Bab 13
Sudah seminggu sejak kejadian Rey mengantar Karin pulang. Sejak hari itu juga mereka semakin dekat. Walaupun Rey masih dingin dan cuek tetapi setidaknya ia tidak seketus dulu. Karin dan Aretha baru selesai mempersiapkan kostum dan perlengkapan lainnya untuk penampilan mereka di acara bazar besok. Karin sedikit gugup mengingat besok adalah penampilan dance-nya yang pertama.
"Oke, selesai!" ujar Aretha lalu mengelap keringatnya. Karin mengangguk lalu menyodorkan sebotol air mineral kepada Aretha yang duduk disebelahnya. Ia melirik ponselnya yang menunjukkan pukul lima sore.
Ia bangkit berdiri. "Lo pulang naik apa? Dijemput?"
"Yaudah. Gue duluan ya, kalau kemaleman gue ngeri naik ojek online," pamit Karin yang dijawab sebuah anggukan dari Aretha.
Mendapat jawaban dari Aretha, Karin langsung mengambil tasnya dan berjalan keluar. Ia mengeluarkan ponselnya hendak memesan ojek online hingga seseorang berdiri di dekat pintu ruangan dance club membuatnya nyaris terlonjak kaget. "REY!!" pekiknya kesal.
Rey terkekeh kecil membuat emosi Karin mereda seketika melihat wajah tampan Rey yang berkali-kali lipat ketika tertawa. Karin berdeham kecil. "Ngapain lo di sini?" tanyanya heran.
Rey menormalkan wajahnya kembali datar sebelum menjawab. "Tadi gak sengaja lewat. Sekalian gue antar pulang."
Karin mengernyit aneh lalu mengangguk setuju. Toh ia dapat menghemat ongkos sekaligus merasa aman diantar oleh Rey. Di perjalanan sekali-kali Rey memandang wajah Karin dari kaca spion. Gadis itu tampak tersenyum manis sambil memejamkan matanya menikmati angin sepoi-sepoi yang menyejukkan. Rey tersenyum kecil, tetapi ia langsung tersadar dan memasang wajah datarnya kembali. Ia menghentikan motornya di depan rumah Karin. Rey mengernyit kala tampak mengenali sebuah motor yang terparkir di depan rumah gadis itu. Tak lama kemudian, seorang lelaki keluar dari rumah itu dengan senyuman manis.
"ERICK!" teriak Karin girang.
Rey mendengus kesal melihat Karin yang langsung melompat turun dari motornya dan menghampiri Erick dengan wajah bahagianya. Tanpa pamit, ia langsung menjalankan motornya meninggalkan Karin dan Erick yang sedang bermesraan. Karin menatap aneh motor Rey yang perlahan menghilang di balik jalan. Mengapa lelaki itu pergi tanpa pamit? Kebelet poop kah?
Karin mengalihkan matanya menatap Erick. Ia tersenyum manis. "Kenapa, Rick?"
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo. Tapi gak di sini, entar Mama lo marah kalau gue masih di sini."
Karin menatap Erick bersalah. Mengapa sih Mamanya itu sangat sensitif dengan Erick. Padahal Erick terlihat baik, ramah pula. "Mama gue usir lo lagi?" tanya Karin. Erick tersenyum tidak berniat menjawab pertanyaan Karin membuat Karin semakin merasa bersalah.
"Maaf ya. Mama gue memang suka gitu, agak aneh." Dalam hati ia juga meminta maaf pada Fenita karena telah mengatai Mamanya itu. Tetapi kenyataannya sih Fenita memang aneh.
"Gak apa. Demi lo gue rela kok diusir terus." Karin terdiam, ia mengedipkan matanya berkali-kali tampak mencerna ucapan Erick. Pipinya memerah membuat Erick terkekeh geli.
Karin berdeham kecil. "Yaudah. Kita ke taman aja, dekat sini kok," ajak Karin lalu berjalan menuju taman bersama Erick.
Dan di sinilah Karin, duduk disebuah ayunan yang berada di dalam taman bersama Erick. Karin menatap Erick penasaran. Sejak mereka duduk ditaman hingga sekarang, Erick tidak mengeluarkan suara apapun membuat Karin tambah penasaran. "Jadi mau ngomong apa?"
Erick tampak menarik nafas dalam lalu menghembuskan pelan. Ia menyodorkan setangkai bunga yang entah sejak kapan berada ditangan lelaki itu. Karin mematung, tubuhnya seakan-akan tidak bisa ia gerakkan membuatnya hanya diam tanpa menerima bunga itu.
"Gue suka sama elo. Lo mau gak jadi pacar gue?"
Karin melebarkan matanya tampak mencerna kata-kata Erick barusan. Entah mengapa, hatinya tampak gelisah. Ia sadar, jantungnya berdebar tidak sekencang dulu lagi. Padahal ia sudah sangat mengharapkan kejadian ini sejak dulu tetapi tiba-tiba ia teringat kedekatannya dengan Rey seminggu ini membuat ia merasa sedikit ragu untuk memberi jawaban. Sebenarnya saat ini hatinya untuk siapa? Rey atau Erick?
***
Karin masuk ke dalam ruang club dengan senyuman lebar. Bahkan tampak sangat lebar. Entah apa yang menjadi penyebab mood bagus Karin hari ini. Ia menyapa Kate dan Sylvia—Patner Dance—nya hari ini dengan riang.
"Gak pegel tuh bibir senyum mulu?" cibir Aretha.
Karin mengerucutkan bibirnya lalu melirik Aretha yang sudah rapi dengan pakaian dance nya. "Dasar human! Gak bias banget lihat mood sahabatnya bagus dikit aja."
Aretha menjulurkan lidahnya tak peduli. "Udah ganti baju sana. Tiga puluh menit lagi acaranya dimulai." Karin mengangguk langsung mengambil costumnya.
Kini mereka berempat—Aretha sebagai Jennie, Karin sebagai Rose, Sylvia sebagai Lisa, dan Kate sebagai Jisoo—telah berdiri di atas panggung, siap menampilkan hasil latihan mereka selama satu minggu. Lagu Kill This Love dari Blackpink terdengar. Mereka berempat langsung menggerakkan tubuhnya sesuai irama lagu. Karin tampak menikmati tariannya walau dalam hati ia berharap dapat mengingat semua koreografi yang sudah ia hapali seminggu ini. Sedangkan Aretha sudah bergerak dengan lincah. Ia tampak professional, gerakannya santai tapi sempurna. Belum lagi, wajah dinginnya yang menambah kesan seksi dan karismanya.
Tak terasa lagu selesai dimainkan, tepuk tangan ricuh memenuhi lapangan outdoor. Bahkan banyak yang merekam dance mereka untuk sekedar dimasukkan ke dalam story instagram. Mereka turun dari panggung dengan wajah lega seakan baru buang air besar. Aretha membagikan sebotol air mineral pada mereka.
"Good job, all! Thanks udah bersedia berpatisipasi dalam penampilan kali ini," ujar Aretha seraya tersenyum tulus yang jarang ia tunjukkan.
"No problem. Santuy ... malah kita yang seharusnya berterima kasih sama elo. Lain kali boleh deh ajak kita lagi," kata Kate.
"Ho'oh ... kalau ada job dance jangan lupa ajak-ajak," timpal Sylvia.
"Pasti!" jawab Aretha santai.
Setelah itu Kate dan Sylvia pamit ke stand kelas mereka masing-masing. Begitu pun dengan Karin dan Aretha, mrtrka segera mengganti pakaian dan bergabung ke stand kelas mereka. Setiap kelas memang diwajibkan membuka sebuah stand, entah menjual produk ataupun menawarkan jasa. Dan untuk kelas mereka, disepakati untuk membuka stand jajanan seperti cimol, telur gulung, pisang molen, dll. Karin mengedarkan pandangannya, terlihat seperti mencari seseorang.
"Cari Rey?"
Karin membulatkan matanya, telapak tangannya terangkat, mengelak tuduhan Aretha walau sebenarnya ia memang sedang mencari keberadaan cowok itu. Aretha tersenyum miring lalu mengisyaratkan Karin untuk berbalik dengan dagunya. Karin menurutinya, ia berbalik dan terdiam melihat Rey merangkul seorang cewek yang pernah ia lihat di restoran pizza dengan mesra.
"I know you love him," bisik Aretha.
Karin menoleh. Ia tersenyum simpul lalu menggeleng kecil. "Lo salah. I not love him."
"Mulut lo emang bisa bohong, tapi tatapan lo enggak, Karin."
Percakapan Karin dan Aretha terhenti ketika Rey bersama cewek itu menghampiri mereka. "Aretha! Udah lama kita gak ketemu," sapa cewek itu.
Aretha menatap datar cewek itu. "Kita gak sedekat itu sampai gue harus sering ketemu sama elo, Nara."
Cewek itu tampak tak tersinggung dengan ucapan Aretha karena kini ia tersenyum lebar pada Karin yang hanya dibalas senyuman kikuk dari Karin. "Hai! Kenalin nama gue Denara Debemit," ujar cewek itu mengulurkan tangannya.
Belum Karin menjawab dan membalas uluran itu, Adam merangkul Karin dan Aretha di masing-masing tangannya. "Hai, Denara Dedemit!" sapa Adam dengan nada yang sengaja diramah-ramahkan.
Aretha terkikik di sebelahnya. Entah apa yang lucu. Karin justru takut Nara marah melihat wajah ekspresi cewek itu yang telah berubah. Tidak ada lagi senyuman manis.
"Jaga sikap, Adam," peringat Rey dingin.
Ada sedikit perasaan tidak suka melihat Rey membela Nara, tapi detik kemudian ia tersadar, memangnya ia siapa? Karin tertawa miris dalam hati. Sepertinya dirinya terlalu baperan dan salah memahami sikap Rey beberapa hari ini.
"Loh jaga sikap apaan? Gue cuma nyapa, emang salah ya, beb?" tanya Adam pada Aretha yang berada di sebelahnya, dan tentu saja langsung dijawab Aretha dengan gelengan cepat.
"Ada apaan nih rame-rame?" celetuk Dave yang baru saja datang bersama Erick.
Karin mengernyit aneh melihat Rey, Nara, dan Erick. Nara tampak mematung di tempat dengan tatapan yang saling mengadu dengan mata Erick. Sementara Rey langsung menarik Nara untuk berdiri di belakangnya. Oh shit, apa yang terjadi sebenarnya? Mata Erick sangat tajam menatap Rey yang melindungi Nara. Karin mencoba memberanikan diri menarik ujung kemeja sekolah cowok itu membuat Erick menoleh pada Karin. Melihat wajah takut Karin, cowok itu langsung mengubah ekspresinya. Ia tersenyum manis pada Karin.
"Kenapa, cantik?" tanya Erick seolah tidak terjadi apa-apa.
Karin menggeleng. Matanya kembali melihat Rey yang menatap mereka tak suka, pandangannya bertemu dengan cowok itu. Hanya sedetik karena cowok itu langsung membuang muka dan merangkul Nara untuk menjauh. Sungguh, Karin sangat bingung dengan situasi ini.