Bab 4. Permainan Takdir
Lima tahun berlalu…
Seorang pria berperawakan tampan, dengan tubuh tinggi tegap melangkahkan kakinya keluar dari lobby bandara. Pria itu memiliki struktur wajah yang sempurna. Hidung mancung menjulang melebihi bibir tipis merah muda. Rahang tegas dan ditumbuhi bulu-bulu membuat pria itu benar-benar terlihat jantan dan matang.
Keevan Danuarga—seorang arsitek muda baru saja kembali dari New York. Setelah lima tahun meninggalkan Jakarta, membuat Keevan sedikit merindukan kota kelahirannya. Dan tahun ini, Kaivan kembali ke Jakarta karena harus memimpin perusahaan keluarganya. Jakarta adalah kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan.
“Selamat pagi, Pak Keevan,” sapa Angga—asisten pribadi Keevan. Pria dengan berpakaian formal kantor itu menyambut Keevan dengan penuh sopan.
“Apa jadwalku hari ini, Angga?” tanya Keevan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Hari ini kita memiliki meeting dengan para arsitek, Pak. Perusahaan pribadi milik Anda beberapa tahun ini berkembang sangat pesat. Banyak customer baru dari dalam maupun luar negeri yang puas dengan jasa Mahardika Company,” jawab Angga dengan sopan melaporkan.
Keevan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya—waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Dia masih memiliki waktu untuk ke perusahaan pribadi miliknya sebelum pergi ke perusahaan keluarganya.
Ya, Mahardika Company adalah perusahaan arsitektur milik Keevan yang telah pria itu dirikan sejak empat tahun lalu. Keevan sengaja tak menggunakan nama Danuarga di perusahaan pribadinya. Pria itu menggunakan nama Mahardika yang merupakan nama tengahnya.
Bagi Keevan, dia harus membuktikan pencapaian kesuksesannya pada kedua orang tuanya. Hal itu yang mendorong Keevan untuk mendirikan Mahardika Company. Dan kenyataanya, perusahaan arsitektur pribadi miliknya berkembang begitu pesat di Indonesia. Bahkan hanya dalam waktu empat tahun saja Mahardika Company sering masuk ke dalam Majalah Forbes.
Selama di New York, Keevan memercayakan perusahaannya pada Angga. Namun, meski demikian tetap saja pria itu selalu mengawasi dari kejauhan. Pria itu tidak sepenuhnya memercayakan pekerjaannya pada sang asisten. Keevan tetap selalu mengontrol pekerjaannya.
Danuarga Family terkenal sebagai keluarga kaya di Indonesia. Kedua orang tua Keevan kerap diundang dalam berbagai acara sebagai pengusaha berpengaruh di Asia. Hal tersebut memicu Keevan untuk bekerja keras tanpa bantuan keluarganya. Keevan ingin membuktikan diri bahwa dia mampu berdiri sendiri.
“Alrirght, kita berangkat sekarang,” ucap Keevan dingin dan datar.
“Baik, Pak.” Angga segera membukakan pintu mobil untuk Keevan. Pun Keevan masuk ke dalam mobil itu. Disusul oleh Angga yang juga masuk ke dalam.
Tak lama kemudian, mobil yang membawa Keevan mulai meninggalkan lobby bandara. Tampak tatapan Keevan menatap penuh arti perkotaan Jakarta yang sudah cukup lama dia tinggali. Tatapan pria itu memiliki arti sesuatu. Sebuah arti yang sulit untuk diungkap oleh kata.
***
Suara tangis bocah laki-laki membuat Arletta yang hendak berangkat ke kantor terpaksa menenangkan bocah laki-laki itu. Wanita itu sedikit kewalahan karena bocah laki-laki itu tidak mau ditinggal. Padahal dirinya sudah membujuk dengan berbagai cara, tapi tetap tidak bisa.
“Keanu … sayang … Mama harus bekerja, Nak. Hari ini adalah hari pertama Mama bekerja. Keanu di sini sama Mbak Mirna, ya.” Arletta berusaha membujuk putra kecilnya agar mau ditinggal. Hari ini adalah hari pertama Arletta bekerja. Dia terpaksa meninggalkan Keanu—putra kecilnya itu.
Sebagai seorang ibu, tentunya Arletta ingin selalu menemani putranya. Akan tetapi, Arletta menyadari bahwa dirinya adalah orang tua tunggal. Yang mana dirinya harus mencari uang demi memberikan kehidupan yang layak untuk putra semata wayangnya.
“Mama, tapi aku ingin bersama Mama,” ucap Keanu lirih. Pipi bulat dan putihnya memerah akibat sejak tadi bocah laki-laki itu tak henti menangis.
Arletta menghela napas dalam. Wajahnya sedih melihat putra kecilnya menangis seperti ini. Hatinya tidak tega meninggalkan Keanu, tapia pa boleh buat. Dirinya harus bekerja.
Arletta menarik pelan tangan Keanu membawanya masuk ke dalam pelukannya. Serta memberikan kecupan bertubi-tubi di puncak kepala putranya itu. “Mama harus mencari uang, Sayang. Mama harus membiayai hidup kita. Mama ingin membelikan Keanu banyak mainan, dan ingin menyekolahkan Keanu ke sekolah yang terbaik. Kalau Mama tidak mencari uang, nanti bagaimana kita bisa hidup?”
Arletta membawa tangannya membelai pipi bulat Keanu. Wanita itu menghapus air mata Keanu dengan jemari tangannya. Tanpa terasa sudah lima tahun berlalu. Bayi merah kecilnya kini telah menjadi anak laki-laki yang tampan dan begitu menggemaskan.
“Mama, harusnya Papa yang mencari uang. Tapi kenapa harus Mama yang mencari uang? Biarkan Papa saja yang mencari uang buat kita. Mama jangan mencari uang,” ucap Keanu dengan bibir mencebik.
Mata Arletta nyaris mengeluarkan air mata. Selama ini jika Keanu bertanya di mana ayahnya maka Arletta akan menjawab ayahnya berada jauh, dan sedang mencari uang. Ingin rasanya Arletta mengatakan kalau ayah dari putranya itu sudah meninggal. Tetapi Arletta tak sanggup untuk berbohong demikian. Mungkin kelak ketika Keanu dewasa, Keanu akan mengerti tentang keadaan yang sebenarnya.
“Sayang, uang Papa masih kurang. Mama bekerja karena ingin membantu Papa. Apa Keanu tidak kasihan pada Papa mencari uang sendiran?” Arletta berucap dengan lembut memberikan pengertian pada putra kecilnya itu.
Selama ini Arletta memang mengatakan pada Keanu kalau ayah dari putranya itu sibuk mencari uang di luar negeri. Dan beruntung Keanu percaya dengan apa yang dia ucapkan. Sungguh, entah apa yang Arletta lakukan jika sampai Keanu tidak percaya padanya.
Keanu terdiam beberapa saat mendengar ucapan Arletta. Bocah kecil itu yang tadinya tampak kesal dan marah mulai memberikan senyuman. Detik selanjutnya, Keanu membawa tangan mungilnya menyentuh pipi halus Arletta sambil berkata dengan nada polos, “Mama … hari ini Mama boleh bekerja. Tapi nanti kalau Keanu besar, biarkan Keanu saja yang bekerja untuk Mama. Nanti Keanu akan membantu Papa mencari banyak uang untuk Mama.”
Air mata Arletta tumpah kala mendengar ucapan Keanu. Wanita itu langsung memeluk Keanu dengan derai air matanya. “Iya, Sayang. Sekarang biarkan Mama yang bekerja, ya. Nanti kalau Keanu sudah lulus kuliah baru Keanu yang bekerja untuk Mama.”
Keanu tersenyum. Lalu dia menghapus air mata Areltta dengan jemari tangan mungilnya. “Iya, Mama. Keanu berjanji ajan menjadi anak yang pintar. Nanti kalau Keanu sudah besar, Keanu akan mencari banyak uang untuk Mama.”
Senyuman di wajah Arletta terlukis mendengar apa yang diucapkan oleh putra kecilnya. “Mama berangkat sekarang ya, Nak. Keanu sama Mbak Mirna, ya.”
Keanu mengangguk patuh. Kemudian, Arletta segera meminta Mirna—pengasuh Keanu untuk menjaga putranya itu. Kini Artletta melangkah keluar kamar. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Dia tidak mau sampai datang terlambat.
Di perjalanan, Arletta menatap ke luar jendela. Wanita itu melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Setelah dua tahun menabung akhirnya Arletta memiliki mobil meski hanya mobil bekas tapi setidaknya mobil Arletta dikatakan masih sangat layak dipakai.
Dalam benak Arletta, dia tak menyangka waktu berjalan begitu cepat. Dia sempat menunda kuliah, tapi akhirnya dia berhasil kuliah dengan kerja kerasnya sendiri. Arletta tak menyangka berada di titik ini. Diusir dari keluarganya tapi nyatanya dia mampu membesarkan anaknya seorang diri. Walau banyak sekali perjuangan yang harus Arletta lalui.
Mobil yang dilajukan Arletta mulai memasuki Mahardika Company. Sebuah perusahaan arsitektur ternama di Indonesia. Tepatnya dua hari lalu, Arletta diberikan kabar kalau dirinya resmi diterima menjadi bagian dari Mahardika Company. Sungguh, mimpi Arletta menjadi seoranga arsitek menjadi kenyataan.
Saat mobil Arletta sudah terparkir, dia segera turun dari mobil. Arletta mengingat kalau hari ini dirinya akan meeting dengan para arsitek dan juga pemilik dari Mahardika Company.
“Apa kamu Arletta?” Seorang wanita berpakaian formal, menyapa Arletta dengan lembut dan hangat.
“Ah, iya. Aku Arletta.” Arletta tersenyum tulus kala ada yang menyapa dirinya.
“Perkenalkan aku Rima. Aku juga arsitek di Mahardika Company.” Wanita yang bernama Rima mengulurkan tangannya pada Arletta, memperkenalkan diri. Pun Arletta menyambut uluran tangan Rima.
“Hi, Rima. Senang berkenalkan denganmu,” ujar Arletta dengan senyuman di wajahnya.
“Aku juga senang berkenalan denganmu. Ya sudah, lebih baik kita masuk ke ruang meeting. CEO dari Mahardika Company sudah tiba tadi. Meeting akan segera dimulai dalam beberapa menit lagi. CEO dari Mahardia Company membenci jika ada yang terlambat,” ujar Maya memberitahu.
Arletta mendesah lega. Beruntung dia tidak terlambat. Kalau sampai dia terlambat di hari pertamanya bekerja, entah masalah apa yang hadir dalam hidupnya. Mungkin saja CEO dari Mahardika Company akan memecatnya.
Sungguh, Arletta tak berani membayangkan kalau sampai dia pecat. Keanu sudah masuk sekolah. Dia membutuhkan banyak biaya agar Keanu bisa bersekolah ditempat yang bagus.
Arletta melangkah mengikuti Rima menuju ruang meeting yang ada di lantai 56. Gedung pencakar langit milik Mahardika Company memang gedung terbesar di wilayah Jakarta Selatan. Tidak heran jika banyak yang berlomba bisa bekerja di perusahaan besar ini.
Di ruang meeting, para arsitek dan juga para manager perusahaan berkumpul. Tampak banyak karyawan yang mulai berdiskusi tentang project yang tengah mereka jalani. Sedangkan Arletta yang masih menjadi karyawan baru di Mahardika Company masih belum berani bersuara. Tepatnya Arletta masih mempelajari project yang sedang dijalankan oleh Mahardika Company.
Tak lama kemudian, para manager dan arsitek tiba-tiba bangkit berdiri. Refleks, Arletta pun ikut bangkit berdiri. Arletta yakin kalau CEO dari Mahardika Company telah tiba.
Ketika pintu sudah terbuka, semua orang di sana menundukan kepalanya kala dua sosok pria masuk ke dalam ruang meeting. Aroma parfume mahal begitu menyeruak ke indra penciuman Arletta. Seketika raut wajah Arletta berubah kala dia mengenali aroma parfume ini. Aroma yang sangat dia rindukan. Tidak! Buru-buru, dia segera menepis segala yang ada di dalam pikirannya.
Detik selanjutnya, Arletta memberanikan diri mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Seketika sepasang iris mata cokelat Arletta melebar. Tubuh wanita itu membeku kala melihat sosok pria tampan dengan jas formal berwarna hitam yang ada di hadapannya.
Tenggorokan Arletta tercekat. Napasnya memberat. Kepalanya terasa pusing luar biasa. Bahkan tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang. Beruntung Arletta masih mampu menjaga kesimbangan tubuhnya.
Keevan yang baru saja memasuki ruang meeting, dia merasa ada yang tak henti menatapnya. Pria itu mulai mengalihkan pandangannya. Keevan pun langsung terdiam melihat sosok wanita cantik dengan balutan dress berwarna navy. Dalam dia Keevan menujukan jelas keterkejutannya.
Tanpa sadar, Keevan dan Arletta saling melemparkan sebuah tatapan penuh arti. Tatapan yang seakan mengabaikan semua orang yang ada di ruangan meeting tersebut. Baik Keevan dan Arletta masih membisu beberapa saat.
Keevan menatap Arletta dengan begitu dingin serta penuh keterkejutan yang memiliki arti tak bisa diungkapkan. Sedangkan Arletta menatap Keevan dengan tatapan yang sulit diartikan. Marah, benci, rindu, semua melebur menjadi satu dalam diri Arletta.
“Keevan.”