ia pakai dua kali karena ukurannya yang sangat besar dan membuatnya terlihat seperti badut tetapi sepertinya pas ditubuh Rey.

"Pas tuh. Cyucok ember," ledek Karin lalu tertawa hingga ia tersedak ludahnya sendiri.

"Mampus," umpat Rey sinis yang membuat Karin malah tertawa lagi.

"Berhenti ketawanya. Lagian ini salah lo numpahin jus ke baju gue!" bentak Rey kesal.

Karin langsung menghentikan tawanya dan menatap Rey bersalah. "Maaf dong. Kan gak sengaja."

"Udah, gue pulang," pamitnya.

"Ngambekan ish!" ledek Karin menghentikan langkah Rey.

Rey kembali menatap Karin tajam lalu menghela napas lelah. "Ini udah malam. Feli sendirian di rumah. Gue gak bisa tinggalin dia sendirian," jelasnya lalu berbalik meninggalkan Karin yang terdiam.

Feli? Perempuan yang bersamanya direstoran itu kah?

~••~

Karin menatap abangnya yang tampak fokus menyetir itu. Senyuman jahil terbit di wajahnya. "Bang," panggilnya yang hanya ditanggapi dehaman dari Alex.

"Kapan kenalin Kak Aleca ke Mama Papa? Aku penasaran pengin lihat orangnya."

Alex mendengus kesal. Ia melirik Karin sinis. "Gak usah kepo deh. Mentang-mentang udah kenalin pacarnya ke rumah jadi ngurusin pacar orang."

Karin mengangkat sebelah alisnya. "Rey? Dia bukan pacar aku keleus."

Alex menggeleng lalu menatap Karin aneh, "Maksud Abang, Erick keleus. Bukannya lo sukanya sama Erick?" tanyanya membuat Karin terdiam, "Atau sekarang lo udah pindah hati ke Rey?" lanjut Alex tersenyum menggoda.

Pipi Karin memerah, "Apaan sih, Bang! Udah fokus nyetir aja deh!" gerutunya salah tingkah. Alex tertawa kecil lalu mengacak rambut adiknya gemas.

Tak lama kemudian, mobil Alex berhenti di depan gerbang. Karin mengambil tasnya lalu menonjok lengan Alex kuat. "I am pamit, Bang!" ujarnya lalu berlari pergi meninggalkan Alex yang menatapnya kesal.

Karin berjalan menelusuri koridor dengan mulut yang berkomat-kamitkan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Ia sangat membenci--bukan-- tetapi malas menghafal. Ia lebih memilih berhitung matematika, fisika, ataupun kimia dibanding menghafal. Itulah sebabnya ia masuk jurusan IPA, tetapi siapa sangka ia tetap harus bertemu dengan hafalan.

Hingga tiga orang perempuan dengan seragam ketat dan rok pendek menghadang jalannya membuat Karin mendongakkan kepalanya bingung. Mata Karin sontak melebar kala melihat The Angels, sekelompok geng pembully berada di depannya menatapnya angkuh.

The Angels beranggotakan tiga orang. Pertama, Bella Tiffany. Ia adalah ketua gengs The Angels dan merupakan anak kepala yayasan. Kedua, Anastasya Refina atau sering dipanggil Tasya, ia merupakan anak dari salah satu pengusaha terkaya negara ini. Ketiga, Anggi Slavia, Karin kurang mengetahui tentang Anggi karena perempuan itu tampak misterius dan jarang berbicara.

"Kenapa, Kak?" tanya Karin cemas.

"Lo Karin Angela, kan?" tanya Tasya memastikan.

Karin mengangguk. Kepalanya menunduk takut merasakan tatapan tajam yang diberikan ketiga kakak kelasnya itu.

"Lo pelacur yang godain pacar gue 'kan?" kini Sang Ketua geng lah yang berbicara.

Karin sontak melebarkan matanya kaget. Ia tidak pernah menggoda lelaki apalagi lelaki yang sudah memiliki pacar.

"Muka lo gak usah sok polos, anjing!" bentak Bella kesal lalu menjambak rambut Karin kasar.

"Selo anjing!" balas seseorang yang tiba-tiba menepis tangan Bella dan berdiri di depan Karin seolah melindunginya.

"Aretha," lirih Karin.

"Diam!" suruh Aretha tajam lalu menatap The Angels dengan tatapan meremehkan. "Jadi sekarang kerjaan kakak kelas begini? Nge-bully adik kelas tanpa alasan?" ujarnya tersenyum miring memancing amarah Bella.

"Diem lo. Kita gak ada urusan lo, mending pergi!" usir Tasya mendorong bahu Aretha kasar.

Aretha mendecih. "Terus urusan kalian sama Karin apa? Gue sahabat dia. Urusan dia ya urusan gue!" ujarnya santai tak terbantahkan.

"Dia sahabat gue. Dia saudara gue. Cuman gue yang boleh maki-maki dia. Cuman gue yang boleh bully dia. Lo gak ada hak buat ngelakuin semua itu ke dia. Berani nge-langgar? Langkahin dulu mayat gue!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel