Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 17 Kevin Menyerah?

Bab 17 Kevin Menyerah?

"Meski pun kamu menyebalkan dan membuatku lelah, kamu satu-satunya orang yang kupunya."-Masha and The Bear

"Makasih," kata Kelana ketika seorang pelayan mengantarkan makanan padanya. Dia menatap Kevin seraya tersenyum lebar. "Makasih loh makanannya, sepertinya enak."

Kevin balas tersenyum. "Tentu saja enak, harusnya Dion mempercantik tampilannya dulu. Kesannya seperti sup biasa," komentar Kevin sambil mengamati sup ayam di hadapan Kelana.

Kelana memutar bola mata. "Ini 'kan memang sup biasa. Bukan sup luar biasa."

Kevin langsung berdecak kesal. "Ck, makanan apa pun yang dibuat sama aku itu pasti luar biasa enaknya."

Kelana hanya tersenyum, mencicipi sup ayam buatan Kevin. Tidak terlalu buruk, enak malah. Sepertinya Kenan dan Kevin itu jago masak. Sesaat gerakan Kelana terhenti saat teringat sesuatu, dia menatap Kevin serius.

"Soal tadi, apa maksudmu? Kenan tidak pernah bersikap hangat sama perempuan lain?" Kelana bertanya bingung, tapi kalau dipikir-pikir dia memang tidak pernah melihat Kenan berinteraksi dengan sangat hangat pada perempuan. Setiap kali kencan buta, maka Kenan akan menyuruhnya untuk menelepon laki-laki itu.

"Hanya karena saya melakukan kencan buta, bukan berarti saya selingkuh." Adalah kalimat yang selalu Kenan katakan ketika Kelana menelepon sesuai perintah, tanpa peduli dengan wanita yang dikencaninya. "Ini hanya formalitas dan menyenangkan hati Mama. Tunggu saja. Saya akan membawamu menemui orangtua saya ketika semuanya sudah siap. Saya juga merindukanmu."

Kelana pikir Kenan sudah gila, ketika ditanya kenapa? Kenan bilang dia tidak suka pada wanita yang menjadi teman kencannya. Dan sayangnya, Kenan tidak pernah suka pada semua wanita yang dipilihkan oleh Rima, hingga Kelana pikir Kenan itu gay.

Pernah suatu kali Kelana lupa menelepon Kenan ketika bosnya itu sedang kencan buta, dan setelahnya Kenan marah sampai tidak mau bicara dengannya. Kelana sampai harus merelakan hari liburnya yang sangat berharga untuk membereskan seluruh ruang di apartemen Kenan hanya agar bos sintingnya itu tidak marah lagi padanya.

"Pokoknya harus kamu lakukan! Pakai alarm kalau perlu." Dan itu pertama kalinya Karan melihat Kenan lepas kendali, padahal Kenan adalah orang yang sangat mengontrol emosinya agar tidak lepas.

Kevin melambaikan tangan di depan wajah Kelana, sedari tadi perempuan itu melongo. Sesekali menelengkan kepala, mengerutkan kening lalu menggeleng, persis seperti orang gila baru, setidaknya menurut Kevin.

"Woii, kenapa? Melamun terus?" Mata Kevin menyipit. "Jangan-jangan kamu lagi mikirin Kak Ken, ya? Astaga, apa tidak ada kesempatan buatku untuk mendapatkan hatimu? Aku sudah menunggu begitu lama, tapi perjuanganku sia-sia."

Kelana yang semula sedang tersenyum langsung memasang wajah datar, dengan kesal dia menendang kaki Kevin lagi. "Dasar lebay!"

Kevin memutar bola mata. "Sudah berapa kali sih kamu mengatai aku 'lebay'? Sedih tahu?!"

"Memang aku pikirin."

Kevin semakin jengkel. "Ck, kenapa sih Kak Ken suka sama perempuan seperti kamu? tidak ada anggun-anggunnya juga, yang ada menyebalkan minta ampun, mana suka nendang kaki orang, makannya banyak, jelek lagi."

Kelana mendelik kesal. "tidak apa-apa, seperti itu juga toh sudah punya tunangan tajir, lha kamu. Masih jomblo saja, kasihan. Mau aku kenalin sama temen aku? Eh, tidak deng, temen aku juga sudah punya tunangan mau nikah malah. Ahh, paling yang masih bebas itu Bang Azra? Mau?"

Kevin terperangah, merasa kesal karena ditendang balik oleh Kelana malah ini lebih menohok. Laki-laki itu mendesah panjang, kenapa juga sampai sekarang dia masih jomblo?

"Aehh, abaikan saja!"

Kelana terkekeh, "Makanya jangan suka ngejek."

Kevin cemberut, dia kembali menopang dagu dengan tangan dan memperhatikan Kelana yang asik memakan sup ayam. "Kayaknya aku harus menyerah benar-benar, deh."

Kelana menatap Kevin bingung. "Hah? Nyerah apa?"

Kevin menghela napas panjang. "Iya, menyerah perjuangin kamu."

Kelana tersedak seketika, dia segera mengambil air yang diberikan Kevin. Memandang laki-laki di hadapannya dengan kesal, sejak kapan pula Kevin memperjuangkannya? Setahu Kelana, selama ini Kevin bukan memperjuangkan dirinya atau setidaknya membuat dia bahagia tapi Kevin malah membuat Kelana menderita setengah mati.

"Ngaco! Emang perjuangan apa yang kamu lakuin?!" Kelana mendengus kesal.

Kevin nyengir lebar. "Aku sedih loh kamu tidak pernah sadar sama perjuangan aku buat dapetin kamu."

Kelana melengos, lebih memilih fokus menghabiskan sup ayamnya. "Adek sama kakak sama saja. Sama-sama gila!"

Kevin merengut. "Aku bisa laporin kamu atas pencemaran nama baik, lho."

"Sana laporin saja! Memang aku peduli! Syukur-syukur kalau masuk penjara. Aku bisa bebas dari orang macam kalian berdua."

Seketika tawa Kevin lepas hingga menarik perhatian para pengunjung. "Aku seneng loh kamu marah-marah, itu artinya kamu sudah baikan, dan aku juga bisa dapat motor baru, yeay!"

Kelana hanya bisa melongo karena tidak mengerti, kemudian Kevin menunjukan pesan yang dikirim oleh Kenan.

"Tahu tidak, pas waktu Kak Ken tahu kamu pergi ke rumah sakit. Dia panik sekali--itu yang dikatakan sama Calvin--terus nelepon aku. Kak Ken menyuruhku untuk membuatkan makanan yang bisa membantu menambah darah. Awalnya aku tidak mau, terus Kak Ken marah, maksa nyuruh buatin makanan sambil bicara akan memberi aku motor baru. Ya 'kan aku orangnya mana tegaan, ya sudah aku cari deh makanan yang bisa nambah darah di Mbak Google."

Kelana mendengus, dia yakin motor yang akan diberikan Kenan bukan motor seperti yang dibayangkan Kevin saat ini, bagaimana pun juga dia sangat memengenali sifat Kenan. Meski sebenarnya tidak terlalu mengenal juga. Kenapa Kevin begitu yakin kalau kakaknya menyukai dirinya.

"Itu pertama kalinya Kak Ken seperti itu." Kevin kembali berkata. "Kamu juga pasti tahu kalau Kak Ken itu tenang sekali seperti air. Tapi ini, dia panik sekali hanya karena kamu tidak pamitan secara langsung sama Kak Ken." Dia menghela napas panjang. "Bukan sepertinya lagi kalau Kak Ken mau nunjukin perasaannya secara terang-terangan sekarang."

Kevin menghela napas. "Tugas utamaku adalah membuat moodmu membaik, membuatmu kesal dan membuatmu tersenyum. Itu tugas utama yang dikasih sama Kak Ken karena katanya Kak Ken lagi ada kerjaan."

Kelana sama sekali tidak berkomentar apa pun, berusaha untuk memahami maksud Kevin. Meski dia pernah berpacaran, namun sebenarnya dia tidak terlalu mengerti mengenai hubungan asmara. Sebab itu Adel sering mengejek Kelana yang tidak pernah peka dalam hal apa pun.

"Kenan panik karena aku belum menyelesaikan tugasku, dia hanya ..." Kelana tidak bisa menyahut lagi, bukankah yang dimaksud Kevin mengenai menunjukan perasaan secara terang-terangan adalah bahwa Kenan memiliki perasaan pada Kelana.

"Kamu juga tahu kalau Kak Ken itu susah sekali suka sama seseorang, bukan hanya pada perempuan saja, laki-laki juga sama. Dia lebih suka menyendiri sampai membuat Mama khawatir. Kak Ken sering diomeli sama Mama karena tidak pernah mau gaul atau sekedar main dengan teman, atau bahkan mengenalkan pacar ke Mama sama Papa."

Kepala Kelana meneleng, bekerja setahun lebih dengan Kenan tidak membuat Kelana tahu mengenai masa lalu atau kehidupan pribadi Kenan. Laki-laki itu terkadang terlihat cukup misterius.

"Kenapa Kenan seperti itu? Dia terlihat normal-normal saja."

Kevin menunduk, tidak mau memandang mata Kelana. "Kak Ken memang normal, hanya saja dia sedikit trauma mungkin." Dia mengedikan bahu. "Makanya kami semua terkejut sekali waktu Kak Ken mengenalin kamu ke keluarga meski sebagai asisten pribadi." Kevin tersenyum. "Itu merupakan kemajuan yang hebat. Dan juga ... seenggaknya membuatku yakin kalau Kak Ken baik-baik saja."

Kelana hanya mengangguk, dia bahkan tidak pernah memikirkan bahwa mungkin masa lalu Kenan tidak terlalu baik. Perempuan itu mendesah panjang, sepertinya dia harus bertanya pada Calvin untuk memuaskan rasa penasarannya.

Kevin terkekeh pelan. "Mungkin kamu tidak tau. Tapi, semua orang tau ..." Dia menghela napas panjang. "Aku harus benar-benar menyerah setelah ini."

Kelana mengerutkan kening tidak mengerti.

***

Raga: Semua barang-barangmu yang ada di apartemen diambil sama Om Reno.

Mata Kelana membelalak terkejut, dia melihat sekitar. Kevin sedang pergi entah ke mana. Dia hanya mengirimi pesan singkat pada laki-laki itu lantas segera pergi meninggalkan restauran. Bagaimana pun juga dia harus pergi ke apartemennya, bisa kacau jika Reno dan Vera membongkar semua isi lemarinya.

Benar saja, semua pakaian di lemari Kelana hilang begitu juga dengan sepatu dan koper. Sontak saja Kelana menggersah kesal, tanpa peduli bahwa dia sedikit lelah karena berlari tanpa henti kecuali saat sedang di dalam taksi, Kelana kembali pergi menuju rumah orangtuanya, meski sebenarnya dia sangat enggan pergi ke sana.

"Kenapa kalian membawa semua barang-barang saya?" tanya Kelana begitu masuk ke dalam rumah yang tidak pernah dia kunjungi tiga tahun terakhir. Kedua matanya menatap tajam Reno dan Vera.

"Mulai sekarang kamu akan tinggal di sini, sebab itu saya membawa semua barang-barangmu." Reno berkata datar tanpa menatap ke arah Kelana.

"Tapi, saya tidak mau. Di mana barang-barang saya?" Pandangan Kelana menatap ke seluruh ruang tamu, hingga akhirnya dia melihat kopernya di samping sofa yang diduduki Vera.

Reno menurunkan koran lantas menatap Kelana tajam. "Kamu ingin membuat ulah dengan tinggal di apartemen sendiri? Apa kamu berniat mencoreng nama saya dengan kelakuanmu."

Tangan Kelana terkepal, Reno bicara seolah dirinya selalu melakukan kesalahan besar. Padahal semenjak tinggal bersama Reno, belum pernah Kelana berbuat ulah hingga mempermalukan nama Reno. Bahkan tidak banyak orang yang tahu bahwa dirinya adalah putri pertama Reno.

"Apa saya pernah membuat Anda malu karena perilaku saya?" tanya Kelana kesal. "Bahkan orang-orang saja tidak tahu kalau nama saya tercantum di akta keluarga ini. Lalu, apa yang membuat Anda takut?"

"Setelah kamu bertunangan dengan salah satu keluarga Ratama, mereka pasti akan mencari tahu latar belakangmu."

Kelana menghela napas. "Tidak perlu takut, Kenan sudah mengurus semuanya. Tidak akan ada orang yang tahu."

"Apa pun alasannya, kamu harus tetap tinggal di sini. Setidaknya kamu harus siap siaga jika terjadi sesuatu pada Putih."

Rahang Kelana mengeras, kesabarannya benar-benar habis. Ketika dia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba Vera melempar kartu berwarna hitam kecil ke meja. Matanya menatap Kelana mengejek.

"Tidak pernah mempermalukan keluarga ini katamu. Lalu itu apa? Ancaman apa yang kamu katakan pada Kenan? Seberapa matrenya kamu? Sudah berapa kali Kenan menidurimu sampai-sampai memberikan salah satu kartu kreditnya."

Pandangan Kelana berubah kosong, dia bahkan tidak seperti yang dikatakan Vera. Perempuan itu berusaha mengatur napas.

"Menjijikan. Ibu dan anak sama saja." Vera kembali berkata.

"Kebetulan sekali kamu datang ke sini," kata seseorang dari arah belakang, berjalan lalu berhenti tepat di samping Kelana. "Kartu kreditku kamu ambil 'kan? Untung waktu itu kamu masih tetap tinggal, kalau tidak aku bisa kehilangan kartu kreditku."

Kelana hanya bisa mengerjap kaget.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel