Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Tetapi kemudian, Hilman Natawijaya menggertakkan giginya, tangannya mengeluarkan pistol dari laci, lalu mengarahkannya ke Arsyad Bramasta. Sebelumnya, dia tentu saja memiliki kesempatan untuk mengeluarkan pistol, tetapi dia tidak ingin melakukannya. Bagaimanapun, dia dengan tidak mudahnya membersihkan diri, biasanya menyakiti orang bukanlah masalah besar.

Tetapi jika membunuh orang dengan pistol, maka itu benar-benar adalah hal yang sangat besar. Dan Hilman Natawijaya tidak ada pilihan lain lagi, dua ratus miliar sudah cukup baginya untuk mengambil risiko. Meskipun mulut hitam pistol tertuju di tengah dahi Arsyad Bramasta, tetapi Arsyad Bramasta bahkan tidak berkedip sedikitpun.

Dia tersenyum, lalu berkata, "Tuan, apakah kamu tahu akibat dari mengarahkan pistol ke arahku?”

Wajah Hilman Natawijaya terkejut, "Apakah si bodoh ini tidak takut mati?" Gumamnya.

“Kamu akan mati! Apakah kamu melihat benda di tanganku? Ini adalah pistol! Aku bisa meledakkan kepalamu hanya dengan 1 tembakan sekarang, dan kamu bahkan masih berani berpura-pura hebat.” Hilman Natawijaya langsung bangkit dari kursi, wajah penuh keganasan.

“Kamu berlututlah, lalu mengetukkan kepala 3 kali ke lantai untukku. Dan aku akan mempertimbangkan untuk melepaskanmu.” Ada pistol ditangannya, Hilman Natawijaya langsung arogan, dia harus membiarkan Arsyad Bramasta membayar kembali sepuluh kali lipat penghinaan terhadapnya!

Arsyad Bramasta menyeringai, benar-benar tidak tahu bagaimana orang bodoh ini bisa memanjat sampai ke posisi ini.

“1 ketukan, 20 miliar, ditambah lagi bunga 40 miliar, Tuan Hilman Natawijaya, nantinya kamu harus membayarku 300 miliar.” Arsyad Bramasta berkata tanpa ekspresi.

“Haha, dasar bodoh, sudah sampai saat seperti ini dan masih berpikir aku akan mengembalikan uang. Brengsek, benar-benar tidak tahu bagaimana cara menulis kata mati! Aku beritahu kamu, aku bukan hanya tidak akan mengembalikan sepeser uang pun kepada Shania Twain. Setelah kamu mati, aku masih akan membuatnya berlutut kepadaku, menjadi anjing betinaku.” Hilman Natawijaya berkata dengan semangat, seolah-olah sudah melihat adegan Shania Twain berlutut dihadapannya.

“Hahaha, kamu ingin mati mengenaskan?” Mata Arsyad Bramasta terlintas sebuah cahaya, dalam sekejap menghilang dari hadapan Hilman Natawijaya.

Pupil mata Hilman Natawijaya langsung menyusut, menembak kearah Arsyad Bramasta.

“DOR!” Tembakan itu terkena dinding.

Pada saat berikutnya, pergelangan tangannya terasa sakit yang mendalam, kemudian seluruh tubuhnya terpental keluar.

“BUGH!” Hilman Natawijaya terjatuh dilantai dengan kuat, yang menempati posisi awalnya adalah Arsyad Bramasta!

Mata Hilman Natawijaya melebar, rasa sakit dipergelangan tangannya membuatnya hampir tidak berani mempercayai, bahwa adegan didepan mata ini adalah sebenarnya. Didunia ini, bahkan ada orang yang bisa menghindari peluru! Dan juga dijumpai oleh dirinya.

“300 miliar, transferlah sendiri.” Arsyad Bramasta menatap dingin Hilman Natawijaya lalu berkata.

Setelah terkejut, mata Hilman Natawijaya terlintas kegilaan. Dia sudah kalah, selama lebih dari puluhan tahun di Kota Cadia, dia dari seorang tunawisma menjadi seorang miliarder. Tetapi tidak disangka, hari ini terkalahkan dengan seperti ini.

Kalah di tangan seorang pemuda yang baru saja ditemui.

“Aku tidak punya uang, kamu bunuhlah aku, hahaha…” Hilman Natawijaya tertawa gila.

Ia sampai sekarang bahkan tidak mengerti, mengapa dirinya bisa bertemu dengan orang hebat yang bisa menghindari peluru ini. Arsyad Bramasta tertawa dingin, tanpa berbicara lalu langsung menembak kaki Hilman Natawijaya.

“Ah!” Rasa sakit yang kuat langsung membuat wajah Hilman Natawijaya memelintir.

“DOR!” Arsyad Bramasta mengangkat tangan dan sebuah tembakan lagi, tanpa mengedipkan matanya.

Darah segar memercik di lantai, dahi Hilman Natawijaya penuh dengan butiran keringat. Matanya memerah, penuh dengan garis merah, dia sangat ingin mencabik-cabik Arsyad Bramasta. Melihat Hilman Natawijaya menegaskan tidak ingin mengembalikan.

Arsyad Bramasta mengerutkan kening, menutup matanya. Lalu pistol tertuju ke arah Hilman Natawijaya. Melihat Arsyad Bramasta bahkan memejamkan matanya, sebuah rasa ketakutan dari lubuk hati mengelilingi Hilman Natawijaya.

"Iblis! Dia benar-benar berani membunuh orang."

“DOR!” Tembakan kedua, mengenai tulang kaki Hilman Natawijaya.

Hilman Natawijaya berteriak kesakitan.

“DOR!” Tembakan ketiga, mengenai perut Hilman Natawijaya.

Darah mengalir keluar dari tubuhnya, Hilman Natawijaya merasa dirinya sudah hampir mati. Dia akhirnya mengerti, mengapa Arsyad Bramasta menutup mata. Iblis ini ingin membuat dirinya mengerti, seperti apa rasa ketakutan yang belum diketahui.

Hilman Natawijaya sudah takut, dia tidak berani menjamin bahwa tembakan Arsyad Bramasta selanjutnya tidak akan jatuh ke bagian tubuhnya yang mematikan. Karena, dengan mata tertutup, apapun bisa terjadi!

“Aku mengembalikannya!” Tepat ketika Arsyad Bramasta hendak melakukan tembakan keempat, Hilman Natawijaya akhirnya menyerah.

Arsyad Bramasta membuka mata, Hilman Natawijaya mengeluarkan air mata, ingus, lalu dengan tangan gemetar mengeluarkan ponsel. Dia tidak pernah sedekat ini dengan kematian.

“300 miliar ya, Tuan Hilman Natawijaya, jangan lupa.” Arsyad Bramasta tersenyum tipis.

Senyuman ini di dalam pandangan Hilman Natawijaya, seperti seorang iblis, meninggalkan efek psikologis yang sulit dihapus dalam seumur hidup. Dia benci, membenci dirinya mengapa tidak mendengarkan dari awal, bersikeras ingin berurusan dengan Arsyad Bramasta, dan pada akhirnya kehilangan semua asetnya.

Di Villa Keluarga Twain, ponsel Shania Twain tiba-tiba berdering.

Dia mengambil ponsel dengan ragu, lalu ketika dia melihat informasi pengiriman uang, hatinya langsung terkejut. Dia menggosok matanya, lalu menghitung ada beberapa nol dengan teliti. Setelah memastikan bahwa dirinya tidak salah, dia merasa kepalanya sedikit pusing.

"Dalam waktu kurang dari 1 jam, pria tak berguna itu, sudah menagih hutangnya? Selain itu, ia mengirimkan 300 miliar? Bagaimana dia bisa melakukannya?" Mata indah Shania Twain melebar, lalu berpikir dengan tidak mempercayainya.

"Kak, ada apa? Apakah kabar tentang orang itu? Apa ia juga dihajar?" Melihat raut wajah Kakaknya yang berubah, Zahra Twain pun segera tertawa dan mendekatinya.

Ia tak sabar ingin melihat adegan Arsyad Bramasta yang sedang dihajar, "Dasar tidak tahu diri, masih berangan-angan untuk menikahi kakakku? Ia memang harus diberi pelajaran!"

"Tidak."Shania Twain mengerutkan keningnya.

Sekarang yang dia perhatikan bukan cara Arsyad menagih tagihan Rostov Company, melainkan janji dia, "Apakah aku harus menikah dengan sampah ini?"

"apa yang terjadi?" melihat raut wajah kakaknya sedikit aneh, Zahra Twain dengan cepat mengambil handphone, dan saat dia melihat hasil transfer, mukanya langsung kusam.

"300 miliar? Dan transfer dari perusahaan Rostov Company? Apakah ia meminta balik uangnya? Bagaimana mungkin!" Zahra Twain tidak bisa percaya.

"Kak, orang itu pasti hanya beruntung saja. Mungkin Perusahaan Rostov Company sedang bersiap mengembalikan uang dan ia hanya kebetulan saja. Kalau tidak, mungkin Perusahaan Rostov Company salah mengirim uang tersebut. Bagaimanapun, bajingan itu pasti tidak mungkin berhasil. Jangan berfikir terlalu banyak, Kak Shania." Zahra Twain berkata dengan panik.

Ia mengenal kakaknya sendiri dan bisa melakukan apapun yang ia inginkan. Sekarang Arsyad Bramasta meminta uang kembali. Tidak mungkin ia benar-benar harus menikah dengan bajingan itu kan?

"Zahra, kamu masih belum paham dengan Perusahaan Rostov Company. Apakah kamu sendiri percaya dengan kata-katamu?" Shania Twain menghela nafas dan bertanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel