Bab 7
Seketika Zahra Twain pun terdiam. Perusahaan Rostov Company adalah perusahaan besar, uang yang masuk tidak mungkin keluar lagi. Bagaimana mungkin bisa mengembalikan uang? Apalagi salah mengirim uang itu adalah hal yang sangat mustahil.
"Lupakan saja."
Shania Twain seperti kepikiran sesuatu. Bisa meminta hutang dan memperoleh seratus miliar dari Perusahaan Rostov Company dalam waktu yang singkat. Apakah ada kemungkinan kalau Arsyad Bramasta tidak seperti yang mereka kenal?
"Tidak, bagaimana bisa dilupakan begitu saja!" Mendengar kakaknya ada maksud untuk menyerah, Zahra Twain pun semakin panik, "Kak, kamu tidak boleh membuat keputusan begitu mudah. Orang itu pasti menggunakan cara yang licik. Oh iya, ia pasti mengirim dengan uangnya sendiri, mungkin saja, kan?"
Zahra Twain pun tidak bisa lanjut mengarangnya lagi. Jika Arsyad Bramasta memang memiliki uang yang begitu banyak, mengapa ia terlihat seperti orang misqueen?
"Kamu ini!” Shania Twain tersenyum sambil menyentuh mata Zahra Twain yang memerah karena panik, lalu ia berkata, “Kakak memang setuju untuk menikah dengannya, jika ia membayar hutang tersebut. Tetapi kakak tidak berjanji dengannya untuk kapan menikah."
Seketika mata Zahra Twain pun bersinar, "Maksud Kak Shania..."
"Iya, seperti apa yang kamu pikirkan." Shania Twain tersenyum anggun, "Karena ia adalah tunangan kakak, maka ia juga harus menanggung beban yang seharusnya dilakukan sebagai seorang tunangan."
Karena informasi yang didapatkan sebelumnya salah, ia pun ingin mencari tahu apa saja yang disembunyikan Arsyad Bramasta. Ia percaya tidak akan ada seseorang yang bisa lolos darinya. Akhirnya Zahra Twain pun tersenyum dan mengangkat ibu jarinya kepada Shania Twain. Ia sudah tahu bahwa kakaknya tidak akan mudah mengalah.
Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel yang kencang, melihat nomor telepon yang menghubunginya, Shania Twain pun segera mengangkat panggilan.
"Presdir! Mohon Anda segera datang ke perusahaan, laboratorium kita telah dirampas. Dan, Fauzi, ia demi menjaga data perusahaan, ditusuk beberapa kali oleh penjahat!"
Dari seberang sana terdengar suara yang sangat panik, Shania Twain pun segera berdiri dengan wajah yang memucat. GM Twain adalah produk terbaru yang dikembangkan oleh Perusahaan Twain Company. Secara teori, GM Twain memiliki kualitas yang lebih baik daripada produk perawatan kulit terbaik di pasaran. Hasil keuntungan yang diperoleh Perusahaan Twain Company beberapa tahun ini telah digunakan untuk penelitian dan pengembangan.
Melihat semua ini sudah mau berhasil, Perusahaan Twain Company juga bisa lebih berkembang dengan GM Twain.
Tak sangka tiba-tiba terjadi masalah di waktu yang tepat ini, sangat mustahil jika ia tidak panik.
"Kak, ada apa?" Zahra Twain bertanya dengan panik.
Shania Twain pun segera memasukkan ponselnya dan berlari keluar dengan tasnya. Ia pun menjelaskannya sambil mengganti sepatu, "Terjadi masalah pada kantor, aku pergi dulu."
Zahra Twain belum keburu bertanya kepadanya, apa yang harus dilakukan jika Arsyad Bramasta pulang, lalu terdengar suara mobil yang menderu dari luar pintu dan meluncur dengan cepat.
"Masalah terus mendatang, semua ini karena Arsyad Bramasta si pembawa sial!” Zahra Twain memasang wajah murungg dan menyalahkan semua kesalahan ini pada Arsyad Bramasta.
Arsyad Bramasta yang sedang dalam perjalanan melihat sekelilingnya. Jalan yang sepi sama sekali tidak ada satu pun orang, apalagi taksi. Ketenaran Perusahaan Rostov Company memang tertampak jelas.
Namun ia juga tidak buru-buru, lagipula ia sudah meminta kembali hutangnya dan memperoleh seratus miliar. Shania Twain sama sekali tidak dapat mengelaknya. Ia sendiri akan memberi waktu untuk Shania Twain mencernanya, agar tidak muncul masalah lagi.
Tiba-tiba, sebuah mobil Ferrari melewatinya dengan menggunakan kecepatan yang sangat cepat. Seketika Arsyad Bramasta pun terkejut. Ia melihat pria yang duduk di kursi pengemudi tampak gugup, bahkan ada noda darah di lengan baju kanannya.
"A 1 B," Arsyad Bramasta pun langsung mengingat plat mobil tersebut. Tapi setelah itu, ia tersenyum.
Di sini bukanlah Scarlet yang penuh dengan peperangan, bukan juga Askati yang sering terjadi kasus penembakan atau penyerangan teroris. Di sini adalah Aberdeen, negara teraman di seluruh dunia. Bagaimana mungkin terjadi begitu banyak kekacauan. Mungkin orang itu memang sedang dalam keadaan darurat.
Setelah berjalan cukup jauh, Arsyad Bramasta baru mendapat taksi. Sepuluh menit kemudian, di bawah tatapan supir taksi yang janggal, Arsyad Bramasta pun berjalan ke arah rumah besar. Ia langsung bertemu dengan Zahra Twain yang memasang ekspresi wajah tidak sabar di ruang tamu.
Melihat sekeliling, ia sama sekali tidak menemukan sosok Shania Twain, "Dimana Kakakmu?” Arsyad Bramasta mengerutkan dahinya, “Jangan bilang karena kalah taruhan, lalu ingin mengingkarinya!"”
Ia paling tidak takut dengan mengingkari janji. Ia berharap Shania Twain lebih baik kabur dari rumahnya, sehingga ia juga dapat memberi penjelasan kepada orang tua itu.
"Kamulah orang yang mengingkarinya!" Zahra Twain yang sedang khawatir kepada Kakaknya tentu saja tidak mengeluarkan kata-kata yang baik, "Kamu pikir semua orang sama kerennya denganmu? Meninggalkan keluarga sama saja menjadi orang yang tidak berguna."
Arsyad Bramasta mengerutkan dahinya dan tidak mencari masalah dengan Zahra Twain. Ia berkata, "Siapkan makanan untukku. Dan juga bereskan kamar tamu untukku."
"Apa yang ingin kamu lakukan?" Hati Zahra Twain muncul firasat buruk.
"Tentu tinggal disini." Arsyad Bramasta berkata dengan sebagaimana mestinya, "Kakakmu kalah taruhan, maka ia akan menjadi istriku. Tidak tinggal disini, dimana aku harus tinggal?"
Zahra Twain sangat marah, matanya berapi-api dan ia hampir menghancurkan giginya, lalu berkata dengan cuek, "Pergilah! Kamu tidak disambut di sini! Kamu tidak dianggap disini!"
Arsyad Bramasta mengangkat bahunya pelan, "Kamu tidak ingin menunjuk arahnya kepadaku, maka aku akan mencari kamar sendiri untuk kutinggali."
"Dasar tidak tahu malu!" Zahra Twain tidak bisa menahannya lagi, lalu berterikak keras, "Alfandy, usir ia dari sini!"
Awalnya karena peringatan Kak Shania Twain, ia siap untuk bersabar. Tak sangka Arsyad Bramasta begitu tidak tahu malu.
"Tuk! Tuk! Tuk!" Seketika tiga pengawal lari masuk ke dalam. Diantaranya yang paling tinggi dan kokoh memberi salam pada Zahra Twain, lalu memanggilnya "Kak Zahra Twain".
Arsyad Bramasta menyipitkan matanya dan melihat ke arah ketiga orang yang lari masuk ke dalam. Dipikir-pikir juga benar, bagaimana mungkin Keluarga Twain membiarkan kedua wanita ini tinggal berdua tanpa pengawal.
"Silahkan, Pak." Alfandy berjalan ke hadapan Arsyad Bramasta dan melihatnya dengan tatapan sombong. Seketika rasa jijik melintas di matanya.
"Kamu yakin?” Arsyad Bramasta tersenyum tipis.
Alfandy yang berada di hadapannya memang lebih kuat dari para pecundang Perusahaan Rostov Company sebelumnya. Tetapi orang yang merasa dirinya kuat pun tetaplah sampah di matanya.
Arsyad Bramasta yang acuh tak acuh membuat kedua mata Alfandy memerah, "Dasar bajingan, berani-beraninya kamu berlagak dihadapanku. Sepertinya kamu ingin mencari mati!"