Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Suatu Keributan Yang Luar Biasa

Esok harinya, Talitha menyambangi rumah orang tuanya. Bagaimana pun ia harus jujur pada orang tuanya.

Maya dan Rendra awalnya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Talitha mengenai perselingkuhan yang telah di lakukan oleh Dikta. Bahkan mereka meminta kejelasan persoalan tersebut dengan bertemu Dikta.

"Talitha, ayah dan ibu tidak akan percaya jika tidak mendengar sendiri dari mulut Dikta. Karena selama ini ayah dan ibu melihat bahwa rumah tangga kalian baik-baik saja, tidak ada permasalahan sama sekali," ucap Ayah Rendra.

Talitha berusaha meyakinkan Ayahnya," Ayah, masa iya tidak percaya dengan perkataan anak sendiri? selama ini aku tidak pernah berbohong pada Ayah dan ibu? ya sudah, mari kita ke rumah karena kebetulan Mas Dikta juga sedang di rumah. Sekalian kita bicara dengan kedua mertuaku!"

Saat itu juga Maya dan Rendra menerima ajakan Talitha untuk bertemu dengan Dikta dan orang tuanya.

Sementara di rumah Dikta, lagi-lagi Ninda datang. Kali ini oa datang tidak sendiri tetapi dengan kedua orang tuanya. Ninda meminta orang tuanya untuk menemaninya meminta pertanggung jawaban dari Dikta.

"Mas-Mbak-Ninda, ada apa kalian datang kemari?" tanya Johan heran.

"Masih bertanya apa apa? aku sudah tahu kok jika kamu berharap Ninda tidak bersama dengan Dikta. Tapi kamu kali ini tidak bisa melarang mereka untuk menikah. Mana Dikta, ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Ninda?"

Aan celingukan mencari keberadaan Dikta, saat ini ia benar-benar diliputi oleh amarah yang memuncak.

Ani mencoba menenangkannya," pah, tolong yang sabar. Nggak enak kan sama Mas Johan dan Mbak Salma. Semua bisa dibicarakan dengan baik-baik, tak perlu dengan emosi seperti ini."

Kebetulan Dikta akan berangkat ke kantor, tetapi ia kaget pada saat melintas akan melewati ruang tamu ia melihat ada Ninda dan orang tuanya.

'Aduhhhh... kenapa lagi Ninda datang? padahal sudah di larang bertemu, eh malah bersama dengan orang tuanya. Ada apa lagi ya?" batin Dikta penasaran.

Johan pun meminta Dikta duduk," kebetulan kamu datang, duduklah! kalau bisa hari ini nggak usah ke kantor terlebih dahulu. Selesaikan dulu permasalahanmu dengan Ninda!"

Tatapan sinis Johan membuat Dikta salah tingkah. Ia pun duduk, tetapi terlebih dahulu menelpon asisten pribadinya untuk menghandle urusan kantor.

Dikta semakin menjadi salah tingkah pada saat Aan terus saja melotot ke arah dirinya. Tetapi ia mencoba memberanikan diri bertanya," om, ada apa ya datang kemari?"

Mendadak Aan marah, ia mencekal kerah baju Dikta," dasar baj*ngan! kamu ingin lari dari tanggung jawab ya? setelah apa yang kamu lakukan pada Ninda, kamu mencampakkannya begitu saja, hah? meminta Ninda menjauh darimu, begitu pula dengan orang tuamu! kalian memang tidak punya hati! terutama kamu Dikta, mau enaknya saja!"

Ninda dan Ani berusaha menenangkan Aan yang sedang tersulut emosi. Begitu pula dengan Johan dan Salma, mereka juga turut cemas melihat kemarahan Aan.

"Mas Aan, tolong tenang. Semua bisa dibicarakan dengan baik-baik, tidak perlu dengan emosional seperti itu!" tegur Johan.

"Pah, sudah jangan seperti! memalukan tahu nggak?" tegur Ani.

Perlahan amarah Aan mereda, ia pun melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Dikta.

"Mau tidak mau, kamu harus menikahi Ninda karena perbuatanmu mengakibatkan Ninda saat ini hamil!" oceh Aan lantang membuat Salma dan Johan terperangah mendengarnya.

Begitu pula dengan Talitha dan orang tuanya yang sudah berada di ambang pintu ruang tamu. Mereka terhenyak kaget mendengarnya.

"Apa, jadi kamu...ya Allah. Aku pikir Talitha telah berbohong. Ternyata kamu memang bej*t Dikta!" ucap lantang Rendra.

Sejenak semua yang ada di ruang tamu menoleh ke arah pintu. Mereka terlalu fokus dengan permasalahan yang tengah terjadi hingga tidak sadar dengan kedatangan Talitha dan orang tuanya.

"Astagaaa... tambah lagi masalah baru. Pantas saja aku mencari Talitha tidak ada, ternyata ia pergi ke rumah orang tuanya. Duhhhh bagaimana ini, rumit benar hidupku!" gumam Dikta dalam hati.

Sebagai orang tua Dikta, Salma dan Johan juga bingung. Ia merasa tidak enak hati pada orang tua Ninda, dan juga pada orang tua Talitha.

"Mah, bagaimana ini?" tanya Johan lirih melirik kepada Salma.

"Entahlah, pah. Mamah juga nggak tahu permasalahan yang dibuat oleh Dikta menjadi serumit ini," jawab Salma lirih pula.

Dengan perasaan tidak enak hati, Salma mempersilahkan orang tua Talitha duduk.

Johan pun meminta untuk tidak dengan emosi dalam penyelesaian permasalahan Dikta.

"Sebagai orang tua dari Dikta, kami mohon maaf pada orang tua Ninda dan juga orang tua Talitha. Kami pikir hubungan antara Ninda dan Dikta hanya sebatas pacaran saja. Kami tidak tahu jika Dikta dan Ninda sudah sangat jauh melangkah," ucap Johan seraya menghela napas panjang.

Pada saat Johan akan berkata lagi, mendadak Ninda menyela," om kok bicara seperti itu sih? padahal kemarin aku sudah berkata pada om dan tante jika hubunganku dan Dikta sudah cukup jauh. Tapi kalian bukannya tidak mau tahu kan, malah tetap memintaku menjauh dari Dikta?"

Mendengar perkataan Ninda menyudutkan Johan, Dikta tidak terima," heh Ninda, aku nggak menyangka jika sifatmu seperti ini. Kenapa kamu mengatakan hal seperti itu pada papahku? apa yang kita lakukan karena atas dasar suka sama suka. Jadi bukan kesalahan Papah atau aku, tapi salahkan dirimu sendiri yang mau melakukan hal itu secara sukarela."

PLAK!"

Mendadak Ninda menampar pipi Dikta," aku melakukannya juga karena kamu yang merayuku dengan dalih cinta padaku dan akan menikahiku! jika kamu tidak seperti itu, mana mungkin aku mau!"

Mendadak mata Ninda berkaca-kaca, karena ia tidak menyangka jika Dikta bisa mengatakan hal seperti itu di hadapan orang tuanya dan juga orang tua Talitha.

Rendra malah terkekeh," apa yang dikatakan Dikta ada benarnya. Jika kamu wanita baik-baik pasti tidak mau menganggu lelaki yang sudah bersuami!"

Kini Aan terpancing emosi mendengar ejekan Rendra," heh jaga bicaramu ya! hubungan Ninda dan Dikta itu sudah cukup lama. Justru kedatangan anakmu yang telah membuat semua jadi berantakan!"

Keributan tidak terelakkan lagi, dari kubu Rendra dan Aan saling menghujat satu sama lain. Walaupun Talitha-Maya-Ani dan bahkan orang tua Dikta melerai. Baio Rendra maupun Aan tidak ada yang mau mengalah.

Terus saja saling berdebat satu sama lain. Hingga semua terhenti secara mendadak tatkala Talitha tiba-tiba pingsan.

Sontak saja orang tua Talitha merasa cemas, dan Johan bertindak cepat dengan memanggil dokter pribadi untuk segera datang ke rumah. Talitha di bawa ke kamar utama dalam kondisi masih pingsan.

"Ayah lihat kan? semua gara-gara Ayah ribut saja sama ayahnya pelakor itu!" umpat Maya dengan mata berkaca-kaca.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel