Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 CLBK

Bab 11 CLBK

"Aku tetap senang meski pada akhirnya kita tidak bersama, karena setidaknya aku pernah menjadi bagian dari keseharianmu."-Promise

"Dari semua restaurant di mall ini, kenapa kalian malah datang ke sini?" Kelana bertanya kesal, melirik kesal pada Kenan yang duduk di sampingnya dengan wajah datar.

Dengan kompak Calvin dan Azra menyipitkan mata, sedangkan Raga yang duduk ditengah-tengah Calvin dan Azra memutar bola mata.

"Kenapa? Kamu marah karena kepergok mau CLBK-an sama Raga, ya!" tuduh Azra seraya menggelengkan kepala.

Kelana mendengus, "Siapa juga yang mau CLBK-an?!" Dia menarik napas panjang berusaha untuk tetap tenang. "Lagi pula kok Bang Azra bisa makan siang dengan Pak Ken dan Calvin?"

Azra jadi salah tingkah. "Itu ..."

Kelana semakin menyipitkan mata dengan curiga. "Kemarin Abang bilang mau membela aku, katanya tidak setuju aku tunangan dengan Pak Ken, kok sekarang keliatannya Abang deket sekali sama Pak Ken dan Calvin?"

Azra semakin salah tingkah hingga wajahnya bersemu merah. Untuk menyembunyikan rasa malunya dia berdehem pelan. "Abang berubah pikiran."

"Kenapa bisa?!" tanya Kelana dengan suara meninggi hingga menarik perhatian banyak orang. Dia tidak memedulikan keberadaan Kenan mau pun Raga, dia benar-benar kesal pada Azra. "Aku tidak menyangka Abang bisa jadi pengkhianat."

Azra merasa bersalah, dia menatap Kelana sambil tersenyum. "Bukan begitu, Lana. Abang tidak jadi pengkhianat. Selamanya Abang akan setia sama kamu."

Kelana tidak percaya. "Tapi kenapa Bang Azra malah makan siang sama mereka berdua kalau tidak akrab."

Tahu pertengkaran Kelana dan Azra tidak akan berhenti, Calvin segera menengahi dengan berkata bahwa tadi Azra datang menemui Kenan. Namun dia tidak bisa menjelaskan secara lebih karena ada Raga, rasanya mereka sedikit tidak enak bercerita masalah pribadi di depan orang lain.

Kelana menghela napas, dia menatap Azra seolah memberi kode bahwa dia akan melanjutkan pertengkarannya nanti jika sudah pulang ke rumah.

"Jangan marah-marah terus nanti wajah kamu keriput. Nih, minum dulu." Kenan memberikan segelas air pada Kelana. "Azra tidak salah apa pun, kok. Jangan marah."

Kelana mendelik pada Kenan, curiga pasti terjadi sesuatu di antara Kenan dan Azra yang tidak dia ketahui. "Bapak juga, untuk apa makan siang di sini? Kan, biasanya juga makan siang di kantor."

Kenan membalas tatapan kesal Kelana dengan datar. "Saya suka ingat kamu kalau lagi di kantor."

Kelana yang saat itu sedang minum air langsung tersedak saat mendengar perkataan Kenan. Apa benar yang bicara itu Kenan? Bosnya yang pemalas? Bosnya yang selalu menganggap remeh banyak hal? Luar biasa!

Kenan menepuk tengkuk Kelana lembut. "Pelan-pelan minumnya, nanti tenggorokan sama hidung kamu sakit."

Kelana segera menjauh dari Kenan, sedikit tidak nyaman berada di dekat laki-laki satu itu. "Ini juga gara-gara Bapak. Untuk apa coba mengagetkan saya?"

Kenan hanya tersenyum dan kembali menyuruh Kelana untuk minum.

Ketiga laki-laki yang ada di hadapan Kelana dan Kenan seolah jadi patung dadakan. Ekspresi mereka sama: melongo melihat interksi Kelana dan Kenan yang anti mainstream.

Azra berdehem memecah keheningan yang sempat terjadi. Dia menoleh pada Raga yang duduk di sampingnya. "Jadi kalian tidak CLBK-an, kan?"

"CLBK? Cinta Lama Bersemi Kembali maksudnya?" Calvin bertanya dengan penasaran. Azra menganggukan kepala. "Hah, siapa yang cinta lama bersemi kembali?" Calvin heboh sendiri.

Azra memutar bola mata. "Pasti Lana tidak cerita kalau dia pernah jadian sama Raga." Azra mendelik pada Raga yang sedari tadi bersikap begitu tenang.

Calvin langsung menoleh pada Raga. "Yang benar? Kamu pernah pacaran sama Kelana?"

"Tapi dia malah berkhianat dengan berpacaran sama adiknya Kelana." Azra menambahkan, tampaknya laki-laki itu kesal pada kelakuan Raga yang memilih Putih dan meninggalkan Kelana.

"Bang Azra," panggil Kelana, bisa kacau kalau Azra terus mengatakan tentang dirinya dan Raga. Masalahnya, entah Kelana merasa aneh atau apa, di bawah meja dia merasakan genggaman Kenan menguat seolah sedang menahan kesal padahal wajah Kenan terlihat begitu datar tanpa emosi.

"Apa?! Benar 'kan dia itu menyakiti kamu. Mending kalau selingkuhnya sama perempuan lain, tapi ini sama adik. Kurang brengsek apalagi coba?!"

Semua orang kecuali Azra mengedip kaget.

Raga menatap Azra, tidak ada gurat marah di wajahnya. Dia terlihat begitu santai. "Lama tidak ketemu, sepertinya kabar kamu baik-baik saja."

"Jangan sok akrab sama aku!" seru Azra kesal, andaikan tidak ada banyak orang yang memperhatikan sudah dia pukul kepala Raga. Meski usianya terbilang dewasa namun rupanya sikap dan mentalnya seperti anak kecil.

Raga hanya tersenyum kecil, kedua matanya menatap Kenan. "Maaf belum meperkenalkan diri. Saya Raga, teman baik Lana semenjak kuliah. Senang bertemu kalian." Dia mengangguk sopan pada Calvin.

Calvin balas mengangguk. "Saya Calvin, rekan kerja Kelana." Tahu bahwa Kenan enggan dan terlalu malas memperkenalkan diri, Calvin segera mewakili Kenan untuk memperkenalkan diri. "Dia Kenan, atasan sekaligus tunangan Kelana. Kamu mungkin sudah mendengar beritanya."

Mengetahui Raga dan Kelana mempunyai hubungan membuat Calvin waspada. Bagaimana pun juga bisa saja Raga menggoda Kelana meski laki-laki itu sudah mempunyai seorang kekasih.

Lagi-lagi Raga tersenyum kecil, kedua matanya lurus menatap Kelana. "Tentu saja saya tahu. Apa pun jika itu menyangkut Lana pasti saya tahu."

Entah mengapa Calvin merasa perkataan Raga terdengar ambigu, sesaat dia menoleh pada Kenan. Tampaknya bosnya juga menyadari kejanggalan tersebut.

"Tapi, sepertinya kalian tidak terlihat akrab. Pas saya lihat pertama kali, kalian terlihat sedikit canggung." Calvin sedikit memancing, menurutnya Raga itu tipe laki-laki yang akan membeberkan semua hal yang dia tahu mengenai Kelana.

Raga mengangguk membenarkan. "Kami tidak terlalu dekat lagi setahun terakhir."

"Iya semenjak kamu selingkuh sama Putih. Memangnya Lana itu berhati baja sampai tidak sakit hati lihat kamu pacaran sama Putih? Wajar kalau Lana menjauh dari kamu." Azra masih tetap kesal, tidak segan-segan memarahi Raga.

"Begitu?" Lagi-lagi Raga terdengar begitu ambigu, sekilas dia menoleh pada Kelana. Pandangannya mengandung banyak arti. "Tadinya saya tidak mau menyakiti Lana. Tapi, mau gimana lagi."

"Yang sedang kamu pandang sekarang adalah tunangan saya." Untuk pertama kali Kenan membuka suara, terdengar datar juga dingin. Tampaknya laki-laki itu tidak bisa lagi menahan kekesalannya melihat Raga yang seolah tahu semua hal tentang Kelana.

Kepala Raga meneleng, sama sekali tidak terlihat terintimidasi oleh Kenan. "Dan saya adalah teman Lana. Tidak ada bedanya."

Tangan Kenan terkepal kuat, Kelana menyadari hal tersebut. Maka dari itu dia menggenggam tangan Kenan, mencegah bosnya itu agar tidak lepas kendali. Meski Kelana sangat yakin Kenan tidak akan lepas kendali, bagaimana pun juga stok kesabaran Kenan ada banyak.

Raga menghela napas, dia memandang Kenan serius. "Singkirkan dulu basa-basinya, saya ingin bicara serius denganmu. Jangan mengandalkan orang lain jika ingin tahu tentang dia. Semua itu hanya akan membuat saya tambah semangat untuk membawa dia pergi."

Azra mengumpat kesal hampir saja memukul Raga andaikan Calvin dan Kelana tidak menghalanginya. "Kamu sudah keterlaluan! Maksudnya apa coba bicara seperti itu?"

"Semua itu tidak ada urusannya denganmu." Raga menyahut dengan nada datar, dia melihat jam tangan lalu pada Kelana. "Jam makan siang sudah habis. Saya harus segera kembali ke kantor, senang bisa bicara denganmu meski ada banyak gangguan," kata Raga sambil melirik ke arah Azra.

'"Apa kamu lihat-lihat?!"

Raga hanya tersenyum kecil.

Kelana menghela napas lega, setidaknya si pembuat masalah utama akan pergi dengan begitu keadaannya akan kembali tenang tanpa ada adu mulut Raga dan Azra.

Baru beberapa langkah, Raga berbalik menatap Kelana yang juga tengah menatapnya.

"Jadwalnya lusa nanti, kan?" Raga bertanya seperti pada dirinya sendiri, wajahnya berubah antara kesal dan khawatir. "Mereka pasti akan menghubungimu besok. Kuharap kali ini kamu tidak akan datang."

Kelana tertegun setelah mendengar perkataan Raga, dia bahkan lupa kalau jadwalnya lusa nanti.

Raga tersenyum untuk terakhir kali sebelum pergi. "Sampai jumpa lagi." Kemudian dia pergi menjauh.

Setelah kepergian Raga, Azra terus mengomel seperti wanita cerewet sesekali ditimpali oleh Calvin yang rupanya lumayan penasaran pada mantan pacar Kelana. Mereka tidak menyadari perubahan ekspresi Kelana yang sangat kentara.

"Kamu baik-baik saja?" Kenan bertanya saat Kelana sedari tadi diam terus seperti sedang memikirkan sesuatu. "Apa perkataan Raga membuatmu tidak nyaman?"

Kelana menatap Kenan horor, sejak kapan bosnya itu jadi perhatian begini.

"Kenapa kamu menatap saya seperti itu?" tanya Kenan lagi.

Kelana segera menggelengkan kepala. "tidak apa-apa." Dia menatap Calvin dan Azra. "Tapi, kok kalian makan siang ke sini? Biasanya juga di kafe depan kantor."

"Soalnya di sini tempatnya enak. Kamu juga untuk apa ke sini? Pasti sudah janjian sama Raga, ya?" Lagi-lagi Azra menuduh seenak jidat tanpa melihat keadaan dahulu.

Kelana memutar bola mata. "Duh, Bang. Aku datang ke sini sama Adel, cuma dia pergi karena ada kerjaan. Jangan asal tuduh, deh."

Azra mengedikan bahu. "Kan, siapa tahu kalian CLBK-an lagi."

Kelana mendengus, "Siapa juga yang mau CLBK-an. Ngawur!"

"Kamu sudah makan siangnya?" Kenan bertanya seraya melihat piring di hadapan Kelana. "Jangan dulu pergi, di sini saja dulu."

Kelana benar-benar bingung, selama ini Kenan tidak pernah bicara selembut ini. Biasanya bosnya itu akan bicara dengan nada malas atau datar, apa mungkin terjadi sesuatu pada Kenan saat Kelana tidak masuk kerja. Atau jangan-jangan ini perbuatan Azra?

"Kenapa kamu lihat Abang seperti mau bunuh Abang?" Azra bertanya saat Kelana memandangnya dengan sangat tajam.

"Aku masih kesel sama Abang. Katanya Abang tidak merestui hubungan aku sama Pak Ken. Tapi sekarang kelihatannya Abang deket sekali sama Pak Ken."

"Makanya, kamu jangan terlalu percaya sama omongannya laki-laki." Calvin menatap Kelana seraya tersenyum lebar.

Azra berdecak pelan. "Untung kamu tunangannya sama Kenan. Coba kalau sama Calvin. Abang sama sekali tidak akan luluh."

"Oh, berarti sama Pak Ken, Abang, luluh?"

Wajah Azra memerah. "Pokoknya gitu." Dia berdiri. "Abang harus pergi ke kantor. Kamu jangan ke mana-mana lagi setelah dari sini." Tatapannya tertuju pada Kenan. "Pertahankan janji kamu. Kalau kamu langgar, kamu habis sama saya." Kemudian Azra segera pergi, takut diinterogasi lagi oleh Kelana.

"Janji apa?" Kelana menatap Kenan bingung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel