Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 - Tidak Butuh Semua, Kecuali Kamu

Morgan menghela napasnya dengan panjang. “Fla, jangan seperti ini terus. Yang aku butuhkan itu kau, bukan Ara!” ujarnya, yang membantah ucapan Fla.

“Yang kau butuhkan memang aku, tetapi yang keluargamu butuhkan itu Ara, bukan?” ujar Fla, membuat Morgan semakin sendu saja mendengarnya.

Fla melepaskan pelukannya dari Morgan, karena ia merasa sudah salah melakukan hal seperti ini, pada saat jam kerja. Terlebih lagi, di sini ia adalah perawat yang akan memeriksa keadaan Morgan.

“Aku di sini sebagai asisten dokter, Gan. Tolong professional sedikit. Aku sedang bekerja sekarang,” ucap Fla dengan datar, membuat Morgan merasa sangat kesal mendengarnya.

"Persetan dengan masalah pekerjaan! Aku ini suami kamu!" batin Morgan, membentak Fla dalam hatinya.

Morgan tidak sampai hati, untuk memaki Fla di hadapannya. Ia tidak ingin membuat hati Fla semakin sakit, karena bentakan yang tadinya hendak ia lontarkan pada Fla.

Fla mengulurkan kembali thermometer itu, ke arah mulut Morgan.

“Buka sedikit mulutnya. Angkat lidahnya, biarkan aku memeriksa suhu tubuhnya,” ujar Fla, dengan nada bicara dan pandangan yang sangat professional.

Tak ada pilihan lain, selain menurut. Morgan menuruti ucapannya, dengan melakukan semua yang Fla katakan.

Fla mulai memasukkan termoter itu ke dalam mulut Morgan, dan meletakkannya tepat di bawah lidah Morgan.

Sembari menunggu thermometer bekerja, Fla menyiapkan stetoskop, dan memakainya pada telinganya.

BIP!

Bunyi thermometer terdengar, membuat Fla segera mencabut alat tersebut dari mulut Morgan.

“40,9 derajat! Panas sekali!” pekik Fla lirih, ia merasa sangat kaget, karena suhu tubuh Morgan yang sangat panas.

Fla membuka sedikit kemeja Morgan, dan memeriksa bagian perut Morgan. Ia mengetuk-ngetuk perut Morgan, sembari mendengarkan suaranya melalui stetoskop yang ia tempelkan pada perut Morgan.

Fla masih memeriksa kekembungan yang terjadi pada perut Morgan, sampai timbul rasa nyeri pada perut Morgan.

“Aww ....” 

Morgan merintih, membuat Fla tidak tega melihat rintihan yang sama, yang ia dengar malam itu. Namun, Fla setengah tidak memedulikan, dan malah tidur saja.

“Asam lambung,” gumam Fla, yang sudah memeriksa Morgan dengan pemeriksaan dasar.

Fla memandang datar ke arah Morgan. “Pemeriksaan lanjut, akan dilakukan oleh dokter Dhanu sedang menangani pasien lain. Kemungkinan besar, nanti akan dilakukan USG perut, atau bisa juga dilakukan foto rongent. Untuk sementara, saya akan berikan kamu infus, untuk pereda nyeri. Kamu juga kelihatannya kurang cairan,” ucap Fla, sembari merapikan barang-barang yang ia bawa.

Morgan memandangnya dengan dalam. “Percayalah, Fla. Aku tidak butuh semua obat itu. Yang saya butuh hanya kamu buatkan saya sarapan setiap pagi,” ucapnya, membuat Fla terdiam mendengarnya.

Walaupun sedikit banyaknya Fla merasa sedih, tetapi kesedihannya selalu ditepiskan oleh pemikiran lainnya.

"Sudah ada Ara, aku tidak perlu lagi melakukan apa pun untukmu, Morgan. Tinggal menunggu saatnya tiba, aku bisa melupakan Morgan. Di saat itulah, aku akan meminta cerai padanya," batin Fla, yang berpikiran demikian.

“Tuan Morgan, tolong ikuti prosedur yang ada. Ini sudah menjadi tanggung jawab dokter Dhanu, dan saya hanya membantu beliau saja. Jadi, jangan mempersulit, apa yang akan saya kerjakan,” ujar Fla, masih dengan nada datarnya.

Morgan benar-benar tidak habis pikir. Di saat seperti ini, Fla masih tidak bisa melembutkan hatinya untuk Morgan.

“Paling tidak, sampai aku sembuh, Fla! Jangan seperti ini,” ujar Morgan, merengek seperti anak kecil yang meminta sebuah lollipop pada orang tuanya.

Dalam hati kecil Fla, ia memang sangat mengasihani Morgan. Akan tetapi, ia juga berpikir, kalau Morgan tidak mengasihani dirinya.

Fla menghela napasnya dengan panjang. “Saya sudah selesai memeriksa. Waktunya pergantian shift sekarang. Saya akan meminta rekan saya untuk memeriksa Anda selanjutnya. Permisi,” ujarnya, kemudian segera pergi meninggalkan Morgan di sana.

Morgan mendelik, saking terkejutnya ia melihat kelakuan Fla yang seperti ini.

“Fla!” pekik Morgan, tetapi Fla sama sekali tidak memedulikannya.

Melihat kepergian Fla, Morgan merasa sangat kesal. Seandainya Ara tidak masuk ke dalam kamarnya waktu itu, kejadian ini pasti tidak akan pernah terjadi pada mereka.

“Argh!” teriak Morgan, yang merasa sangat kesal dengan keadaan.

Di luar ruangan sana, Dicky merasa terkejut, karena Fla yang sudah keluar dari ruangan kamar Morgan.

Ia bangkit, dan menghadang jalan Fla. “Fla,” panggil Dicky, Fla berhenti tepat di hadapannya.

“Temanmu harus melakukan pemeriksaan lanjutan. Karena jam pergantian shift sudah tiba, saya belum memberikan obat dan penanganan apa pun padanya. Tolong, jaga dia sampai perawat pengganti datang ke sini,” ujar Fla panjang lebar, membuat Dicky merasa bingung mendengarnya.

Fla pergi dari sana, tetapi Dicky lagi-lagi menghadang jalannya.

“Fla! Itu suamimu, lho! Kenapa kau bersikap dingin seperti itu terhadapnya?” ujar Dicky, yang heran dengan kelakuan Fla terhadap Morgan.

Fla menghela napasnya dengan panjang, karena ia mengerti kalau Dicky sama sekali tidak mengetahui, tentang duduk permasalahan yang ada.

“Saya permisi dulu. Masih banyak yang harus saya kerjakan sebelum pulang,” pamit Fla, yang sama sekali tak merespon ucapan Dicky itu.

Fla pergi, membuat Dicky memandangnya dengan bingung.

“Ada apa sih sama mereka?” gumamnya, yang ketika sadar ia segera masuk ke dalam ruangan rawat Morgan.

Di sana, terlihat Morgan yang sepertinya kelihatan sangat kesal. Dicky berdiri di hadapan Morgan, membuat Morgan memandang ke arahnya dengan tatapan yang kesal.

“Memangnya, apa sih yang menjadi permasalahan kalian? Kenapa sepertinya Fla dingin sekali terhadapmu?” tanya Dicky, yang benar-benar merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.

Morgan menghela napasnya dengan panjang. “Tidak ada permasalahan apa pun, Dik. Hanya masalah kecil, yang nanti juga akan selesai. Aku juga sudah meminta maaf tadi,” jawab Morgan, masih tidak ingin terbuka pada Dicky.

Dicky yang sangat mengetahui sifat Morgan, berusaha untuk menelan rasa penasarannya sendiri. Karena tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, Dicky hanya bisa diam dan membiarkan mereka berada dalam privasi mereka.

“Ya sudahlah. Kalau hanya masalah kecil, jangan sampai hubungan kalian hancur, hanya karena masalah sepele, yang mungkin nantinya akan jadi besar. Kasihan Fla, dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, selain adiknya,” ucap Dicky, membuat Morgan semakin merasa bersalah mendengarnya.

Morgan menghela napasnya dengan panjang. "Aku ini sedang melakukan apa, sih? Kenapa aku malah marah, padahal itu memang kesalahanku," batinnya, merasa bingung dengan apa yang ia lakukan itu.

Morgan mengangguk kecil. “Ya, tidak akan ada hal yang bisa membuat kita hancur,” ujarnya, membuat Dicky agak tenang mendengarnya.

“Permisi,” sapa seseorang, yang ternyata adalah perawat lain yang menggantikan Fla.

Dicky menoleh ke arahnya. “Oh ya, silakan.” Dicky kembali memandang ke arah Morgan, “Aku keluar dulu, ya!” ujarnya, yang mendapatkan anggukkan dari Morgan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel