Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Hari ini Cellyn sengaja untuk berangkat lebih pagi, dan lebih awal bekerja, karena ia takut terjebak macet dan masalah seragam tentu ia punya cadangannya.

Menggunakan pantofel setinggi lima cm dan baju hitam melekat di tubuhnya membuat seseorang ingin berkata bahwa tubuhnya memang sangat ideal.

Pintu lift terbuka segera mungkin memasuki ruangan atasannya Rayler Mark dan meminta izin untuk masuk.

Suara lelaki dari dalam yang begitu berat mengizinkan untuk masuk, gadis itu hanya membuka setengah pintu dari keseluruhan, namun wajahnya kaget melihat bagian kepala Ray telah di balut dengan perban melingkar di kepala, ekspresi Ray hanya memegang kepala dengan satu tangannya.

Cellyn sedikit berlari dan menghampiri, meletakan tas yang ia bawa, apapun yang ia pegang ia letakan di sofa, "Ray kamu kenapa?" Cellyn mendekati Ray.

"Kecelakaan sedikit, tapi tak masalah," balas Ray dengan ekspresi dingin.

Gadis itu memegang kepala Ray dengan kedua tangannya dan meneliti, "aku obatin ya?"

Ray menoleh ke arah nya "Ya..tapi tidak disini, kita akan pergi ke mansion saja."

"Apa boleh?" Tanya Cellyn.

Rayler menelfon salah satu karyawan dan meminta agar meeting hari ini di batalkan.

Rayler berdiri mengandeng tangan Cellyn, "boleh, lagipula tadi aku kesini hanya menunggumu."

**************************

Kini Rayler sudah sampai Mansion miliknya, walaupun tidak semegah dan sebesar yang ia tempati dengan papanya Roberto Mark, tapi Mansion ini adalah milik pribadinya sendiri.

Ray mengajak Cellyn untuk memasuki Mansion beberapa para pelayan yang bertugas membersihkan memberi senyum sapaan kepada tuan nya, karena sangat jarang Ray datang ke Mansion pribadi itu.

Cellyn membalas ramah satu persatu yang tersenyum dengan senang hati.

Ia mengajak gadis itu kedalam kamar, dan sudah lengkap alat obat yang dibutuhkan, segera Rayler menutup pintu kamar itu.

Ray membuka jas hitamnya di depan Cellyn, memperjelas otot-otot hasil Gym nya, dada bidang Rayler sangat menggoda dengan sedikit bulu disana.

Melihat pemandangan itu, Cellyn menjadi susah berkonsentrasi dan sedikit menjadi salah tingkah.

Ray melirik sedikit ke arahnya ia tahu apa yang ada dalam pikiran Cellyn dengan melihat tingkah Cellyn, "apa kau tidak pernah melihat lelaki berganti pakaian?"

Cellyn hanya diam menunduk.

"Kalau atasanya berbicara itu di tatap Cellyn, bukan hanya diam saja." Singgung Rayler.

Ia langsung menatap mendongak ke atas, "a..iya."

Lelaki itu tersenyum lalu duduk di depan Cellyn, "obatin sekarang juga."

Cellyn hanya mengangguk dan membuka kotak obat itu melepas pelan-pelan perban yang ia kenakan, sebenarnya Ray sudah periksa untuk lukanya kepada dokter pribadi, kemarin malam, namun sedikit bermain dengan Cellyn apa salahnya.

"Aduh sakit Cellyn,"

"Maaf."

Cellyn dengan serius mengobati luka di kepala, tubuh Rayler sedikit berdiri, walau keduanya sudah berposisi duduk namun tetap saja Ray lebih tinggi darinya.

"Kemarin kak Alex juga berdarah Ray hampir sama kayak kamu,"

"Ya itu sangat bagus," ketus Ray  spontan.

"Sial aku salah bicara," batin Ray.

Cellyn menatap tajam dan menghentikan tanganya yang tadi mengobati luka Ray, "oh ternyata?"

"Ternyata apa Cellyn?" Ray membulatkan mata.

Cellyn membuang sisa sisa perban itu di bawah, "ternyata... Ternyata..."

Ray berharap tidak akan secepat itu Cellyn mengetahui.

"Sekarang aku tahu, preman itu yang udah pukulin muka kamu? dan kak Alex." Cellyn memegang pundak Ray.

"Jawab Ray! Jawab...Iya kaaann?" Menggoyangkan pundak Rayler.

Ray bernafas lega mendengar ucapan itu, "astaga kau ini, baru saja mengobati, sudah seperti ini,"

Ia langsung mengalihkan pembicaraan yaitu menarik tangan Cellyn menuju bioskop pribadi miliknya yang ada di mansion.

Ray mengajak Cellyn masuk dan segera duduk di sofa itu.

"Mau nonton film apa?"

"Gimana kalau  kartun," sahut gadis itu bernada manja.

"Gadis gila, sudah dewasa melihat kartun," batin Rayler.

Ia duduk berdempetan dengan gadis di samping, ia menekan lengan Cellyn, menegelamkan pucuk rambut Cellyn di dadanya, hal itu membuat dada gadis itu berdetak sangat kencang seperti ada bom yang meledak-ledak.

Rayler tersenyum ketika melihat dengan mudahnya wanita ini takluk. "Cell, apa kau sudah pernah berhubungan intim dengan lelaki?"

Ia menarik kepalanya dari dada Rayler, mengambil bantal di belakang dan melemparka tepat pada kepala Rayler, "kau ini,"

"Awh sakit Cellyn, ini kan baru di obatin," Rayler memekik keras.

Belum sembuh luka lemparan yang di berikan Alex, kini berganti lemparan bantal di berikan Cellyn rasanya keluarga ini tukang lempar saja.

Semula ia tertawa terbahak-bahak, namun melihat Ray yang meringis ia kemudian menghampiri dan menangkup pipi Ray, "sakit ya Ray? maaf, lagian kamu sih tanya nya aneh-aneh."

Rayler membelai rambut Cellyn mencoba romantis, "Iyah tak apa."

Karena film yang ia putar adalah sejenis film yang ada adegan kiss, Ray menoleh dan mengedipkan mata pada Cellyn, "Cell anggap saja ini imbalan kau memukul ku," tubuh Ray langsung mencium bibir Cellyn.

Tidak mampu menolak, gadis itu hanya memegang kedua pundaknya dengan hati yang berdesir hebat, guncangan di dada Cellyn kini kian cepat, kaki yang harusnya merontah nyata nya tidak memberi perlawanan.

Rayler menghabisi setiap bibir merah jambu itu dengan senikmat mungkin .

Ada yang berbeda kali ini dengan perasaan Ray, ia merasakan juga guncangan hatinya seakan tersentuh dengan setiap perhatian dan kelembutan gadis ini.

"Shit .. kenapa aku menjadi terbawa suasana," Rayler berdiri sedangkan Cellyn tetap terbaring di bawah sofa.

Mata gadis itu tidak bisa berkedip sehingga tangan Rayler menyadarkannya, "hai... Halloo.. Cellny."

_____________________________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel