Bab 16 Memahami
Bab 16 Memahami
"Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua cerita sudah ada yang mengatur, kita tinggal jadi artis-Nya saja."-Liam dan Laila
Pelukan Kenan semakin erat, sebelah tangannya mengusap rambut Kelana. Mencoba menenangkan perempuan itu yang masih juga tegang padahal pasien yang semula terbaring di blankar sudah masuk ke dalam ruang operasi.
"Tidak apa-apa, darahnya sudah hilang." Suara Kenan terdengar lembut. "Kamu bisa membuka mata sekarang."
Pandangan Kenan terangkat hingga akhirnya bertatapan langsung dengan sepasang mata yang melihat dirinya dan Kelana terkejut. Seketika ekspresi Kenan berubah murung, tanpa berkata apa pun menarik tangan Kelana keluar dari rumah sakit.
"Saya tidak akan nanya kamu baik-baik saja atau tidak," ujar Kenan setelah membawa Kelana menjauh dari lorong rumah sakit yang penuh dengan bercak darah dari pasien yang mengalami kecelakaan juga seseorang yang sudah seharusnya Kenan jauhkan dari Kelana.
Kelana melirik Kenan, sangat bersyukur karena Kenan datang tepat waktu. Andaikan Kenan tidak datang memeluknya, mungkin Kelana akan pingsan saat itu juga.
"Saya tidak akan nanya, kok," balas Kelana pelan, masih terlihat sedikit shock. "Makasih sudah menolong saya."
Sebelah alis Kenan terangkat. "Saya pikir kamu akan mengira saya lagi modus."
Kelana hampir tersedak, kedua matanya menatap sang bos terkejut. Dia bahkan baru tahu kalau Kenan tahu mengenai kosa kata 'modus' mengingat Kenan itu gaulnya bukan dengan anak muda tetapi dengan orang berumur yang lebih mengutamakan bisnis dan uang.
"Bapak tahu apa itu modus? Saya terkejut."
Kenan mengedikan bahu tak peduli. "Calvin sering bicara itu jadi saya cari tahu."
Kelana hanya mengangguk saja, setidaknya perasaannya tidak sekacau tadi. Malah jadi lebih baik berkat keberadaan Kenan yang tidak pernah disangka Kelana.
"Tapi kok Bapak bisa ada di sini?" Kelana baru ingat hal tersebut, bukankah seharusnya Kenan pergi ke Ryan's Fashion? Lalu pertemuannya?" Mendadak Kelana jadi panik sendiri.
"Kamu kenapa?" tanya Kenan bingung saat melihat tingkah absurd asisten pribadinya.
Mood Kelana seketika berubah, bayangan mengerikan yang semula menghantuinya mendadak hilang untuk alasan yang tidak bisa dia mengerti. "Bapak yang kenapa?!" Perempuan itu menghela napas panjang. "Kenapa Bapak malah datang ke sini? Gimana sama kunjungannya, harusnya sekarang ini Bapak pergi ke RF bukan ke rumah sakit ..."
Kenan melengos begitu saja meninggalkan Kelana saat perempuan itu sibuk mengoceh mengenai pekerjaan. Kemudian secara tiba-tiba Kenan menghentikan langkah lantas menarik tangan Kelana seraya memberikan kunci mobil ke tangan Kelana.
"Maka dari itu jangan buat saya khawatir apalagi membuat saya bersikap gila seperti tadi."
Kelana cengo. "Hah?!"
Kenan menghela napas, terlihat lelah menghadapi Kelana yang tidak pernah peka. Dia menunjuk dahi Kelana gemas. "Saya bahkan menyetir sendiri lagi. Sekarang, kamu saja yang menyetir. Saya harus kembali ke kantor."
Kelana semakin cengo, dia memandang bergantian pada kunci di genggamannya dan Kenan yang sudah kembali melangkah pergi. Ada apa dengan bosnya itu? Sikapnya jadi aneh. Kelana mengedikan bahu tidak peduli lantas berjalan mengikuti Kenan.
"Terus gimana sama RF?" Kelana kembali menyinggung masalah kunjungan Kenan. Sejak dahulu Kenan memang sangat enggan mengunjungi salah satu anak perusahaan AR yang satu itu.
Kenan hanya melirik Kelana, sikap hangat yang sempat ditunjukan pada Kelana tadi hilang sudah. Kini Kenan kembali menjadi Kenan yang cuek dan tak berperasaan.
"Duhh, kalau gini saya juga yang repot." Kelana berdecak kesal, tambah kesal lagi saat Kenan berdiri di samping pintu mobil. "Kenapa belum masuk? Mau sekalian saya bukain?" Dia menyindir.
Kenan tidak berkata apa-apa, masuk ke dalam mobil begitu saja hingga amarah Kelana semakin bertambah. Dia tidak memercayai bahwa Kenan memeluknya dengan hangat seperti tadi melihat betapa menyebalkan sikap laki-laki itu.
"Jangan ke kantor," kata Kenan. "Ke restaurantnya Kevin saja."
Mata Kelana menyipit. "Ck, Bapak ini bukan direktur abal-abal, lho. Selama ini Bapak digaji dengan upah yang luar biasa besarnya, masa Bapak mau makan gaji buta. Ya Tuhan, Pak. Tobat!" Dengan seenak jidat Kelana mengatai Kenan.
"Saya yang makan gaji buta. Kenapa malah kamu yang repot?" Kenan balik bertanya dengan tenang.
Kelana mendengus, "Saya cuma mengingatkan."
Kenan mengangguk. "Makasih. Bukannya kamu juga makan gaji buta? Soalnya saya gaji kamu menggunakan gaji buta."
Ingin rasanya Kelana menabrakan mobil ini pada truk yang sedang melaju di depannya, namun Kelana masih sangat menyayangi nyawanya meski hidupnya begitu rumit.
"Saya tidak menyangka kalau Bapak itu menyebalkan sekali!" Kelana mengerem secara mendadak setelah sampai di tempat yang dituju.
"Oh ya? Coba saya ingat-ingat sudah berapa ratus kali kamu mengumpati dan mengatai saya? Sepertinya gaji kamu akan saya potong bulan ini untuk menghukum sikapmu yang kurang ajar."
Kelana mendelik kesal. "Dihhh, tidak sekali hukumannya. Yang keren dong. Daripada potong gaji mending pecat saya sekalian."
Kenan menganggukan kepala mengerti. "Ah, berarti kamu sudah siap menikah dengan saya?"
"Siapa juga yang mau nikah sama laki-laki menyebalkan seperti Bapak?!" seru Kelana kesal.
Kenan terkekeh hingga membuat Kelana yang semula mengoceh tidak jelas langsung terhenti begitu saja. Kedua matanya menatap Kenan tertegun, entah mengapa suara kekehan dan senyum lebar Kenan yang sangat jarang Kelana lihat membuat jantungnya berdegup kencang.
Kenan turun dari mobil dan berputar untuk membukakan pintu mobil Kelana. Menarik tangan perempuan itu yang masih juga tertegun.
"A-apa?" Tiba-tiba saja Kelana jadi gugup.
Kedua mata Kenan menatap Kelana hangat, tangannya terulur mengusap pipi Kelana lembut. "Saya senang kamu marah-marah lagi, itu artinya kamu baik-baik saja." Laki-laki itu merapikan anak rambut Kelana yang mencuat ke mana-mana tertiup angin. "Jangan menangis lagi. Jangan dipendam sendiri. Nanti hati kamu tambah sedih. Kamu bisa percaya sama saya, saya akan berusaha untuk memahami semuanya."
Mulut Kelana seolah terkunci, matanya memandang Kenan dengan pandangan bingung, kagum, dan tidak mengerti.
"Ke-kenapa Bapak bicara seperti itu? Bapak baik-baik saja, kan?"
Kenan tersenyum seraya menjitak kening Kelana. "Karena kamu tunangan saya."
Kelana berdecak seraya mengusap keningnya yang sakit. "Tunangan bohongan juga."
Sesaat pandangan Kenan menajam. "Saya tidak pernah main-main dalam hal apa pun, Kelana." Dia bergumam pelan. "Kamu kelihatan tidak baik-baik saja. tidak perlu ikut saya kembali kantor--"
Kelana mengerjap kaget. "Tapi kenapa? Saya baik-baik saja, kok."
Kenan menggeleng kecil. "Saya tidak mau kamu semakin merusak pekerjaan saya, kamu itu tidak beda jauh sama zombie yang sering ditonton Kevin. Lebih baik kamu bersama Kevin dulu sampai Azra menjemputmu pulang nanti. Syukur-syukur saya lebih dulu datang daripada dia."
Tidak bisa menolak, Kelana hanya mengangguk. Senang-senang saja karena Kenan memberinya waktu libur lagi. Kapan lagi bos gilanya itu bersikap baik seperti sekarang?
"Kamu masuk saja ke dalam, bentar lagi Kevin pasti datang." Kenan melangkah mendekati Kelana lantas mencium kening perempuan itu. "Jangan pikirkan apa pun yang akan mengganggumu. Saya akan berusaha untuk berdiri di samping kamu ketika kamu sedih." Kemudian Kenan masuk ke dalam mobil berlalu pergi meninggalkan Kelana yang tertegun dengan wajah memerah.
Kelana mengerjap seraya memegang kedua pipinya yang masih juga memerah karena ulah Kenan. "Apa dia berniat membuatku jatuh hati? Astaga, bagaimana bisa aku tidak tahan sama pesonanya kalau sikapnya seperti ini terus?" Kelana bergumam tidak jelas seraya masuk ke dalam mall tempat restaurant yang ditangani oleh Kevin berada.
"Lana!" Seseorang berteriak heboh saat melihat kedatangan Kelana.
Kelana balas tersenyum, namun senyumnya langsung menghilang saat Kevin memeluknya terlalu erat. Anak yang satu ini tidak kalah menyebalkannya dengan Kenan.
"Napasku sesak, ishhh lepas ..." Kelana mendorong Kevin dengan kekuatan penuh hingga laki-laki itu terdorong cukup jauh.
Kevin cemberut. "Ishh, mentang-mentang sudah punya status, sekarang jadi gitu ya. Sedih. Patah hati aku ..."
Kelana memutar bola mata. "Dasar lebay!"
Dalam sekejap ekspresi Kevin yang semula cemberut langsung tersenyum lebar, dengan riang dia merangkul bahu Kelana. "Melihat kejadian tadi, sepertinya aku harus mamfaatin waktu yang ada sebelum Kak Ken bener-bener melamar kamu."
Sontak saja Kelana kebingungan. Dia memang sedikit bodoh dalam hal seperti ini. "Apa sih?"
Kevin memutar bola mata, merutuki kebodohan dan ketidak pekaan Kelana. "Duh, padahal aku bicara sejelas itu, lho. Masa kamu tidak ngerti."
Kelana hanya mencibir, dia membiarkan saja Kevin merangkulnya karena dia tahu, seberusaha apa pun Kelana melakukannya tangan itu akan tetap merangkul bahunya.
"Gimana sama Takoyaki? Bukannya kamu tugas di sana?" Kelana bertanya menatap Kevin.
Kevin mengedikan bahu. "Di sana tidak seru, meski banyak perempuan cantiknya. Tapi menurutku tidak ada yang lebih cantik daripada kamu--"
"Kevin?" Kelana menginterupsi karena dia tahu Kevin akan mengoceh tidak jelas.
Kevin terkekeh, "Iya. Sumpah, di sana tidak ada yang seru. Bossn meski banyak pelanggan, aku cuma dijadiin pelayan, mana banyak tante girang lagi." Kevin bergidik ngeri saat membayangkan para tante girang menggodanya. "Tapi di sini aku bisa bereksprerimen."
Kevin menempatkan Kelana di meja yang paling nyaman di restaurant dan menyuruh perempuan itu menunggu beberapa saat karena Kevin berniat untuk menunjukan eksperimennya pada Kelana.
"Teh Chamomile bisa membuatmu semakin tenang, aku juga sudah buatkan sup ayam dengan banyak wortel khusus untukmu supaya darahmu yang diambil sama lintah itu kembali bertambah, steak dan ice cream cake rasa cokelat." Kevin mengedipkan sebelah mata seraya memberikan segelas teh chamomile pada Kelana.
Kelana tersenyum, segera meminum teh tersebut, Kevin ini memang jagonya meracik makanan atau minuman. Pantas saja Eric lebih menempatkan Kevin dalam bidang kuliner daripada bisnis seperti Kenan.
"Makasih."
Senyum Kevin semakin melebar. "Apa sih yang tidak buat kamu, Sweet." Dan Kevin langsung mengaduh kesakitan saat Kelana menendang tulang keringnya. "Sakit, Lana. Astaga! Kamu ini manusia atau Hulk versi perempuan, sih?!"
"Terserah kamu saja. Yang penting kamu bahagia." Kelana berdecak karena Kevin terus-terusan membuat dia kesal.
Kevin mendengus, namun sesaat kemudian dia menatap Kelana serius. "Aku benar-benar nanya, apa kamu sudah jatuh cinta sama Kak Ken?" Dia bertopang dagu seolah sedang memikirkan sesuatu. "Aku tadi lihat kalian. Ini pertama kalinya aku lihat Kak Ken bersikap sehangat itu. Padahal biasanya, Kak Ken dingin sekali sama perempuan."
Kelana menatap Kevin ingin tahu.