Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Sandwich

Bab 14 Sandwich

"Kamu harus cari tahu apa yang membuatmu bahagia dan berhenti berusaha menjadi seseorang yang bukan dirimu."-The Swap

"Jadwal saya apa saja hari ini?" Kenan bertanya, begitu senang memandangi dan memperhatikan Kelana lekat-lekat.

Kelana menatap Kenan, berusaha untuk tersenyum meski sebenarnya dia sebal. "Bukan saya lancang atau apa, tapi pagi ini saya belum menyusun jadwal Bapak. Jika sudah tiba di kantor, saya akan segera menanyakan jadwal yang sebelumya disusun oleh Calvin."

Kenan mengangguk. "Apa tidurmu nyenyak? Kenapa kemarin kamu tidak menghubungi saya?"

Kelana tidak tahu harus bereaksi apa, pertama: dia sedang menyetir dan menyetir itu membutuhkan konsentrasi penuh apalagi sekarang ini jalanan macet sekali, kedua: Kelana benar-benar bosan dan pusing karena sedari tadi Kenan terus bertanya hal yang tidak penting.

Lagi pula, bukannya Kenan itu tipe laki-laki pendiam? Kenapa sekarang bosnya itu cerewet sekali?

"Soalnya ... saya lupa." Kelana menjawab dengan sangat polos, lagi pula dia tidak berbohong, kemarin dia lupa menghubungi Kenan hingga ketiduran.

"Lain kali jangan lupa." Kenan kembali menoleh pada Kelana. "Biar saya saja yang telepon. Dan, kamu harus angkat. Sayang pulsa dan kuota saya kalau tidak kamu angkat."

Kelana hanya bisa tertunduk sedikit seraya menghela napas sepanjang-panjangnya. Sabar mana lagi yang harus dia gunakan untuk menghadapi Kenan?

"Akan saya usahakan." Setelah berkata hal tersebut, Kelana segera turun dari mobil dan berjalan membukakan pintu mobil untuk Kenan.

Tampaknya Calvin sedang menunggu Kelana dan Kenan karena laki-laki itu masih berada di basement kantor dengan pinggang menyandar ke kap mobil sedangkan kedua tangannya tersilang di depan dada.

"Kenapa kalian terlambat?" tanya Calvin sedikit kesal. "Jangan bilang alasannya macet!" Calvin memotong saat Kelana hendak menjawab. Laki-laki itu memutar bola mata lantas mendekati Kelana dan Kenan. Matanya menyipit curiga. "Jangan-jangan kalian ..."

Kenan tidak memedulikan Calvin lalu berjalan melewati sekretarisnya itu begitu saja lengkap dengan wajah datar. Calvin yang tampak seperti sudah biasa disikapi seperti itu oleh Kenan hanya berdecak pelan sambil mengumpati Kenan agar merubah sikapnya.

"Aku minta jadwalnya Pak Ken."

Calvin mensejajari langkahnya dengan langkah Kelana yang terbilang cukup cepat untuk ukuran seorang perempuan. "Sip, nanti aku kirim ke email kamu. Sudah aku susun sampai weekend nanti."

Kening Kelana langsung berkerut. "nNomong-ngomong, apa weekend nanti Pak Ken ada jadwal? Padat seperti biasa tidak?"

Calvin berpikir sesaat. "Kayaknya tidak, deh. Minggu-minggu ini Ken sibuk sekali. Dia bahkan tidak ada waktu buat tidur seperti biasa."

Kelana melongo, Kenan tidak tidur saat bekerja? Berita yang luar biasa mengingat setiap waktu bosnya itu dihabiskan dengan tidur dan bermalas-malasan. Paling keluar saat ada rapat yang tidak bisa diwakili oleh Calvin.

"Luar biasa, kan? Saat kamu tidak masuk hari pertama, behh itu masalah di kantor kacau sekali."

Dalam hati Kelana mengangguk. Tentu saja pasti kacau mengingat apa yang dilakukan Kenan sangat keterlaluan.

"Terus Kenan turun tangan. Dia bantu beberapa divisi yang kacau gara-gara dia. Dan hebatnya dia cuma menyelesaikan semua itu dalam satu hari, meski sebenarnya dibantu sama tim juga. Hebat, kan? Makanya kamu jangan heran kalau Kenan bisa jadi direktur." Calvin tersenyum mengejek saat teringat umpatan yang selalu dikatakan Kelana ketika perempuan itu sedang sebal pada Kenan. "Rapat yang kemarin itu rapat terakhir. Sekarang kondisi perusahaan mulai stabil lagi."

Kelana hanya menganggukan kepala, padahal dia sangat ingin tahu bagaimana Kenan bekerja sungguh-sungguh.

Ketika mereka memasuki lobi, perlahan semua pandangan langsung tertuju pada Kelana. Suasana yang semula sedikit hening kini berubah riuh, beberapa dari mereka ada yang menunjuk-nunjuk ke arah Kelana dengan berbagai tatapan.

Kelana mengusap tengkuk, tiba-tiba merasa merinding. "Apa mereka semua tahu tentangku? Tentang berita itu?" Kelana bertanya-tanya seraya melihat ke sekitar dengan horor, belum pernah dia merasa seperti ini.

Sebelah alis Calvin terangkat lalu terkekeh pelan. "Ini sih lebih mending, coba kalau kamu masuk kemarin lusa. Aku jamin kamu tidak akan tahan kerja."

Kelana menatap Calvin terkejut, sebegitu mengerikannya sampai-sampai tidak tahan bekerja? Perempuan itu mendesah panjang. Tidak heran juga sebenarnya, Kenan cukup populer dikalangan perempuan di kantor, hampir semua orang tahu tentang Kenan. Bukan karena kemasalannya, percayalah, tidak ada yang tahu seperti apa Kenan sebenarnya. Di mata para perempuan, Kenan itu laki-laki keren dengan ketampanan di atas rata-rata, seorang direktur sukses, juga anak pemilik perusahaan. Kurang apalagi coba.

Makanya mungkin mereka terkejut, salah satu laki-laki most wanted ternyata sudah ada yang punya.

"Ahh, aku baru sadar sekarang," kata Calvin tiba-tiba, dia menoleh ke arah Kenan. "Kamu pasti sengaja 'kan meliburkan Lana dua hari kemarin? Biar gosip dan masalahnya reda sedikit. Biar pas Lana masuk kerja, keadaannya jadi tenang."

Kelana ikut-ikutan menatap Kenan dengan penasaran. "Apa Calvin benar?"

Awalnya Kenan tidak merespon pertanyaan Calvin, namun saat Kelana bertanya tiba-tiba responnya jadi sangat cepat. "Menurut kamu?"

Kening Kelana berkerut. "Menurut saya? Eng, ya mana saya tahu. Aishh, Bapak ini gimana."

Kenan tersenyum yang langsung direspon secara berlebihan oleh para wanita yang kebetulan sedang berkumpul di depan lift.

"Dari dulu aku sudah menyangka, sih. Tiba-tiba Pak Kenan punya asisten pribadi perempuan lagi." Terdengar suara bisikan dikumpulan wanita itu. "Biasanya 'kan Pak Ken tidak terlalu suka kerja sama perempuan, tapi ini? tetap saja aku terkejut."

"Menurut aku, Kelana tuh yang mulai duluan ngegoda Pak Kenan."

Tadinya Calvin ingin membentak kumpulan wanita itu andaikan pintu lift belum tertutup. Laki-laki itu memandang Kenan dan Kelana kesal, bagaimana bisa mereka begitu santai padahal Kelana dihina seenak jidat oleh kumpulan wanita menor itu.

Kelana menatap Calvin lelah. "Masalahnya aku tidak peduli. Hak mereka buat ngehina aku atau siapa pun." Dia mendesah panjang. "Aku sudah biasa, tenang saja."

Pandangan Calvin langsung tertuju pada Kenan. "Ini semua gara-gara kamu, harusnya kamu tanggung jawab bukannya diam saja!"

Kenan membalas pandangan Calvin dengan datar. "Calvin, saya tahu kamu kesal karena belum dapat pasangan, tapi marahnya jangan melampiaskan ke saya."

Calvin geregetan sendiri, dia tidak memperhatikan smirk di bibir Kenan saking sibuknya menggersah keras-keras agar Kenan dan Kelana tahu bahwa dia sedang kesal. Saat lift terbuka di lantai sembilan, Calvin segera keluar tanpa menunggu Kelana dan Kenan dahulu.

"Pagi, Pak Kenan, Pak Calvin dan Kelana!" Para tim yang bekerja langsung di bawah Kenan langsung menyapa dengan ramah.

Kenan hanya mengangguk seraya tersenyum kecil, lain lagi dengan Calvin yang melambaikan tangan bak seorang aktor terkenal. Tadinya Kelana ingin menyapa mereka tapi karena Kenan tidak berhenti dengan sangat terpaksa Kelana mengikuti Kenan pergi.

"Nanti kita bicarakan." Kelana menggerakan bibirnya, senang karena mereka mengerti maksudnya apa.

Setibanya di ruangan Kenan, Kelana segera mengecek tabletnya. Rupanya Calvin masih juga belum mengirimkan jadwal Kenan. Dengan kesal perempuan itu pergi ke meja Calvin yang terletak di depan ruangan Kenan.

"Calvin, kamu belum kirim jadwalnya Pak Ken? Atau memang tidak ada jadwal?" tanya Kelana berdiri di depan meja Calvin.

Calvin mengangkat kepala. "Baru saja aku kirim, coba cek sekarang."

Kelana segera mengecek email, baru saja masuk. Setelah mengucapkan terima kasih, Kelana segera masuk lagi ke dalam ruangan Kenan. Bosnya itu sedang duduk bertopang dagu di sofa yang diperuntukan untuk tamu dengan kedua mata menatap serius berkas di atas meja.

Kenan segera menutup berkas tersebut saat menyadari kedatangan Kelana.

"Kenapa ditutup berkasnya?"

"Soalnya tidak penting," Kenan menyahut datar.

Kelana hanya mengangguk tidak peduli. "Pukul sepuluh Bapak ada rapat dengan divisi pemasaran hingga ..." Kepala Kelana meneleng saat melihat jadwal yang disusun Calvin, apa laki-laki itu tidak salah membuat jadwal? Perempuan itu mendengus pelan. "Hingga pukul dua belas. Setelah jam makan siang hingga pukul dua kosong. Lalu, pukul setengah tiga sore Bapak--"

"Jadwal yang biasa," potong Kenan terlihat malas. "Tolong cancel jadwal mengunjungi Ryan's Fashion."

Kelana tersenyum lebar. "Maaf, tapi saya sama sekali tidak bisa melakukan hal tersebut. Perlu saya ingatkan satu bulan lagi RF akan meluncurkan produk dan desain baru, tentunya disemangati oleh banyak orang. Dan juga, ini perintah langsung dari pak dirut, yang harus saya ingatkan juga bahwa beliau adalah ayah Anda."

Kenan mendesah panjang, tampaknya menyerah jika itu menyangkut sang ayah.

"Bapak ingin apa untuk makan siang? Seperti biasa atau mau yang lain?"

Sesaat kening Kenan berkerut. "Siang ini saya ingin makan siang di kantin kantor." Matanya menatap Kelana tajam. "Kamu juga harus ikut."

Dalam hati Kelana mendengus kesal, bisa-bisanya gosip mengenai dirinya makin ganas. "Baik, Pak. Ada yang dibutuhkan lagi?"

Kenan menggeleng.

"Baik, saya permisi dahulu." Kelana mengangguk pelan lantas berjalan keluar ruangan, namun ketika dia sudah sampai di depan pintu, tiba-tiba langkahnya terhenti. "Saya lupa." Kelana menjalan mendekati meja Kenan. "Sebelum saya cuti beberapa hari yang lalu saya mendapat email undangan dari Keanu Adrian."

"Keanu Adrian? Ayahnya mau menikah lagi?"

Kelana tidak tahan untuk memutar bola mata. "Ya menurut Bapak?"

"Terus? Keanu mau menikah?"

Kelana menganggukan kepala. "Benar sekali. Resepsinya besok malam. Akan sangat tidak sopan kalau Bapak tidak hadir."

"Kamu persiapkan semuanya. Dan ..." Mata Kenan menyipit. "Kamu akan pergi bersama saya nanti malam."

Tanpa perlu disebutkan pun Kelana tahu bahwa Kenan akan menyuruh dirinya pergi menemani Kenan. "Baik." Kemudian Kelana segera undur diri.

Kelana duduk di samping Calvin--karena dia satu meja dengan Calvin, tentunya mejanya besar dan panjang--lalu menatap laki-laki itu yang makan dengan terburu-buru.

"Belum sarapan?" Tatapan Kelana beralih pada sandwich di tangan Calvin. "Sandwich? Lagi? Lama-lama aku bosan sama sandwich."

Calvin memandang Kelana bingung. "Kenapa memang?"

"Pagi ini aku makan dua sandwich porsi besar. Untung buatan Ken Arok enak."

Calvin tersedak. "Kamu bilang sandwich buatan Kenan?"

Kelana mengangguk dengan raut wajah bingung.

"Yang benar?! Dia buatin sandwich untuk kamu? Whoahh, dia memang sedang jatuh cinta, tapi aku tidak memenyangka dia akan seperti ini."

Kelana menatap Calvin tidak mengerti.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel