Bab 9 Keluarga
Bab 9 Keluarga
"Never give up. Today is hard, tomorow will be worse, but the day after tomorow will be sunshine."-Jack Ma
"Jadi gitu ceritanya." Kelana mendesah panjang setelah selesai menceritakan semuanya pada Azra, kakak kandung Adel yang Kelana anggap sebagai kakak juga.
"Sialan! Brengsek! Beraninya dia mengambil kesempatan dalam kesempitan!" Azra mengumpat kesal.
Adel memutar bola mata. "Jangan berlebihan deh, Bang."
"Berlebihan katamu?!" Azra masih tampak emosi. "Harusnya sejak awal Abang curiga waktu Lana bilang mundur dari proyek terus jadi asisten pribadi."
Kelana hanya tertunduk, selama ini dia tidak pernah cerita siapa pun kecuali pada Adel.
Mata Azra menyipit curiga. "Kelana adik Abang yang paling bodoh, kenapa kamu tidak pernah cerita hal ini sama Abang? Kamu 'kan bisa minta bantuan Abang. Uang segitu mah kecil untuk Abang."
Dari arah belakang Galang--Papa Azra dan Adel--memukul kepala Azra dengan koran. Azra langsung mengaduh kesakitan, sikap wibawa yang sempat ditunjukan menghilang seketika hingga membuat Kelana tertawa tertahan.
"Bang Azra anak Papa yang paling sombong, jangan mengumpat sembarangan. Nanti Mama marah. Udah besar juga tapi kelakuannya masih seperti anak kecil." Galang menggelengkan kepala lalu duduk di samping Azra.
Azra merengut kesal. "Abang emosi, Pa. Masa mereka mamfaatin Lana. Sudah membuat Lana jadi asisten yang kerjanya 24 jam full, sekarang jadiin Lana tunangan biar bosnya tidak perlu dijodohin lagi sama Papa-mamanya."
Galang mengangguk mengerti.
"Iya, Pa. Kalau begitu, gimana Lana bisa mendapatkan pacar." Adel ikut-ikutan. "Umurnya sudah tidak muda lagi. Nanti dia tambah jelek, kalau jelek 'kan nanti tidak ada laki-laki yang akan suka lagi sama Lana."
Kelana mendelik kesal, tidak terima dirinya disebut jelek dan susah dapat pacar. Meski demikian, sejak menjadi asisten Kenan, hampir seluruh waktu yang Kelana punya dihabiskan bersama Kenan hingga tidak ada waktu hanya untuk sekedar pergi keluar bersama Adel seperti dahulu.
"Aku bicara jujur," kata Adel menyadari tatapan Kelana. "Kita jadi jarang keluar bersama lagi. Tiap kali aku ajak, kamu selalu bilang masih kerja, Ken Arok inilah, Ken Arok itulah. Aku berasa diselingkuhi tahu."
Mendengar hal tersebut, sontak saja semua pandangan tertuju pada Adel. Tatapan mereka sama: berlebihan.
"Siapa yang selingkuh?" Dara datang seraya menatap semua orang yang duduk di sofa. "Adel selingkuh lagi? Atau Abang?"
"Tidak lah!" teriak Adel dan Azra bersamaan.
Adel merengut. "Aku tidak mungkin selingkuh dari Gema. Paling Bang Azra tuh yang selingkuh. Pacarnya 'kan banyak."
Azra langsung protes tidak terima. "Eitss, sembarang bicara. Abang bukan playboy. Mana mungkin Abang selingkuh, pacar saja tidak punya."
"Makanya cepat cari pacar. Sudah tua juga."
Azra menyengir lebar. "Duh, Ma. untuk laki-laki, semakin tua itu semakin menarik."
"berlebihan!" seru Adel dan Kelana bersamaan.
Azra hanya tersenyum lebar. Kelana menatap laki-laki itu, tahu bahwa Azra sedang mengalihkan perhatian Dara agar tidak menyuruh Azra untuk segera mencari pendamping cepat-cepat.
Perhatian Dara teralih pada Kelana. "Mama sudah dengar beritanya. Ihh, kamu sukanya main rahasia-rahasiaan, ya."
Sontak saja Kelana bersemu merah. "Siapa juga yang main rahasia-rahasiaan? Aku juga tidak tahu kalau semuanya akan jadi seperti g\ini. Lagi pula semua ini pasti bohongan."
Dara tersenyum lembut hingga membuat Kelana tertegun, masih saja terkejut ketika Dara memperlakukannya sebagai anak kandung. Saat Adel mengajak Kelana ke rumah dan memperkenalkan Kelana pada keluarganya, saat itu Kelana pikir keluarga Adel akan memperlakukannya dengan buruk, sama seperti keluarganya. Namun semua itu dipatahkan ketika mereka tersenyum dan menyambut Kelana dengan tulus.
"Kamu teman baik Adel, anggap saja kami Papa-mamamu juga."
"Betul itu. Abang juga. Aku ini abangnya Adel yang berarti abangnya kamu juga. Kamu harus bersyukur punya abang keren seperti aku."
Dan seiring berjalannya waktu, semakin mereka dekat, Kelana merubah panggilannya menjadi lebih akrab. Setidaknya ketika Reno dan Vera memperlakukannya dengan buruk, masih ada Galang dan Dara yang senantiasa menghiburnya layaknya orangtua.
Bersama mereka membuat pandangan Kelana mengenai semua keluarga itu tidak menyenangkan terpatahkan. Entah mengapa, Kelana malah merasa sangat nyaman bersama mereka dibandingkan dengan keluarganya sendiri.
"Tidak ada yang bohongan dalam sebuah hubungan." Lagi-lagi Dara tersenyum, dia memegang tangan Kelana. "Mama rasa Kenan serius denganmu."
Mata Kelana menyipit. "Kok, Mama bicara seperti gitu? Mama tahu dari mana?"
Galang terkekeh, "Mamamu itu punya bakat jadi cenayang."
Sontak saja Kelana, Adel dan Azra memasang tampang bingung. Sementara Dara langsung memutar bola mata dengan jengah.
"Jangan bicara sembarangan, Pa"
Lagi-lagi Galang terkekeh, "Papa tidak bicara sembarangan. Kenyataannya memang seperti itu. Mama ingat tidak waktu mengandung Adel? Dokter dan hasil pemeriksaan USG menyatakan kalau Adel itu laki-laki. Tapi Mama yakin sekali kalau anaknya perempuan. Eh, pas lahir ternyata benar perempuan."
Adel menatap Dara dan Galang bergantian, benar-benar terlihat bingung. Memangnya ada yang seperti itu?
Tatapan Galang tertuju pada Kelana. "Bisa saja Kenan benar-benar serius denganmu, hanya saja dia memakai cara yang instan untuk mengikatmu dalam sebuah hubungan."
"Tapi Abang tidak setuju!"
Melihat protesan Azra, Kelana jadi teringat pada Kevin. Hampir sepanjang percakapan Kevin selalu protes tidak terima mengenai hubungan Kelana dan Kenan, padahal Eric dan Rima saja setuju.
"Pokoknya, kalau Ken Arok mau bertunangan dengan Lana. Dia harus melewati banyak tes dari Abang."
Sekali lagi, Galang memukul kepala Azra dengan gulungan koran. "Jangan ikut campur. Jangan untuk Kenan seperti Gema yang selalu kamu bully. Bagaimana pun juga, setahu Papa Kenan itu tiga tahun lebih tua dari kamu, pekerjaannya juga jauh di atas kamu."
Azra merengut kesal, tahu perbedaannya dengan Kenan terlalu jauh. "Ck, Papa lihatnya dari materi saja. Lagi pula bentar lagi Abang akan dipromosiin jadi manajer."
"Jadi manajer bank saja bangga. Masih jauh sama Ken Arok yang sudah jadi direktur di perusahaan besar," balas Adel.
Azra tidak mau kalah. "Tapi Ken Arok kerjanya di perusahaan keluarganya sendiri bukan di perusahaan orang lain. Wajar kalau dia bisa jadi direktur padahal uumurnya baru 32 tahun."
Kening Galang berkerut. "Tapi, setahu Papa, Kenan tidak jadi direktur begitu saja, lho. Dia mulai dari nol. Bahkan dia pernah jadi karyawan biasa di kantor cabang." Pandangannya teralih pada Kelana. "Benar tidak?"
Kelana segera mengangguk, Galang benar. Kenan tidak begitu saja menjadi direktur di AR Corp. Menurut cerita Calvin, Kenan memulai semuanya dari nol. Karena Kenan itu memang mempunyai otak cemerlang serta genius, setelah lulus kuliah di usia yang menginjak 21 tahun, Kenan langsung bekerja di AR Corp melalui wawancara sambil melanjutkan kuliah S2 untuk memenuhi kriteria perusahaan. Bertahap hingga menjadi direktur.
Kalau saja Kelana tidak memeriksa riwayat Kenan, maka Kelana tidak akan pernah percaya bahwa bosnya itu seorang yang pekerja keras dan genius, karena selama ini Kenan selalu bersikap malas-malasan dan tidak peduli pada sekitar.
"Orangtuanya Kenan juga sangat baik, lho." Dara ikut memuji.
Dalam hati Kelana mendengus, iya saking baiknya Rima dan Eric bahkan tidak mempermasalahkan jika anaknya mempermalukan mereka di depan umum.
Galang menarik napas panjang. "Keluarga Ratama itu sangat rumit. Pantas saja Eric memilih keluar dari rumah. Pak Kevin itu sangat menyeramkan. Papa malah kasihan sama Kenan. Bagaimana pun juga dia jadi korban masalah mereka."
"Lho, memang kenapa? Kevin? Bukannya Pak Kevin itu ayahnya Pak Eric?" Perhatian Azra pada pertunangan Kelana dan Kenan langsung teralih.
Galang tersenyum misterius. "Tidak baik membicarakan orang lain." Galang menepuk tangan lantas memandang Dara. "Makan malamnya sudah siap? Papa sudah lapar."
"Bentar, Mama siapin dulu." Dara segera pergi ke dapur sedangkan Galang membuka gulungan koran dan siap membaca.
Azra merengut kesal karena tidak dipedulikan, tambah kesal lagi saat Adel mengejeknya habis-habisan. Tidak ingin terlibat dengan perdebatan dua saudara itu, Kelana lebih memilih pergi menyusul Dara ke dapur. Lagi pula dia merasa tidak enak jika tidak mambantu apa-apa padahal dia menumpang makan dan tidur di sini.
"Lho, biar Mama saja yang siapin. Kamu duduk saja."
Kelana tersenyum seraya mengambil alih piring dari tangan Dara. "Tidak apa-apa. Aku ingin bantu Mama."
Dara menaruh semangkuk besar sayur setelah dipanaskan lalu pandangannya tertuju pada Kelana. Jelas dia tahu, bukan tanpa alasan tiba-tiba Kelana datang ke rumah. Pasti ada masalah yang tidak bisa Kelana tangani dengan baik. Karena selama ini, Kelana tidak pernah datang jika masalahnya bisa dihadapi sendirian oleh Kelana.
"Semuanya baik-baik saja?" Dara bertanya. "Apa Reno dan Vera sudah tahu tentang hal ini?" Melihat kediaman Kelana membuat Dara yakin jika sumber masalah Kelana berasal dari Reno dan Vera. "Apa mereka marah?"
Kelana tersenyum menghindari tatapan Dara. "seperti Mama tidak tahu mereka saja."
"Apa mereka bicara tentang ibumu makanya kamu kelihatan sedih begini?"
Sepintar apa pun Kelana menyembunyikan masalah, namun tampaknya hal tersebut tidak akan pernah luput dari perhatian Dara.
Kelana tersenyum kecil. "Papa benar, Mama punya bakat jadi cenayang. Lagi pula aku sudah biasa. Hanya saja mungkin, aku tinggal di sini sementara waktu sampai aku menemukan aparteman baru." Kelana tertunduk. "Mereka tahu tempat aku tinggal. Jika mereka tahu, mereka pasti akan memperlakukanku seperti dulu."
Dara menghela napas, sangat tahu bahwa selama ini Kelana sangat menderita hidup bersama keluarganya.
"Tinggal di sini selamanya juga boleh." Dara tersenyum, dia memeluk Kelana hangat. "Sekarang kamu tidak sendirian lagi, 'kan sekarang sudah ada seseorang yang bisa mengerti kamu, yang bisa menguatkan kamu saat sedang sedih."
Kelana tidak tahan untuk membalas pelukan Dara, bersama Dara, Kelana merasa seperti sedang bersama ibu kandungnya yang selama ini dia rindukan. Yang membuat dia sedih, kenapa keluarga Adel bisa langsung mengerti pada masalahnya. Sedangkan keluarganya sendiri, Reno yang merupakan ayah kandung Kelana malah marah dan tidak terima.
"Makasih. Kalau aku tidak ketemu sama Adel dan mengenal kalian, aku tidak akan bisa seperti ini. Mungkin aku akan ikut bunda pergi. Mungkin aku ..."
"Sshh, jangan bicara seperti itu. Kamu bagian dari kami. Apa pun masalahnya, selama itu membuatmu bahagia, selama itu memang pilihan yang benar, kami tidak akan menentang apalagi marah."
Kelana mengangguk sekali. "Makasih."
Dara tersenyum lembut. "Kamu ini seperti sama siapa saja." Seolah teringat sesiatu, Dara memandang Kelana penasaran. "Jadi, bagaimana dicium sama Kenan? Mama dengar kamu yang duluan cium Kenan? Ehem, anak Mama sudah dewasa, ya ... harus cepat-cepat disahkan kalau begini."
Sontak saja Kelana bersemu merah. "Mama ih suka sembarangan."
"Tidak bisa!" Tiba-tiba Azra menginterupsi. "Pokoknya Ken Arok harus diseleksi oleh Abang dulu. Dia tidak boleh menikah dengan Lana tanpa seizin Abang. Besok Abang akan datang ke kantor Ken Arok untuk putusin Lana."
Dara memandang Azra jengah, terkadang anak sulungnya itu bersikap berlebihan. "Abang kamu lagi kumat tuh gilanya."
"Mama jahat, ihh!" Seru Azra kesal. "Pokoknya besok Abang akan menemui Ken Arok! Titik!"