5. Pendekatan Awal
Dimensi ini bernama kekaisaran Daejang. Di pimpin oleh seorang kaisar berdarah dingin bernama Daejong. Ia adalah kaisar pertama sekaligus pendiri yang memperluas kerajaannya menjadi sebuah kekaisaran yang begitu besar.
Kaisar Daejong memiliki tujuh putra dari seluruh istri-istrinya. Mereka adalah pangeran Seo, Pangeran pertama, atau yang kini menjabat sebagai putra mahkota. Pangeran kedua bernama Yeon, pangeran ketiga bernama Hoo, pangeran ke empat bernama Nam, pangeran kelima bernama Jae, pangeran ke enam bernama Tae, dan pangeran ke tujuh atau yang di kenal sebagai pangeran muda bernama Koo.
Ketujuh pangeran menjadi pondasi paling kuat untuk kekaisaran Daejang. Mereka memiliki kelebihan masing-masing yang memperkuat pertahanan kekaisaran. Mereka selalu memimpin peperangan dalam perebutan wilayah dan selalu memenangkan pertempuran.
Hingga kini, Kekaisaran Daejang memegang kendali lima kerajaan di bawah pemerintahannya, termasuk kerajaan Gojang—kerajaan milik putri Seo Ran dan putri Cho Ryu.
Sebelum melakukan penyerangan, kaisar Daejong menjajikan tahta kepada siapa pun yang berhasil membunuh raja Sojang—pemimpin kerajaan Gojang, jika sesuatu terjadi pada Putri Seo Ran yang mewarisi tahta kerajaan.
Kerajaan Gojang, menjadi satu-satunya kerajaan terbesar yang bisa mengimbangi wilayah kekaisaran Daejang. Sehingga sang Kaisar memilih untuk memberikan seorang pemimpin pada kerajaan besar tersebut di bawah kendalinya. Siapa yang akan memimpin kerajaan besar itu jika bukan salah satu dari tujuh putranya?
Kemudian para pangeran menyusun strategi penyerangan untuk merebut wilayah kerajaan Gojang. Dan dalam penyerangan itu, pangeran ke lima lah yang berhasil membunuh sang raja besar. Sehingga tahta akan turun ke tangan pangeran Jae.
Namun perjanjian antara pangeran Seo dan pangeran Yeon tentang keselamatan putri Seo Ran dan putri Cho Ryu, memaksa pangeran Jae untuk menyerahkan tahta kerajaan Gojang ke tangan pangeran Yeon. Sebab pernikahan pangeran Yeon dengan putri Seo Ran, membuat Jae tidak berhak atas tahtanya. Ia harus menyerahkan keberhasilannya dalam menaklukkan kerajaan Gojang, sebab sang Putri masih menjadi pewaris sah kerajaan Gojang.
Lalu setahun kemudian, kematian Putri Seo Ran membuat tahta kerajaan Gojang kembali jatuh ke tangan pangeran Jae dengan putri Cho Ryu sebagai ratunya kelak.
Dua hari berlalu setelah Cho Ryu dipindahkan ke paviliun pangeran Jae. Sang putri yang masih merasa asing dengan dimensi itu menghabiskan waktunya di taman belakang istana milik pangeran ke lima. Terlarut oleh segala rasa penasaran yang bercampur dengan kegelisahannya. Sebab ia tidak sedikit pun mengerti tentang dunia itu.
Ia masih ingat tentang kecelakaan yang ia alami sebelum ia tersadar di tempat ini. Apakah mungkin jiwanya terhempas ke dunia lain dan tinggal di tubuh ini?
Lee Cho Ryu hanya seorang remaja berusia sembilan belas tahun yang tinggal di Seoul Korea selatan. Ia adalah seorang gadis yang mengidolakan boy band bernama Proof. Membiaskan salah satu membernya yang bernama Koo Hyun.
Ia penasaran, apakah ia sedang bermimpi terjebak di dunia ini dengan member Proof sebagai pangeran yang tinggal di kekaisaran ini. Jika di sini ada Seo Jun, Yeon Gi, dan Jae Min, mungkin Nam Ji, Hoo Bin, Tae Yan, dan Koo Hyun pun ada di sini.
Sayangnya, tidak ada satu pun manusia yang ada di sekelilingnya yang bisa ia tanyai. Terlebih, setelah ia dipindahkan di paviliun pangeran Jae, belum sekali pun ia kembali bertatap muka dengan pria itu.
Lagi pula, jika pun Jae Min berada di hadapannya, ia tidak memiliki nyali untuk berkata-kata. Sebab ia merasa takut dengan mereka.
Bagaimana tidak? Belum sempat ia mencerna semua kejadian aneh ini ke dalam pikirannya, tiba-tiba saja Seo Jun mengacungkan pedangnya tepat di depan lehernya. Yang bahkan bisa memotong lehernya dalam sekali tarikan tangan.
Cho Ryu menghela napas panjang. Ia memeluk lengannya sebab angin yang berhembus dingin menembus gaun yang ia kenakan. Kain sutra yang tipis, sama sekali tidak menghalaunya dari angin yang hendak menyambut musim dingin.
Ia masih menatap merana pada permukaan kolam, berharap bisa kembali pulang ke asalnya. Sungguh, ia sangat takut berada di tempat itu.
Segala hal yang berputar di kepalanya seketika buyar, kala seseorang secara tiba-tiba menggantungkan jubah hangat di kedua bahunya. Sontak ia mengalihkan tatapannya untuk mencari tahu, siapa yang dengan berbesar hati memberikan mantel tebal padanya yang sedang kedinginan.
"Sedang memikirkan apa?"
Dia adalah pangeran Jae. Pria itu memberikan senyuman lebar pada Cho Ryu hingga kedua mata pria itu menyipit sempurna. Untuk beberapa detik Cho Ryu tertegun dengan ketampanan sang pangeran yang selalu bisa menggetarkan hatinya. Ia benar-benar dibuat terpesona oleh wajah pangeran Jae.
"T-tidak ada," jawab Cho Ryu sembari mengeratkan jubahnya.
"Kau kesepian, ya?" tanya pangeran Jae yang kini berdiri tepat di hadapan Cho Ryu sembari mengikat tali jubah yang ia berikan pada Cho Ryu agar gadis itu merasa hangat. "Maaf baru bisa menemuimu sekarang." lanjutnya dengan suara yang begitu lembut.
Cho Ryu belum pernah bertemu dengan member Proof sebelumnya. Tapi apakah mungkin, Jae Min adalah pria yang lembut seperti pangeran ini?
"Ku harap keadaanmu semakin baik. Tabib istana merawatmu dengan baik, kan?"
Cho Ryu menjawab dengan anggukan pelan. Ia benar-benar sedang berdebar hebat sekarang. Semakin Jae Min mengajaknya bicara ia semakin gugup, hingga ia tidak sanggup berkata-kata.
"Kemarilah, mari kita bicara." Jae Min meraih pergelangan tangan Cho Ryu kemudian mengajaknya duduk di sebuah bangku di tengah taman, tepat di bawah pohon angsana dengan daun-daun yang begitu rimbun meski beberapa di antaranya tampak berguguran oleh hembusan angin.
"Cho?" Jae Min mengintip pada wajah Cho Ryu yang menunduk, membuat gadis itu salah tingkah dengan mata yang mengerjap cepat.
Cho Ryu memalingkan tatapannya untuk menghindari mata Jae Min namun pria itu memaksanya untuk mengangkat wajahnya dan mengarahkan wajah Cho Ryu padanya.
Jae Min menertawakan kegugupan Cho Ryu. Dan hal itu langsung membuat wajah Cho Ryu merah padam karena malu. Semua ekspresi Cho tak lepas dari perhatian Jae Min yang membuat pria itu yakin, bahwa Cho Ryu tidak sedang berpura-pura.
"Tabib bilang kau kehilangan ingatanmu," kata Jae Min setelah tawanya memudar. Berganti dengan mata cokelatnya yang menyorot ke dalam iris Cho dengan begitu lekat. "Apakah benar kau lupa denganku?"
Cho Ryu mengigit bibir bawahnya kemudian ia mengangguk. Apa yang bisa ia jawab jika tidak mengiyakan saja perihal segala ingatan yang menghilang? Meski pada kenyataannya ia tidak pernah memiliki segala ingatan milik sang putri.
"Kau bisa bertanya padaku tentang segala hal yang ingin kau tahu," ucap Jae Min lagi. "Jadi jangan takut padaku. Aku tidak akan menyakitimu."
Cho Ryu mengangkat kepalnya, membalas tatapan mata Jae Min, mencoba mencari keyakinan dan kebenaran dari segala ucapan pria itu. Sulit untuk mencerna segala kondisi asing ini. Tapi kelembutan Jae Min berhasil membuat Cho Ryu sedikit menaruh kepercayaan padanya.
"Sebelumnya kita berdua adalah teman dekat. Tapi jika kau tidak ingat, kita bisa mengulangnya dari awal perkenalan kita."
Ia melemparkan pandangannya ke angkasa, seakan ingin mengambil segala ingatan yang ia lepaskan di langit. Ia menarik napasnya panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Manik cokelatnya kembali mengarah pada Cho yang senantiasa mengawasinya.
"Meski pun perkenalan kita terjadi saat kita masih sangat kecil," katanya bersama kekehannya. "Saat itu kau masih berumur lima tahun, dan aku tujuh tahun. Aku datang ke istanamu untuk pemakaman ibu ku yang terlahir dari kerajaanmu."
Tiba-tiba senyuman di bibir Jae Min memudar. Cho Ryu bisa melihat kegetiran tersirat di wajah indahnya.
"Kau datang padaku, memberiku setangkai bunga lily kuning untuk menghiburku."
