Pustaka
Bahasa Indonesia

Kesempatan Kedua

114.0K · Tamat
Abigail Kusuma
81
Bab
25.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Cinta yang tak terbalaskan membuat Arletta hancur berkeping-keping. Harapan yang terlalu tinggi, membuat gadis itu semakin masuk ke dalam jurang kesesakan. Semua bermula dari cinta bertepuk sebelah tangan, dan berakhir dengan kesalahan satu malam yang mengakibatkan ikatan kuat di antara Arletta dan Keevan. *** Follow me on IG: abigail_kusuma95

RomansaBillionaireOne-night StandPengkhianatanPernikahanCLBKWanita Cantikplayboy

Bab 1. Pesta Kelulusan di Klub Malam

Suara dentuman musik memekak telinga. Seorang gadis cantik melangkah memasuki klub malam itu. Tampak beberapa kali pria berusaha menggoda gadis itu. Akan tetapi sang gadis cantik itu mengabaikan dan menghindar dari pria-pria yang berusaha menggodanya.

Aroma alkohol bercampur dengan rokok begitu menyeruak ke indra penciuman gadis itu. Para pelayan berpakaian seksi mondar-mandir mengantarkan pesanan. Sesaat gadis itu melihat banyak sekali pasangan yang saling bercumbu mesra. Pipi gadis itu merona merah kala melihat pemandangan di mana banyak pasangan saling bercumbu

Arletta Pradipta untuk pertama kalinya mendatangi klub malam hanya demi menghadiri pesta kelulusan Keevan Danuarga—senior kampusnya yang merupakan cinta pertamanya. Malam ini Arletta berpenampilan cantik demi Keevan. Jika biasanya Arletta berpenampilan tertutup kali ini dia berpenampilan sedikit terbuka.

“Keevan?” Arletta tersenyum kala menemukan keberadan Keevan. Gadis itu segera melangkah mendekat ke arah Keevan yang tengah duduk seraya meminum wine di tangannya.

“Arletta?” Alis Keevan terangkat, dia sedikit terkejut melihat penampilan Arletta malam ini. Tidak biasanya gadis ini berpenampilan cantik. Sehari-hari di kampus, Keevan hanya melihat Arletta dengan dress sederhana dan rambut yang dikuncir kuda.

“Keevan, aku datang ke sini untuk memberikan ini untukmu. Aku harap kamu menyukainya.” Arletta menyerahkan sebuah kotak yang dia siapkan sebagai hadiah untuk Keevan.

Kevaan melirik kotak dari Arletta sekilas. Kemudian dia mengambil kotak itu dan meletakan ke atas meja seraya menjawab dingin, “Thanks. Harusnya kamu nggak perlu datang di tempat seperti ini.”

“Kenapa memangnya? Aku mau kok datang ke sini. Lagi pula aku juga ingin tahu gimana klub malam,” jawab Artletta dengan suara polosnya.

Keevan menenggak wine di tangannya hingga tandas. “Lebih baik kamu pulang, ini sudah malam, Letta. Nanti orang tua kamu mencarimu.”

Bibir Arletta tertekuk manja. “Nggak mau, Keevan. Aku ingin di sini saja bersamamu. Hari ini hari kelulusanmu, jadi aku ingin menemanimu,” jawabnya keras kepala.

Keeavan mengembuskan napas kasar. “Arletta Pradipta, kamu itu masih kecil. Kamu belum pantes datang ke tempat seperti ini. Pulanglah. Jangan menyusahkanku.”

Arletta Pradipta adalah gadis berusia 18 tahun. Entah bagaimana caranya bisa masuk ke dalam klub malam ini. Harusnya hanya usia di atas 22 tahun bisa masuk ke dalam klub malam. Pesta kelulusan Keevan, diadakan di salah satu klub malam terkenal di Jakarta. Dan Keevan tidak pernah menyangka Arletta—junior kampusnya sampai mendatanginya hanya karena ingin memberikan hadiah. Sungguh, Keevan tak mengerti cara Arletta berpikir.

“Kita hanya berbeda empat tahun saja. Tapi kamu berbicara seperti kita berbeda sepuluh tahun,” cebik Arletta dengan bibir kian berkerut.

Keevan berdecak. Dia jengah dengan sifat Arletta yang keras kepala. Detik selanjutnya, Keevan menyambar gelas sloki di hadapannya, dan menegak wine-nya hingga tandas. “Pulanglah, aku sedang nggak mau diganggu.”

Ini adalah hal yang tidak disuka oleh Arletta. Keevan selalu menganggapnya sebagai anak kecil. Padahal dia sudah cukup dewasa. Lagi pula usianya tidak berbeda jauh dengan Keevan. Tapi entah kenapa Keevan selalu menganggapnya sebagai anak kecil.

“Tadi kamu bilang aku anak kecil, kan? Aku buktiin kalau aku bukan anak kecil lagi.” Arletta yang mulai kesal, dia mengambil minuman milik Keevan dan langsung menegaknya hingga tandas.

“Arletta,” seru Keevan ketika Arletta menegak minumnya. Sontak Kevan langsung merampas gelas sloki di tangan Arletta dan menjauhkan minuman dari gadis itu.

Seketika kepala Arletta mulai sedikit pusing. Dia merasakan pahit saat meminum minuman milik Keevan. Entah apa nama minuman itu, tapi kepala Arletta mulai memberat. Saat tubuh Arletta mulai ambruk, dengan sigap Keevan menahan tubuh Arletta agar tidak jatuh.

“Aku sudah bilang padamu, Letta! Kamu harusnya pulang! Ini bukan tempat untuk anak kecil sepertimu,” tukas Keevan menahan kesalnya.

“Aku bukan anak kecil, Keevan! Aku sudah lebih dari 17 tahun. Aku juga sudah memiliki kartu identitas,” Arletta menjawab seraya mengaitkan tangannya ke leher Keevan. Kini Arletta membenamkan wajahnya ke leher Keevan, menghirup aroma parfume maskulin milik Keevan. “Kamu sangat harum,” bisiknya sensual di telinga Keevan.

“Arletta, jangan menggodaku,” Keevan menjauhkan tubuh Arletta, namun dengan cepat Arletta merapatkan kembali tubuhnya, mengikis jarak di antara mereka.

“Aku akan membuktikan aku bukan lagi anak kecil.” Arleta mendekatkan bibirnya ke bibir Keevan. Dia mencium bibir Keevan. Keevan sedikit terkejut kala Arletta mencium bibirnya.

“Amatiran.” Keevan menjauhkan wajahnya dari Arletta, kemudian menyunggingkan senyuman misterius. “Itu pasti ciuman pertamamu.”

Sial, Arletta sedikit malu karena Keevan mengatakannya amatiran. Tapi itu tidak salah, karena memang Arletta menginginkan ciuman pertamanya dengan Keevan.

“Iya, aku amatiran. Kalau begitu kamu harus mengajarkanku bagaimana caranya berciuman.” Arletta mengeratkan pelukan tangannya yang melingkar di leher Keevan.

“Kamu ingin aku mengajarimu?” Kevan menangkup pipi Arletta, menatap manik mata cokelat gadis itu begitu lekat.

Arletta mengangguk. “Iya, aku ingin kamu mengajariku.”

Keevan menyeringai. Kini dia dia menarik dagu Arletta, dan menyambar bibir mungil gadis itu. Melumatnya dengan sedikit liar. Manis ... bibir gadis itu begitu manis. Membuat Keevan sampai kehilangan akal sehatnya. Ini pertama kali Keevan mencium bibir Arletta. Selama ini pria itu memang selalu menolak Arletta. Akan tetapi dalam keadaan seperti ini pria mana yang bisa menolak seorang gadis cantik yang menawarkan dirinya sendiri?

“Hmmpttt…” Arletta kewalahaan saat Keevan mencium bibirnya. Bahkan dia tidak bisa mengimbagi permainan bibir Keevan. Pria itu menciumnya dengan begitu hebat. Arletta ingin sekali membalas ciuman Keevan, tapi Arletta tidak tahu bagaimana harus memulainya.

“Jangan lagi menggodaku, Letta. Atau kamu akan menyesal.” Keevan melepas pagutannya. Dia berusaha menjauhkan tubuhnya dari tubuh Arletta. Akan tetapi gadis itu tidak mau menjauh darinya. Pengaruh alkohol, membuat Arletta berani menggoda Keevan.

Jika bukan karena alkohol tidak mungkin Arletta seperti ini. Arletta memang tidak mabuk berat, gadis itu masih terbilang cukup sadar. Tapi kepalanya pusing dan begitu memberat, membuat dirinya selalu ingin di dekat Keevan.

“Memangnya apa yang akan kamu lakukan padaku, Keevan?” tanya Arletta seraya menatap manik mata Keevan dengan tatapan mata yang mulai sayu.

“Aku pria normal, Letta.” Keevan menyambar gelas berkaki tinggi di hadapannya, dan menenggaknya kembali winenya hingga tandas. Dia membutuhkan minuman untuk menghilangan pikiran yang muncul di benaknya.

“Kalau begitu lakukan apa yang kamu inginkan, Keevan. Sentuh aku, Keevan. Please.” Arletta berbisik sensual di telinga Keevan.

Keevan mengumpat dalam hati. Dia mana mungkin bisa menolak seorang gadis yang menawarkan tubuh padanya. Keevan Danuarga—pria terkenal di kampus yang selalu berhasil meniduri semua gadis cantik di kampus. Bahkan Keevan tidak mengingat berapa banyak gadis yang berakhir di ranjang dengannya.

Keevan menangkup pipi Arletta dengan sedikit kasar. Jarak di antara keduanya begitu dekat. Bahkan Keevan merasakan hembusan napas lembut Arletta menyentuh bibirnya. “Kamu akan menyesalinya, Letta. Jangan pernah menantangku,” desisnya dengan penuh peringatan.

“Nggak, Keevan.” Arletta menggeleng pelan kepalanya seolah meyakinkan Keevan. “Aku nggak akan menyesali keputusan yang aku ambil.”

Arletta tidak mengerti kenapa dia mengatakan itu. Dia masih sadar ketika mengatakannya. Namun, pengaruh alkohol mendorong Arletta menjadi semakin berani. Selain itu, tatapan mata Keevan selalu mampu memorak-porandakan hati Arletta. Berperawakan tampan, rahang tegas, hidung mancung, kulit putih. Membuat para gadis akan bertekuk lutut pada sosok Keevan.

Arletta menginginkan Keevan. Jauh dari dalam lubuh hatinya, Arletta ingin menjadi miliknya. Apa pun cara akan Arletta lakukan agar Keevan menjadi miliknya.

Keevan menarik tubuh Arletta, dan membenturkannya ke dinding. Dia mengungkung tubuh Arletta, membuat gadis itu tidak bisa bergerak.

“Aku tanya sekali lagi padamu, Arletta. Apa kamu yakin?” Keevan kembali berbisik di telinga Arletta. Dia tahu Arletta masih sadar. Meski pengaruh alkohol begitu terlihat. Tapi Arletta masih mampu berdiri. Artinya gadis itu menyadari apa yang akan dia inginkan.

Arletta terdiam sejenak. Dia menggigit bibir bawahnya ketika mendengar pertanyaan Keevan. Sesaat dia menatap iris mata cokelat milik Keevan yang begitu tajam. Nyatanya tatapan itu selalu tidak mampu Arletta hindari. Tatapan yang selalu melumpuhkan saraf di sekujur tubuhnya. Hingga didetik selanjutnya, Arletta menganggukan kepala sebagai jawaban dia yakin dengan apa yang telah dia putuskan.

Seketika seringai di wajah Keevan terlukis kala Arletta telah memberikan perseyujuan. Lantas pria itu mendekatkan bibirnya, ke telinga Arletta dan berbisik tajam, “Kau sendiri yang mengantarkan dirimu, Letta. Jangan pernah menyesali apa yang kamu putuskan.”