Bab 7 makan siang
Agnes sedari tadi bingung. Sebenaranya dosennya itu mau membawanya kemana. Padahal kan, Agnes sudah menunjukan arah rumahnya.
" Kita mau kemana sih Pak?" tanya Agnes.
" Kita mampir dulu yah, ke cafe. Kebetulan, aku sudah lapar banget."
" Kita mau makan dulu nih?"
" Iya. Kita makan siang dulu."
" Siapa yang mau bayar? bapak atau aku?" tanya Agnes.
Andre menatap Agnes dan tersenyum. Lagi- lagi senyuman itu membuat jantung Agnes koslet lagi.
Pak, jangan tersenyum begitulah Pak, aku jadi takut, aku takut, kalau aku benar- benar jatuh cinta padamu. Kata Agnes dalam hati.
"Aku yang akan traktir kamu." Kata Andre.
" Wah, yang benar?"
Andre hanya mengangguk. Dia kemudian fokus lagi menyetir.
Beberapa saat kemudian Andre tiba di sebuah cafe. Andre memarkirkan mobilnya di tempat parkir sebelum mereka turun.
" Ayo turun." Kata Andre sembari melepas sabuk pengamannya
" Iya. " Kata Agnes mengikutinya.
Setelah itu Agnes dan Andre turun dari mobil mereka.
Andre dan Agnes kemudian masuk ke dalam cafe. Mereka memesan makanan mereka.
Di sela-sela mereka bersantap, Andre sedari tadi ternyata memandangi Agnes tanpa berkedip. Entah apa yang ada di Fikiran dosen muda satu anak itu. Dia melihat Agnes tingkahnya sangat aneh. Dari cara makan pun, Agnes terlihat sangat konyol. Dia lebih suka makan pakai tangan dari pada pakai garpu dan sendok.
Andre menelan ludahnya sendiri.
" Enak yah...?"
Agnes hanya mengangguk.
" Enak Pak. Enak banget. Kebetulan, aku juga sedang lapar." Kata Agnes sembari mengunyah makanannya.
" Ya udah habisin. Kalau kamu mau nambah, boleh kok. Nanti aku pesan lagi buat kamu."
" Iya Pak, pesan yang banyak yah, biar bibi ku tidak usah masak. Nanti aku bawa pulang juga deh makanannya."
" Iya"
Andre hanya tersenyum melihat tingkah gokil mahasiswinya itu. Ternyata di dunia ini ada orang yang seperti Agnes. Namanya saja yang bagus, tapi tingkahnya aneh. Tidak mencerminkan sosok perempuan idaman.
Perempuan yang selalu berpenampilan elegan dan menawan. Perempuan wangi dan feminim.
Setelah selesai makan siang, Agnes dan Andre kemudian melanjutkan perjalanannya untuk pulang. Pak Andre mengantarkan Agnes ke rumahnya.
Sesampai di halaman depan rumah, Agnes dan Andre saling menatap. Agnes masih berdebar di buatnya. Jantungnya seakan berulah lagi. Entah kenapa dengan Agnes, setiap dekat dengan dosen muda itu, dia selalu merasakan hal yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mungkinkah, itu yang di namakan cinta. Cinta pada pandangan pertama. Bisa jadi, karena baru kali ini, Agnes merasakannya.
" Ehm.." Andre berdehem,membuat Agnes tersentak.
" Kenapa kamu ngelihatin aku kayak gitu. Kamu naksir yah sama Aku." Kata Andre mengejutkan.
Agnes gugup dia jadi salah tingkah sendiri.
" Em...eh,. em... Makasih yah,udah mau ngantarin aku pulang. " Kata Agnes.
" Iya sama-sama." Kata Agnes.
Setelah itu Agnespun turun. Dia masih berdiri di dekat mobil Andre.
Andre menatap Agnes.
" Aku pulang dulu yah?"
" Nggak mau mampir dulu Pak."
" Nggak usah. Lain kali aja yah." Kata Andre.
" Oke, makasih banyak ya Pak, hati-hati di jalan."
Andre tersenyum. Setelah itu diapun melajukan mobilnya kembali.
Agnes masuk ke dalam rumahnya. Perlahan-lahan dia melangkah ke arah dalam. Samar- samar dia mendengar dua orang sedang bercakap.
Agnes mengintip dari balik tembok. Ternyata, orang tuanya sedang bercakap di ruang keluarga.
" Agnes itu sudah gede, sudah seharusnya kita pilihin dia suami." Kata Papa Agnes.
glek, Agnes terkejut, hampir saja dia kena serangan jantung,
Di jodohkan? Mama dan papa akan menjodohkan aku. Batin Agnes.
Agnes tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau mama dan papanya akan menjodohkannya. Agnes tidak bisa membayangkan bagaimana jika sampai ada perjodohan di dalam kehidupannya.
" Mama juga setuju, tapi lelaki mana yang mau sama gadis tomboy kayak dia." Kata Mama Agnes menimpali.
" Iya, mestinya mama yang harus ajarin dia dong, mamakan ibunya, seorang ibu itu, seharusnya mengajari dan mendidik anaknya dengan benar. Bukan hanya mengurusi bisnis saja."
Mama Agnes menatap tajam papa Agnes. Dia seperti tidak terima jika dirinya harus di salahkan.
" Aduh, kenapa papa jadi nyalahin mama sih. Kenapa?"
"Bukan nyalahin, tapi cuma ngingetin."
Mama dan papa Agnes lagi-lagi adu mulut. Itu yang membuat Agnes muak jika orang tuanya ada di rumah. Hampir setiap hari orang tuanya cekcok karena masing- masing yang tidak mau mengalah dengan pendapatnya.
" Cukup...! apa yang kalian ributkan." Kata Agnes.
Mama dan papa Agnes menoleh.
" Agnes," Ucap mereka.
" Apa Agnes nggak salah dengar? Kenapa kalian mau menjodohkan Agnes? Agnes nggak mau di jodoh-jodohin dengan lelaki manapun. Agnes udah gede, dan Agnes bukan siti Nur baya.Jadi kalian jangan memaksa aku untuk di jodohkan. Aku bisa cari calon suami sendiri." Kata Agnes yang sudah tampak sangat marah.
Agnes begitu sangat kesal. Dia kemudian melangkah dan berlari kecil menuju ke kamarnya.
Agnes kemudian menjatuhkan tubuhnya di tempat tidurnya.
" Dasar mama dan papa rese, emang mereka pikir, aku nggak bisa milih calon pendamping hidup apa. Aku cuma belum ada yang cocok aja. Dan aku juga masih mau fokus dulu sama kuliahku." Gumam Agnes sembari memeluk bantal gulingnya. Setelah beberapa saat kemudian, Agnespun terlelap.