Bab 12
"TANTE HANNAH!! KAK ALETHA!! BANG ADAM!!"
Sontak mereka bertiga langsung menoleh ke pintu masuk ketiga mendengar suara teriakan anak kecil. Alangkah terkejutnya Karin melihat Rey bersama seorang gadis mungil masuk bergandengan tangan.
"Jangan teriak-teriak, Feli. Nanti yang lain keganggu," peringat Rey dengan nada lembut seraya mengusap pucuk kepala gadis mungil itu.
Karin menoleh, memicingkan matanya menatap Aretha dan Adam meminta penjelasan. Aretha menarik napas dalam-dalam kemudian mulai menjelaskan, "Rey itu sepupu kami. Gue, Adam, dan Rey sepakat gak kasih tau siapa-siapa tentang ini. Lo tau sendiri penggemar dia gimana, males gue."
"Tetep aja harusnya lo cerita ke gue. Gimana pun kita sahabatan 'kan?"
Aretha tersenyum tipis. "Iya maaf!" Karin mengangguk lalu mengalihkan perhatiannya pada gadis mungil yang sekarang berada di gendongan Rey. "Terus yang mini itu apa?"
"Manusia lah!"
Karin berdecak kesal mendengar celetukan Adam. "Maksud gue siapa, oon!"
Aretha menatap gadis mungil itu datar. "Felicia Abigail. Adik Rey."
"Panggil aja Feli," lanjut gadis mungil itu.
Feli? Karin melebarkan matanya spontan mengingat nama yang sempat Rey sebut saat itu dan sukses membuat Karin cemburu sedikit. Oh ayolah, ternyata dia cemburu dengan gadis kecil?
"Ngapain lo ke sini? Siapa yang ngundang?" Tanya Aretha ketus.
"Bukan urusan lo," jawab Rey tak kalah ketus.
"Urusan gue dong! Ini rumah gue."
"Jangan lupakan Tante Hannah."
Karin menahan tawanya melihat pertengkaran adu mulut antara dua manusia itu. Sama-sama dingin dan ketus. Ia mengalihkan perhatiannya pada Feli yang menatap mereka bingung.
"Kak Aletha!!" panggil Feli.
Karin berdecak pelan melihat Aretha yang hanya diam menatap Feli datar tanpa berniat menjawab panggilan gadis imut itu. "Gendong ...," rengek Feli dengan wajah memelas. Aretha hanya mendengus kecil lalu membuang muka. Ia sangat malas kalau berurusan dengan anak kecil. Ribet dan menyusahkan! Feli tampak kecewa melihat Aretha yang tak acuh dengannya.
"Kakak cantik!"
Mata Karin membulat. "Aku?" Karin menunjuk dirinya sendiri memastikan. Feli mengangguk polos. Ia mengulurkan tangannya lalu berujar, "Gendong ...." Dengan perlahan Karin mengambil alih Feli dari gendongan Rey. Cewek itu tampak hati-hati. Takut tulang Feli akan patah jika ia terlalu kasar atau kuat.
"Yes! Kakak cantik baik, gak kayak Kak Aletha ... udah jelek, jahat lagi. Pantes kata Bang Ley, jomblo terus," ledek Feli menjulurkan lidahnya.
"Di rumah pun kalian julidin gue?" tanya Aretha tak percaya.
"Bukan gue yang mau, tapi Feli yang ngajak," kata Rey tak mau disalahkan.
"Tunggu aja balasan dari gue," ancam Aretha yang dijawab anggukan santuy dari Rey dan Feli.
***
Sudah hampir tiga jam Karin bermain bersama Feli ditemani oleh Rey di kamar tamu ini. Sedangkan Aretha, katanya capek dan ingin beristirahat. Awalnya Karin ingin ikut beristirahat di kamar Aretha tetapi gadis mungil ini tidak ingin melepaskannya. Ia melihat Rey dan Feli yang berceloteh ria, tampak seru. Kini ia kembali melihat sisi lain dari Rey. Berbeda dengan sikap dingin biasanya, ia sangat lembut dan sabar jika berhadapan dengan adik perempuannya itu.
"Kak Kalin! Kak Kalin mau balbie yang ini atau yang itu? Feli yang ini aja, milip Feli soalnya. Imut," celotehnya yang ditanggapi anggukan dan senyuman dari Karin.
"Feli udahan mainnya. Kasihan kak Karin capek, mau pulang," bujuk Rey lembut sembari mengusap pucuk kepala Feli.
Feli mendongakkan kepalanya menatap Karin dengan mata yang berkaca-kaca. "Kak Kalin mau pulang, tinggalin Feli?" tanyanya.
Karin tersenyum tak tega. Ia menggeleng lalu berujar, "Enggak kok."
"Tapi lo ..."
"Gapapa," potong Karin lalu lanjut bermain bersama Feli. Semua permainan dari dokter-dokteran, barbie, hingga tante-tante arisan pun mereka mainkan. Tak terasa satu jam berlalu. Kini jam menunjukkan pukul 7 malam. Rey tersenyum kecil kala melihat Karin dan Feli tidur berpelukan di atas karpet.
Ia merasa tak tega membangunkan Karin yang tampak sangat nyenyak dalam tidurnya tetapi melihat waktu yang sudah sangat malam untuk seorang gadis membuat ia mau tak mau harus membangunkannya. Ia menggoyangkan tubuh Karin dengan pelan.
"Sstt ... bangun, udah jam tujuh malam," bisiknya sembari mencubit pipi Karin gemas.
Karin membuka matanya perlahan, ia mengernyit tak suka melihat Rey yang masih mencubit pipinya padahal kedua matanya sudah terbuka sempurna.
"Lepas gak?" Rey tersenyum miring lalu melepaskan cubitannya. Ia dan Karin bangkit berdiri lalu berjalan keluar kamar, mereka menutup pintu dengan pelan agar tidak menganggu tidur nyenyak Feli.
"Ngapain kalian?" Rey dan Karin tersentak kaget dan dengan buru-buru menoleh ke belakang. Karin mendengus kesal kala mendapati Aretha yang berdiri bak preman dengan memegang secangkir susu coklat. "Bagus deh lo di sini. Gue pamit pulang ya, udah jam 7 malam," pamit Karin.
Aretha mengernyit. "Pulang naik apa lo?"
"Naik ojek onl--"
"Gue anter," potong Rey cepat dengan wajah datar andalannya itu.
Aretha mengangkat alisnya aneh, "Tumben."
"Jangan mikir aneh-aneh. Cuman gak enak aja, dia pulang malem gegara Feli."
"Siapa juga yang mikir aneh-aneh. Lo tuh yang mikir aneh-aneh," ujar Aretha lalu tersenyum miring.
Karin terkekeh kecil. "Udah berhenti berantemnya. Kapan pulangnya kalau berantem terus." Rey berdecak kecil lalu berjalan meninggalkan Karin dan Aretha yang tertawa melihat kelakuannya.
"Gue pulang ya!" pamit Karin sekali lagi. Setelah mendapat anggukan dari Aretha, Karin langsung berlari menyusul Rey yang sudah duduk manis di dalam mobil. Karin menguap kecil lalu menutup pintu mobilnya. Hening. Karin mengernyit bingung, bukannya menjalankan mobilnya, Rey justru menatapnya datar.
"Apa? Kenapa?"
Karin menahan napasnya kala Rey mencodongkan tubuhnya mendekati wajah Karin. Wajah mereka semakin lama semakin dekat hingga Rey mengulurkan tangannya mengambil safety belt, memasangkannya untuk Karin lalu kembali ke posisinya semula. Menyadari itu Karin menjadi salah tingkah sendiri. Ia memalingkan wajahnya yang merah padam itu. Tak lama kemudian Rey mulai menjalankan mobil itu.
~••~
Rey menghentikan mobilnya di depan pagar hitam rumah Karin. Ia tersenyum tipis kala mendapati Karin tertidur lelap. Wajah gadis itu tampak cantik dan manis ketika sedang tidur. Entah apa yang merasuki Rey hingga ia memandang wajah Karin hampir satu jam. Hingga ia tersadar kala melihat seseorang keluar dari pagar rumah itu. Orang itu tampak memandang mobil Rey aneh lalu berjalan mendekati jendela yang berada di sebelah Rey. Ia menurunkan jendelanya lalu tersenyum sopan ke arah Papa Karin.
"Om," sapanya sopan.
"Iya. Kenapa par--- Loh itu kayak mirip anak saya," ucap Abraham ketika menyadari Karin sedang tertidur lelap di mobil seorang lelaki.
Rey terkekeh geli, "Itu memang anak Om, Karin."
Abraham memicingkan matanya curiga. "Kamu ngapain anak saya?" Rey tampak tersentak kaget mendengar pertanyaan Abraham, tetapi kemudian ia tersenyum lagi.
"Tadi Karin main di rumah Aretha kemaleman, jadi saya antar pulang. Tapi sepertinya Karinnya kecapekan," jelas Rey dengan tenang dan sopan.
"Oh, yaudah. Kamu bisa sekalian gendong dia ke kamar? Om udah gak kuat angkat dia, takutnya patah tulang," ujar Abraham lalu terkekeh kecil.
Rey tersenyum lalu mengangguk setuju. Ia keluar lalu memutari mobilnya, ia membuka pintu Karin lalu menggendong gadis itu. Ia tampak tersentak kaget kala menyadari gadis itu sangat ringan. Ia berjalan masuk ke dalam rumah Karin mengikuti arahan Abraham lalu berhenti di depan pintu berwarna hijau lumut yang bertuliskan 'Karin's room'. Ia membuka pintu itu lalu menurunkan gadis itu di atas kasurnya. Tampaknya gadis itu tertidur sangat nyenyak hingga tidak sadar jika ia baru saja digendong oleh Rey. Sebelum keluar, Rey memandang seluruh sudut kamar gadis itu yang terlihat cukup rapi. Ia mengusap rambut Karin pelan lalu meninggalkan kamar itu. Ia menuruni tangga lalu mendapati keluarga Karin sedang duduk diruang tamu dan sedang berbincang serius.
Ia berjalan mendekati mereka. "Om, Tante, Bang ... saya pamit pulang dulu ya."
Fenita tampak tersenyum manis. "Iya. Sering-sering main ke rumah ya. Tante butuh refreshing lihat yang ganteng-ganteng soalnya."
"Jadi Papa gak cukup ganteng?" tanya Abraham dengan nada cemburu. Fenita mendecih. "Papa mah mukanya udah kadaluwarsa sih. Mama bosan lihatnya," jawab Fenita sinis.
Abraham memutar bola matanya lalu menatap Rey tajam. "Udah malam. Pulang sana!" usir Abraham kesal.
Rey terkekeh kecil lalu mengangguk. Sebelum keluar rumah milik keluarga Karin itu, ia menyempatkan diri untuk menyalami tangan Abraham dan Fenita.