Bab 1 Nafsu Gila Calon Pengantin
“Uhh..ahh..eshh..ahhh...Tomi...sudahhh sayangg....jangan sekarangg...eshh..ahhh!” desahan Mona kepada Tomi yang sedang terbakar birahi itu, dimana sang calon suaminya itu sedang mencumbu tubuh setengah telanjang Mona yang telah hanya memakai BH dan celana dalam saja di atas ranjang kamar Mona.
“Ahhh...tubuhmu indah sekali Mona...aku gak tahan liatnya!” suara Tomi yang bergetar dengan wajah memerah karena dirinya sedang tak tahan untuk segera menikmati tubuh sang calon istrinya Mona yang memang bertubuh seksi dan berwajah cantik.
Tomi yang juga sedang hanya memakai celana dalam saja sehingga gundukan rudal besarnya yang nampak telah ngaceng maksimal di balik celana dalamnya, terus mencumbu bibir dan leher bahkan area dada milik sang calon istri, Mona.
“Ceppp..cupp..cupp..mmpphh..cupp..ahhh!” Mona berupaya menahan serangan buas sang kekasih namun tubuhnya juga mulai terangsang hebat oleh cumbuan Tomi itu.
“Tinnn....tinn..tinnn....Mona..buka pintu pagarr....!” suara klakson mobil d depan rumah membuat Mona dan Tomi tersentak kaget karena ternyata sang ibu dan ayahnya Mona telah kembali pulang dari rumah seorang kerabat.
“Cepat Tomi pake pakaianmu....!” Mona yang panik pun segera mendorong tubuh Tomi yang sedang menindihnya itu. Sementara Mona dengan cepat meraih semua pakaiannya yang sempat terserak di lantai kamarnya.
Tomi pun dengan secepat kilat memakai semua pakaiannya dan berlari duduk kembali di ruang tengah dengan nafas yang ngos-ngosan dan jantung berdegup kencang. Sementara Mona berlari ke depan rumah untuk membukakan pagar rumah untuk masuknya mobil kedua orangtuanya itu.
“Owhhh..ada nak Tomi toh, dari kapan datang?’ tanya ibunya Mona yang tersenyum melihat ada sang calon menantu di ruang tengah itu.
“Iiiyya..iya bu saya baru datang juga bu..pakkk!” balas Tomi sambil mencium tangan ibu dan ayahnya Mona.
“Wahh..calon pengantin harus sehat-sehat yahhh..hehe!” timpal ayahnya Mona yang nampak cukup senang dengan kehadiran Tomi dirumah mereka.
“Aamiin..iya pak...!” balas Tomi sambil tersenyum padahal dalam hatinya masih dagdigdug karena hampir saja perbuatan nekatnya tadi dengan Mona ketahuan ortu Mona.
Setelah kedua ortu Mona berlalu dan masuk ke dalam kamar mereka untuk beristirahat, Mona pun dengan mata mendelik dan menarik tangan Tomi agar segera pindah duduk di teras rumahnya.
“Yukkk...kita ke teras aja!” ajak Mona kepada Tomi.
“Maafin aku ya Mona, aku gak tahan tadi!’ ucap Tomi sambil memegang tangan Mona.
“Kan aku sudah bilang, tahan aja dulu kan kita tinggal sebulan lagi menikah!” Balas Mona setengah cemberut meski tadi Mona pun mulai tak tahan juga untuk bercinta dengan Tomi. Toh mereka sudah tak mungkin dipisahkan lagi dengan tersisa sebulan lagi menuju pernikahan mereka.
“Kalo gitu aku pamit dulu deh, gak nyaman kalo kita pacaran ada ortumu di rumah sekarang,” ucap Tomi yang lalu mengecup kening Mona.
“Cepp..Cupp..mmphh!” Mona pun menyentuh pipi Tomi sambil tersenyum mesra.
“Ati-ati di jalan ya sayang!” timpal Mona sambil melihat tubuh sang kekasih pergi menuju motornya dan berlalu pergi dari rumahnya sore itu.
***
Di suatu pagi yang cerah di bulan Juni, Tomi tersenyum bahagia karena sebentar lagi impian terbesarnya akan menjadi kenyataan. Dia akan segera menikahi Mona, kekasihnya yang cantik dan seksi. Hari itu, Tomi memutuskan untuk mengajak Mona berlibur sebagai bentuk perayaan sebulan sebelum pernikahan mereka.
Tomi memilih sebuah hotel mewah dekat pantai di selatan Pulau Jawa. Saat tiba di hotel, mereka disambut oleh pemandangan yang menakjubkan dari balkon kamar mereka yang menghadap ke laut. Tomi dan Mona merasa sangat senang karena liburan ini memberikan mereka kesempatan untuk bersantai sejenak dari persiapan pernikahan yang cukup menyibukkan.
"Mona, apa kamu suka dengan pilihanku?" tanya Tomi sambil memeluk Mona di depan jendela.
Mona tersenyum lebar, "Tentu saja, Tomi. Ini luar biasa. Terima kasih sudah mengajakku ke tempat ini."
Mereka sementara ini memang menyewa dua kamar terpisah, karena keduanya masih menghormati tradisi dan belum sah menjadi suami istri. Kamar-kamar itu terhubung oleh sebuah pintu yang bisa dibuka atau ditutup sesuai keinginan mereka.
"Kamu ingin melakukan apa dulu, Tomi?" tanya Mona sambil duduk di sofa yang nyaman.
"Mungkin kita bisa pergi ke pantai dulu, dan nanti malam kita bisa makan malam romantis di restoran hotel ini," usul Tomi.
Mona setuju, dan mereka berdua pun segera bersiap-siap untuk menghabiskan hari pertama liburan mereka. Setelah seharian bermain di pantai dan menikmati makan malam bersama, mereka kembali ke hotel dengan semangat tinggi.
Namun, semuanya berubah ketika malam tiba. Tomi, yang sudah lama menahan hasratnya, merasa sulit untuk menahan diri lagi. Dia duduk di tepi ranjang, menatap Mona dengan mata penuh keinginan.
"Tomi, apa yang terjadi padamu?" tanya Mona, melihat perubahan ekspresi di wajah Tomi.
"Tidak tahan lagi, Mona. Aku sangat ingin bercinta denganmu sayang!" ucap Tomi sambil mendekati Mona.
Mona tersenyum malu-malu, "Tomi, kita harus menunggu sampai pernikahan. Kita harus menghormati tradisi dan nilai-nilai kita."
Tomi memahami, tetapi hasratnya terlalu besar untuk ditahan. "Mona, aku mencintaimu begitu dalam. Apa tidak mungkin kita membuat pengecualian kali ini?"
Mona berpikir sejenak, kemudian berkata, "Tomi, kita sudah menunggu begitu lama. Apa salahnya kita menunggu sebulan lagi? Ini hanya masalah waktu, dan setelah pernikahan, kita bisa melakukan sebanyak apapun yang kita inginkan."
Meskipun agak kecewa, Tomi menghormati keputusan Mona. Mereka akhirnya memutuskan untuk tidur di kamar masing-masing, namun ketegangan tetap terasa di udara.
Keesokan paginya, suasana di antara mereka terasa canggung. Tomi mencoba untuk mengalihkan perhatian dengan mengajak Mona jalan-jalan di sekitar hotel dan menikmati sarapan bersama. Namun, keintiman yang hilang semalam masih menggantung di udara.
***
Malam kedua di kamar hotel itu dimulai dengan suasana yang tenang. Mona, setelah mengenang momen lucu malam pertama mereka, memutuskan untuk memberikan kejutan kepada Tomi. Dengan hati penuh cinta, dia menyiapkan makan malam romantis di kamar hotelnya dan berencana mengajak Tomi bergabung.
Dengan piring berisi hidangan lezat di tangannya, Mona mengetuk pintu kamar Tomi dengan senyum ceria. "Tomi, aku punya kejutan untukmu. Ayo makan malam bersama di kamarku," ujarnya sambil tersenyum.
Tomi, yang sedang asyik menonton TV, terkejut dan langsung setuju. Mereka pindah ke kamar Mona, tempat aroma makanan yang menggoda sudah menunggu. Meja makan dihiasi lilin dan bunga, menciptakan atmosfer yang lebih romantis.
Namun, kejutan mereka berdua menjadi berbeda ketika Tomi membuka laptop untuk menghubungkannya ke TV. Wajah Mona berubah saat dia melihat judul film yang dipilih Tomi.
"Tomi, apa kamu serius?" Mona bertanya dengan nada terkejut ketika melihat judul film dewasa yang dipilih Tomi.
Tomi tersenyum genit, "Maaf, sayang. Aku pikir ini akan membuat malam kita lebih menyenangkan."
Mona awalnya enggan dan berencana untuk kembali ke kamar sendirian. Namun, Tomi, dengan kepiawaiannya merayu, berhasil membuatnya bertahan.
"Mona, ini hanya bercandaan. Mari kita nikmati malam ini bersama-sama," kata Tomi sambil meraih tangan Mona dan membimbingnya duduk di sofa.
Dengan enggan, Mona akhirnya setuju. Mereka duduk bersama, makan malam, dan menonton film dewasa dengan nuansa humor yang meningkat. Namun, seiring berjalannya waktu, ketegangan yang terasa di udara semakin intens.
Malam itu di kamar hotel, suasana semakin terasa intens ketika Tomi dan Mona terhanyut oleh adegan-adegan panas di film dewasa yang diputar. Mereka duduk bersama di sofa, jarak di antara mereka semakin berkurang seiring berjalannya waktu. Ketegangan yang sulit diabaikan membuat keduanya merasa terikat satu sama lain dengan cara yang baru.
Tomi, yang sudah sulit menahan diri sejak malam pertama, merasa hasratnya memuncak. Sementara Mona, meskipun awalnya enggan, juga merasakan ketegangan yang sulit diabaikan. Adegan-adegan panas di layar membuat atmosfer semakin terasa panas di kamar.
"Lihatlah, Mona. Ini hanya film. Kita bisa menikmatinya tanpa harus terpengaruh," ucap Tomi sambil mencoba meredakan ketegangan.
Namun, pandangan mereka tak terelakkan saling bertemu, dan mereka terhanyut dalam kedekatan yang sulit mereka tahan lagi. Mereka mulai melupakan film yang diputar dan mulai fokus pada perasaan satu sama lain.
Tomi, dengan mata penuh hasrat, melihat Mona. "Mona, maafkan aku jika ini membuatmu tidak nyaman," ucapnya sambil menyentuh lembut pipi Mona.
Mona, meskipun sebelumnya enggan, merasa kelelahan menahan perasaannya. Dia tersenyum dan membalas sentuhan Tomi. "Tidak apa-apa, Tomi. Mungkin ini memang cara takdir untuk membawa kita lebih dekat."
Tomi melihat ekspresi Mona yang penuh perasaan, dan tanpa ragu lagi, dia mendekatkan diri dan mencium bibir Mona dengan lembut. Mona, awalnya terkejut, namun perlahan-lahan merespons ciuman Tomi. Keduanya saling terhanyut dalam momen keintiman yang tak terduga ini.
Pelukan mereka semakin erat, dan ciuman-ciuman mereka semakin berani. Mereka melepaskan diri dari film yang diputar dan fokus sepenuhnya pada satu sama lain. Dalam suasana romantis kamar hotel yang dihiasi cahaya lilin, Tomi dan Mona membiarkan hasrat mereka memandu jalan.
"Aku mencintaimu, Mona," bisik Tomi di telinga Mona.
Mona tersenyum, "Dan aku mencintaimu, Tomi. Kita telah menunggu begitu lama, dan ini adalah saat yang tepat."
Mereka terus mengeksplorasi satu sama lain dengan penuh kasih sayang. Seiring malam berlalu, keduanya merasakan kedekatan yang lebih dalam, melepaskan diri dari ketegangan yang mereka tahan selama ini. Setiap sentuhan, setiap ciuman, menjadi ungkapan dari cinta yang mereka miliki.
Kini Tomi telah berhasil membopong tubuh sang kekasih menuju ranjang kamar hotelnya itu meninggalkan layar tivi lebar yang sedang menayangkan adegan dewasa pria dan wanita. Diletakkannya tubuh Mona di kasur itu. Lalu Mona dengan pandangan mata sayu menatap sang pria pujaan sedang membuka semua pakaiannya.