Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 - Hilang Selera

Melihat adegan bermesraan Morgan bersama dengan Ara tadi, hilang sudah selera makan Fla. Padahal, Fla ingin sekali makan bersama dengan Morgan, karena ia sadar kalau pola makan Morgan yang pastinya sudah berubah.

Fla sangat baik dengan membelikan makanan untuk Morgan, tetapi Morgan dengan teganya melakukan hal ini padanya.

TES!

Air mata yang dengan susah payah ia bendung, kini menetes dengan sendirinya ke atas lantai. Fla sudah kalah dengan rasa sakitnya sendiri. Sudah terlalu sering ia menahan, dan membiarkan perasaan sakit itu menggerogoti hati dan jiwanya.

Kini, Fla tak lain hanyalah raga yang tak bernyawa.

“Argh!” teriak Fla, sembari menjambak rambutnya sendiri, saking frustrasinya ia dengan keadaan.

Ini semua karena dirinya yang tidak bisa memberikan keturunan pada Morgan. Kalau saja Fla bisa melakukan itu, pernikahannya dengan Morgan pasti tidak akan pernah hancur seperti sekarang ini.

Morgan membawa Ara keluar dari rumahnya, dan melepaskan tangannya ketika sudah berada di luar rumahnya. Ia merasa sikap Ara sudah keterlaluan, karena itu sudah membuat Fla sakit hati karenanya.

Ara memandangnya dengan sinis. “Kau kenapa, sih? Kenapa kasar sekali bersikap terhadapku?” tanyanya dengan sinis, Morgan tak bisa berkata-kata lagi.

Morgan hanya bisa menunjukkan telapak tangannya saja pada Ara, tanda kalau ia meminta Ara untuk menyudahi semua permainannya. Ia merasa sudah lelah, menghadapi sikap Ara yang sangat kekanakkan, berbanding terbalik dengan sikap yang Fla miliki.

“Apa? Kau suruh aku menyelesaikan ini?” tanya Ara, Morgan memandangnya dengan tegas.

Hanya dengan satu pandangannya saja, Morgan mampu membuat Ara membeku takut, karena tatapan Morgan yang sangat menyeramkan. Ara diam tak berkutik, karena ia sudah melihat Morgan versi marah seperti sekarang ini.

“Enough, Ra! Kita memang menjalin hubungan, tetapi tidak seperti ini juga caranya! Kau tidak seharusnya melakukan ini di depan Fla, karena biar bagaimanapun juga aku dan Fla masih--”

“Suami istri, bukan?” pangkas Ara, membuat Morgan terdiam menatapnya dengan sinis. Ara memandangnya dengan tatapan heran, “Kalau kamu masih sayang dengan Fla, suruh dia kasih kamu keturunan, dong! Aku sangat heran denganmu, mengapa wanita mandul seperti dia masih saja dipertahankan?” ujarnya, sontak membuat Morgan mendelik kaget mendengarnya.

“Sudah cukup, Ra! Wanita yang kmu bilang mandul itu, adalah Kakak kandung kamu! Tolong berdamai sedikit dengan keadaaan!” ujarnya, berusaha mengingatkan Ara tentang hal yang sangat penting ini.

Ara sama sekali tidak menganggap Fla sebagai kakak, melainkan hanya menganggapnya sebagai musuh dan saingannya dalam hal perasaannya kepada Morgan. Ia tidak bisa membiarkan Fla memiliki Morgan sepenuhnya, karena dirinya yang juga sangat mencintai Morgan.

Apalagi hati kedua orang tua Morgan sudah berhasil direbut oleh Ara, sehingga tidak ada lagi yang bisa Morgan lakukan selain menurut dengan apa yang mereka perintahkan.

Tak mau kalah dari Morgan, Ara memandangnya dengan sinis dan tinggi. “Berdamai dengan keadaan? Seharusnya dia yang berdamai dengan  keadaan! Sudah tahu mandul, kenapa masih kukuh tidak mau dimadu?”

Ucapan dan perkataan Ara itu sangat membuat Morgan marah. Tangan kanannya ia layangkan ke arah wajah Ara, dengan Ara yang sudah menunduk ketakutan karena amarah Morgan yang ternyata sudah meluap.

Morgan tak kuasa melanjutkan apa yang hendak ia lakukan pada Ara. Ia menahan tangannya, dan menarik kembali tangan yang hampir menampar wajah Ara itu.

Karena tak terjadi apa pun dengannya, Ara menoleh ke arah Morgan dan memandangnya dengan sinis. Ia merasa Morgan sudah sangat berubah, dan tidak seperti saat dulu lagi.

Ara mendelik kaget, karena ini adalah kali pertama Morgan yang hendak menamparnya. Ia memandang dengan sinis ke arah Morgan, karena ia tidak percaya Morgan akan melakukan itu padanya.

“Kau ingin menamparku?” tanya Ara sinis, Morgan membuang pandangannya saking kesalnya dengan Ara. Matanya mendelik tajam ke arah Morgan, “Tampar! Ayo tampar aku! Kenapa tidak jadi tampar?” tantang Ara, yang merasa sangat kesal dengan Morgan yang ternyata sudah mulai berani bermain tangan dengannya.

“Argh!” 

Tak ingin meladeni Ara, Morgan melampiaskannya dengan berteriak sekeras yang ia bisa. Walaupun ia tahu ini sudah larut malam, ia tetap tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak.

Morgan memandang Ara sembari menahan amarahnya. “Sekarang kamu pulang,” suruh Morgan dengan datar, sembari menunjuk ke arah mana saja yang ia kehendaki.

Ara merasa terusir, karena Morgan yang dengan entengnya menyuruhnya kembali seperti itu.

“Kamu mengusirku, Gan?” tanya Ara tak percaya, Morgan memandangnya dengan sinis.

“Ya, aku mengusir kamu dari sini. Ini sudah malam, jangan berbuat keributan di rumah orang!” ujarnya ketus, sampai Ara tak percaya mendengarnya langsung dari mulut Morgan.

“Hah? Paling tidak antarkan aku, dong!” rengek Ara yang tak percaya dengan yang Morgan katakan itu.

Karena malam sudah larut, Morgan tidak bisa membiarkan Ara kembali seorang diri. Ia juga sangat memikirkan keselamatan Ara, kalau saja nanti terjadi sesuatu yang tidak baik dengan Ara. Ia tidak menginginkan hal apa pun terjadi pada Ara.

Morgan menghela napasnya dengan panjang. “Ini yang terakhir aku mengantar kamu pulang. Selanjutnya, jangan kamu nekat datang ke sini lagi!” ujarnya memperingati Ara, sontak membuat Ara kesal mendengarnya.

Karena sudah tidak ingin melanjutkan perdebatannya dengan Ara, Morgan pun meninggalkan Ara dan masuk ke dalam mobilnya. Ia mengantarkan Ara untuk kembali ke rumahnya, dan Ara tidak jadi pergi ke mall, sesuai dengan keinginannya.

***

Malam sudah terlalu larut, tetapi Morgan masih belum kunjung kembali ke rumahnya.

Morgan merasa gagal, karena ia sudah membuat hubungannya dengan Fla hancur, akibat keinginannya untuk mendapatkan keturunan.

Kali ini, Morgan masih duduk di dalam mobilnya, yang entah di daerah mana Morgan berada. Ia memandang ke arah hadapannya, merenungi nasib pernikahannya dengan Fla yang sudah diujung tanduk.

“Harusnya aku bisa sabar menunggu Fla untuk bisa mengandung,” gumam Morgan, yang merasa sangat bersalah dengan dirinya sendiri.

Karena terlalu tidak sabar, ia sampai mengambil jalan pintas seperti itu, dan secara langsung sudah membuat pernikahannya menjadi hancur.

Wanita mana yang mau memberikan izin, untuk suaminya yang hendak menikahi adik kandungnya sendiri?

Fla tidak bisa mengabulkan permintaan Morgan mengenai hal itu.

Padahal, Fla sudah meminta Morgan untuk menceraikannya saja, tetapi saking cintanya Morgan pada Fla, ia sampai tidak bisa melakukan hal itu sama sekali.

Tidak bisa menceraikan Fla, tetapi sudah membuat hati dan perasaan Fla hancur.

Sungguh tidak berprikemanusiaan.

Morgan menghela napasnya dengan panjang. “Haruskah aku mencoba kembali untuk mendapatkan keturunan bersama dengan Fla?” gumamnya, yang masih sangat ragu untuk melakukan hal itu.

Morgan sangat paham, apa yang akan ia katakan pasti tidak akan pernah didengarkan oleh Fla.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel