Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

Tubuhku semakin menggelinjang, sampai tanganku beberapa kali tak sengaja menyenggol selakangan Mas Budi. Kurasakan ada sesuatu yang mengeras disana. Setiap menyenggol segera kutarik tanganku, sampai akhirnya Mas Budi menahan tanganku di selangkangannya, sambil berbisik, “pegang dek, itu punya kamu sekarang.”

Tanganku tertahan disana, memegang batang kemaluan suamiku. Hanya memegang saja, nggak ada gerakan sama sekali. Kurasakan batang itu keras, dan besar. Mas Budi melanjutkan rangsangannya di vaginaku.

“Aaakkkhh massssshh,” aku memekik, badanku mengejang, saat jari Mas Budi menemukan tonjolan kecil di vaginaku. Sementara bibirnya masih menghisap lembut payudaraku, jarinya memainkan klitorisku, menggeseknya semakin cepat.

Libidoku semakin naik, hingga tanpa sadar tanganku bergerak mengelusi batang yang sedari tadi aku genggam, yang kurasakan semakin keras, semakin besar. Kurasakan geli dan nikmat bercampur, semakin terasa, semakin geli, semakin nikmat. Badanku begerak tak karuan, jarinya bergerak semakin cepat, aku merasa sesuatu dalam diriku menyeruak ingin keluar, sampai akhirnya, “Aaaaaaaahhhhhhhh….” lenguhku panjang. Badanku mengejang sebentar, dan langsung lemas, ada cairan yang keluar dari lubang kewanitaanku. Aku mendapatkan orgasme pertamaku.

Aku masih terengah-engah, mencoba mengatur nafasku. Mas Budi melihatku sambil tersenyum, dan kemudian melepaskan celana dalamnya. Dapat kulihat batang kemaluannya yang besar dan panjang, sudah sangat keras berdiri menantang. Aku sempat bergidik, takut, apa batang sebesar itu bisa kutampung di vaginaku?

Mas Budi mengecup kembali bibirku, kami berciuman dengan panasnya. Jari-jarinya mulai beaksi lagi. Kali ini jari tengahnya berada tepat di bibir kemaluanku, menggeseknya perlahan. Kemudian kepala Mas Budi turun, mampir sebentar menghisap kedua payudaraku, lalu turun lagi hingga ke perut, berhenti disana, dijilatinya pusarku. Aku yang kegelian hanya bisa menggeliat sambil memegangi kepala suamiku.

Tak lama diturunkan lagi wajahnya, kali ini tepat didepan bibir kemaluanku, setelah kedua tangannya menekan melebarkan kakiku. Kulihat wajahnya, seperti memandang takjub bagian itu.

“Mass, jangan dilihatin gitu dong, Ara malu,” ucapku sambil berusaha merapatkan pahaku, namun ditahan tangan suamiku

“Malu kenapa dek? Masak sama suami sendiri malu?”

“Iyaa tapi jangan diliatin gitu dooong,” bibirku manyun, aku merajuk

“Hehehe, indah banget dek,” tawa suamiku

“Aaahhhh…massss, kamu apaaaain vaginaku oougghh, jangan aaakkhh kotor masssss,” tiba-tiba kurasakan lidah suamiku menyapu liang vaginaku dari bawah ke atas, lembut sekali

“Aaauugghh,, massshh aaaahhhhh geliiii maaashhhhhh,” bukannya berhenti, dia mengulangi lagi jilatan itu bibir kemaluanku, sesekali dihisap-hisap lembut, membuatku gerakan tubuhku semakin tak karuan. Tanganku semakin kencang meremas dan menjambak rambut suamiku.

“Aaarrrrghh,, massshh kamu ngapaaaiiin oouhhh maaashhhhhh,” kurasakan lidahnya menemukan tonjolan kecil di vaginaku, kemudian langsung dihisapnya lembut. Badanku tak bisa diam, terus menggelinjang, pantatku terangkat, rangsangan yang kurasakan di vaginaku menyebar cepat keseluruh tubuh, rasa geli yang teramat. Lama dia memainkan lidahnya di vaginaku.

“Sayaaanghhh, aaaahhh akhuuuu mauu keluaaarrhhhhh…” sret sret sret. Kurasakan cairanku keluar beberapa kali yang langsung disambut hisapan suamiku. Badanku menegang sesaat, lalu lemas. Dadaku naik turun seiring nafasku yang masih terengah-engah.

“Gimana dek? Enak?” tanya suamiku sambil tersenyum membelai rambutku.

“Hhhh, iyaa mas, enak, hhhh,” jawabku tersipu.

Mas Budi masih membiarkanku mengatur nafas, sambil terus membelai rambutku dan mengecup ringan keningku. Setelah nafasku normal, aku meliriknya sambil tersenyum, sambil berkata,

“Awas kamu ya mas, aku balas,” ujarku sambil tanganku menggenggam batang kemaluannya.

“Ehh dek kamu mau ngapain?” tanyanya kaget.

“Udah mas nikmatin aja,” jawabku.

Aku lalu membelai lembut batang itu, aku kocok perlahan. Suamiku mulai mendesah. Lalu aku turunkan posisi tubuhku perlahan. Aku ciumi lehernya, sedikit menghisap untuk membuat jejak disana, lalu turun lagi mencumbui dadanya yang bidang, hingga kepalaku sejajar dengan selangkangan suamiku yang saat ini sedang berbaring.

Sesaat kutatap batang besar dan panjang yang aku genggam ini. Takjub, inilah pertama kali aku melihat dan menyentuh langsung kemaluan seorang pria. Kuikuti naluriku, dan beberapa artikel yang pernah kubaca. Kocokanku sepertinya membuat batang itu semakin mengeras, dan disela kocokan itu aku mendekatkan kepalaku ke ujung kemaluan suamiku.

“Oouhh sayang,” desah suamiku, saat aku mengecup ujung penisnya. Kujulurkan ujung lidahku menyentuk lubang kecil di ujung penis itu. Kulirik wajah suamiku sambil terus menjilati kepala penisnya, dia tersenyum tertahan. Tangannya mengelusi kepalaku.

Aku beranikan diri untuk menjilati seluruh batang kemaluan ini. Mulai dari pangkal hingga ke ujung, kulakukan berulang-ulang, sambil tetap tanganku mengocok dan sesekali meremas penis panjang ini. Tatapan mataku terus melirik suamiku, ada rasa bangga, dan bergairah, saat kulihat suamiku merem melek menikmati jilatanku.

Setelah seluruh permukaan penis itu aku jilat, aku lalu membuka lebar mulutku, dan mencoba memasukan kepala penisnya, hingga terus ke dalam. Namun baru separuhnya saja sudah terasa mentok. Rasanya agak aneh, sempat sedikit mual saat penis itu masuk ke mulutku.

Mungkin memang karena baru pertama kali ini aku lakukan, jadi masih agak kesulitan mengulum kemaluan suamiku. Sekali lagi kuarahkan pandangan mataku ke suamiku, dia terlihat kaget, melihat istrinya yang lugu sedang mengulum kemaluannya.

Perlahan kunaik turunkan kepalaku, dan tanganku mengocok bagian penis yang tidak sampai masuk ke mulutku. Kukulum batang kemaluan itu sebisaku, kuhisap perlahan sambil lidahku kumainkan di ujung penisnya. Kucoba sebisa mungkin tidak terkena gigi. Aku tau, ini bukan pertama kali suamiku diperlakukan seperti ini, karena itulah aku mencoba sebaik mungkin.

“Ouughh sayang, enak banget yaaang,,” desahan suamiku sambil sedikit meremas kepalaku. Tak berapa lama aku melepaskan kulumanku dan mengecup mesra ujung penisnya.

“Kamu suka mas?” tanyaku.

“Suka banget dek, kamu belajar darimana?” tanya balik suamiku

“Ada deh, yang penting mas suka,” jawabku.

Aku merangsek naik mencium bibirnya. Lidah kami saling kait lagi. Suamiku membalikkan tubuhku dan menindihku. Mulai mencumbu lagi dari seluruh wajahku. Telingaku tak luput dari sapuan nakalnya. Lidahnya lincah menyusuri bagian bawah telingaku, menuju leher dan kembali menyapunya. Peluhku dan liurnya bercampur. Kurasakan dia membuat beberapa cupangan lagi di leherku.

Bibirnya semakin turun, mencaplok payudaraku. Kali ini dia menciuminya dengan bernafsu, sesekali digigit kecil di sekitar area areolaku, meninggalkan bekas-bekas merah disana. Jari-jari nakalnya menggesek bibir kemaluanku, hingga kurasakan kembali lembab oleh cairan pelumasku.

Dengan gerakan kakinya dia mengisyaratkan untuk membuka kakiku. Aku mengerti, kubuka kakiku lebar, lalu dia memposisikan dirinya merapat ke tubuhku. Dapat kurasakan batang pejal itu di atas vaginaku, menggesek-gesek menimbulkan rasa geli buatku. Dia menurunkan posisi tubuhnya, hingga ujung kepala penis itu kini bergesekan dengan bibir vaginaku.

“Ssshhh aahhh sayaangghhh,,” aku mendesah, geli sekali rasanya.

“Adek, mas masukin sekarang yaa?” tanya suamiku berbisik di telingaku.

“Hhmmp, masukin massh, ambil mahkotaku mas, yang selama ini aku jaga buat kamu.. ambillah Tri Budi Septianto,” jawabku penuh kepasrahan.

Ya, malam ini dengan penuh kepasrahan dan penerimaan, kuserahkan segala yang telah aku jaga selama 24 tahun ini untuk suamiku. Seorang lelaki yang amat aku cintai, seorang lelaki yang aku cintai semenjak pertama kali bertemu. Seorang lelaki yang mulai malam ini akan menjadi tempatku berbakti.

“Tahan ya dek, sedikit sakit di awal, kamu yang rileks, mas bakal pelan-pelan,” ucap suamiku.

“Iyaa mas, masukin aja, pelan pelaa,, oughh masss,” belum selesai aku bicara, kepala penis suamiku menyeruak masuk, membelah bibir vaginaku, yang selama ini belum pernah dimasuki benda apapun.

“Sakit dek?” tanya suamiku.

“Dikit mas, bentar, pelan-pelan mas,” jawabku terpejam, mencoba membiasakan diri.

“Mas mulai lagi yaa?” aku hanya mengangguk, masih terpejam.

Kembali kurasakan batang besar itu masuk, perlahan, sangat pelan, semakin masuk, mulutku terbuka tak bersuara, mataku semakin terpejam menahan rasa sakit di vaginaku.

“Oouhh masssh, tahaan dulu mass,” pintaku.

Kembali didiamkan penis itu untuk beberapa saat. Setelah melihat wajahku tak setegang tadi, dan jepitan di vaginaku yang sudah terbiasa, dia menarik mundur penisnya, kemudian mendorongnya maju, lalu mundur lagi, maju lagi, begitu seterusnya. Semua itu dilakukan dengan sangat perlahan, membuatku bisa menikmatinya dan tidak lagi terasa sakitnya.

“Aaahh mass, ouuh aaahh,, hhmmmphh,” mulutku mulai mendesis menikmati setiap gerakan-gerakan suamiku.

“Udah nggak sakit dek? Udah kerasa nyaman?” tanya suamiku memastikan.

“He’em, udahh enakan massh,” jawabku sambil mendesis.

“Mas lanjutin yaa?”

***

Bersambung..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel