Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

di kamar pengantin kami

“Aku mencintaimu sayang, sangat mencintaimu.”

“Aku juga mas, aku juga sangat mencintaimu.”

“Akhirnya kita dipersatukan, kamu adalah wanita pilihanku sejak aku mengenalmu, dan aku bersyukur bisa memilikimu sekarang, hari ini rasanya aku jadi pria paling bahagia di dunia.”

“Kamu juga adalah lelaki pilihanku mas, aku juga bahagia sekali hari ini, sangaaaat bahagia.”

Ini adalah saat-saat paling mendebarkan dalam hidupku. Untuk pertama kalinya satu kamar dengan seorang lelaki, dan akan menghabiskan malam cuma berdua saja dengan dia. Selama pacaran memang kami sering berduaan, namun tak pernah terjadi apa-apa, paling jauh yang kami lakukan cuma sekedar ciuman, dan kadang tangan nakal Mas Budi bergerak meraba daerah dadaku, yang aku tepis dan langsung aku jewer kupingnya. Itu adalah sentuhan lelaki paling jauh yang pernah aku terima, karena memang aku belum pernah pacaran sebelumnya.

Tapi malam ini, setelah resmi menjadi istrinya, akan aku serahkan semua yang aku punya, yang aku jaga selama ini untuk suamiku tercinta. Kami masih berpelukan. Dia menatap mataku tajam sekali, begitu juga aku. Betapa bahagianya kami hari ini. Suamiku kemudian mengecup kepalaku yang masih tertutup kerudung. Mataku terpejam, dapat kurasakan ada rasa sayang yang begitu besar bersama kecupannya itu.

“Aku cuci muka dulu ya dek, mukaku rasanya tebel banget ini,” kata suamiku.

“Haha, kan make up nya tipis aja mas,” jawabku geli.

“Ya sama aja dek, wong aku ga pernah di make up gini,hehe,” jawab suamiku.

“Yaudah sana, nanti gentian aku.”

Suamiku segera masuk kamar mandi, dan aku duduk didepan meja rias. Aku mulai melepas satu persatu aksesoris yang sedari tadi menempel di gaun pengantinku. Aku juga melepas kerudungku. Ini bukan pertama kalinya suamiku akan melihatku tanpa kerudung, tapi kali ini beda, karena bukan hanya kerudungku saja yang akan aku tanggalkan, tapi seluruh pakaianku, jelas hal ini membuatku sangat grogi, sampai gemetaran tanganku.

“Ah amaan,” tiba-tiba kudengar suara suamiku dari kamar mandi.

“Apanya mas yang aman?” tanyaku heran.

“Hehe, nggak dek, ini semua kan ditaburi bunga, aku lagi ngecek siapa tau di closet juga ada bunganya, ternyata nggak ada,” jawabnya sambil terkekeh.

Astaga, aku kira kenapa, “Hahaha, haduuh mas ini ada-ada aja.”

Tak lama kemudian suamiku keluar dari kamar mandi. Langkahnya sempat terhenti waktu ngelihat aku sedang membereskan pernak pernik yang menempel di gaun kebayaku. Setelah selesai aku berdiri dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan make up di wajahku.

“Kamu cantik sekali sayang, bener-bener bidadari yang nyata,” kata suamiku.

“Ah mas ini istri sendiri masih aja digombalin,” jawabku tersipu.

“Kalo itu tadi beneran dek, lagian buat nggombalin wanita secantik kamu, aku nggak bisa nemuin kata yang cukup pantas e,” duh bener-bener yaa suamiku ini.

“Tuh kan makin jadi gombalannya, hihi,” jawabku makin tersipu, “udah ah, aku mau cuci muka dulu mas, itu tolong bunga-bunga di kasur dibersihin yaa mas, hehe.”

Dengan wajah tersipu aku segera masuk kamar mandi. Membersihkan make up tipis yang sedari tadi menempel di wajahku. Setelah itu, sambil mengeringkan wajahku dengan handuk, aku melihat ke kaca. Terlihat dari wajahku betapa gugupnya aku malam ini. Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.

Kupejamkan mata, mengingat kembali artikel yang pernah aku baca soal hubungan suami istri. Aku memang masih sangat lugu untuk urusan ini, karena tak ingin mengecewakan suamiku aku mulai mencari referensi tentang malam pertama, tentang memuaskan suami. Setelah agak tenang akupun keluar dari kamar mandi. Tapi begitu melihat suamiku aku jadi terkekeh sendiri. Kulihat taburan bunga-bunga yang tadi memenuhi ranjang sudah tidak ada lagi, tapi berpindah ke lantai, sehingga lantainya malah jadi berantakan.

“Hihi, kamu ini ya mas, ngebersihin ranjang tapi ngotorin lantai malah.”

“Hehe, ndak papa kan dek, yang penting kan ranjang kita bersih.. sini sayang.”

Akupun mendekat. Tiap langkahku mendekati suamiku semakin gugup saja rasanya. Aku sudah berdiri di samping ranjang, menatap suamiku yang berdiri tepat dihadapanku. Tangannya bergerak, kearah belakang kepalaku, melepaskan ikatan rambutku. Dia bergerak mendekatiku, sangat dekat, sampai bisa kurasakan hangat hembusan nafasnya.

Kedua tangan suamiku sudah berada dipundakku, sedangkan tanganku memeluk pinggangnya. Dia masih menatap mataku, membuat wajahku menghangat, merona karena malu. Wajahnya mulai mendekat, bibirnya sedikit terbuka. Deg deg deg, rasanya jantungku berdetak semakin cepat, mataku terpejam, bibirku sedikit terbuka, sampai akhirnya, CUP, bibir kami bersentuhan.

Perlahan, bibir yang hanya bersentuhan mulai saling melumat. Bibir bawahku dikulum suamiku, menyapu basah dengan lidahnya, tak mau kalah, gantian aku yang membasahi bibir suamiku dengan sapuan lidah yang lembut. Semakin lama pagutan kami semakin membasahi bibir masing-masing.

Lidah suamiku mulai masuk ke dalam mulutku, bergerak-gerak liar mencari lidahku. Begitu bertemu, lidahku langsung dikait dan ditariknya, dihisapnya lidahku perlahan. Akupun mengait lidah Mas Budi beserta air liurnya masuk ke mulutku, aku hisap pelan, tak lama karena lidah kami kembali saling membelit.

Tangan kami tak tinggal diam. Punggungku mulai mendapat usapan-usapan lembut di dalam pelukan suamiku, begitupun aku, mencoba mengimbanginya dengan usapan yang sama. Aku sama sekali tidak punya pengalaman, hanya mengandalkan naluri dan sedikit meniru apa yang dilakukan suamiku, karena referensi yang pernah aku baca dan tonton seperti hilang begitu saja tak berbekas.

Ciuman kami semakin panas dan nafas kamipun semakin terasa berat, gairah dalam diriku mulai muncul. Hawa di badanku semakin memanas mengikuti permainan Mas Budi suamiku, jantungku berdetak lebih kencang lagi. Terlebih badan kami telah menempel, terasa detakan jantung suamiku juga semakin cepat.

Tangan suamiku mulai bergerak untuk melepaskan kebayaku. Hampir saja tanganku reflek menahannya kalo nggak ingat dia adalah suamiku sekarang, pria yang berhak atas tubuhku. Justru tanganku membantunya melepaskan kebayaku saat dia melepaskan kemejanya. Kami masih mengenakan baju dalam, tangan suamiku lalu mengusap menyusuri pundakku, hingga ke bagian leher. Aduuh kurasakan geli sekali di bagian leher, sampai aku menggelinjang dan mendesah tertahan.

Di bagian bawah telingaku kurasa sesuatu yang lembek dan basah, oohh lidahnya mulai menyapu dari bawah, beranjak ke belakang dan akhirnya lidahnya dengan nakal mengorek-ngorek kupingnya. Tubuhku semakin bergetar menggelinjang dan tanganku hanya bisa meremas-remas rambutnya. Awas kamu mas, aku balas nih.

Sedikit kubuka mataku, kemudian aku balas perlakuan suamiku. Kusapukan lidahku ke bagian belakang telinganya, sambil kugigit kecil daun telinganya. Kemudian usapan lidahku semakin turun ke lehernya, lalu menyusuri untuk kembali ke bibirnya. Dan kami kembali berciuman, kini lebih panas lagi. Lidah kami saling mengait tak mau kalah, saling bertukar liur. Aku sudah mulai bisa lebih rileks kali ini.

Kami terduduk di tepian ranjang, masih berciuman dengan panasnya. Tangan Mas Budi kurasakan semakin turun mendekati bukit payudaraku, dan, “ssssshhhhh aahh masss,” dia meremas pelan dadaku. Kurasakan getaran dari dadaku menjalar ke seluruh tubuh. Tapi tak berlangsung lama, karena tangannya semakin turun meraih ujung baju mansetku, dan perlahan menariknya keatas, hingga melewati kepalaku dan akhirnya terlepas.

Pertama kalinya aku seperti ini di depan orang lain, malu rasanya, sangat malu, meskipun dengan suami sendiri. Menutupi rasa maluku, akupun bergerak melepas kaos dalam suamiku. Tapi justru aku yang semakin tersipu kini memandangi badannya yang tegap dan berotot ini. Tak lama suamiku melanjutkan aksinya, kali ini bra 34B ku pun terlepas dan dibiarkan tergeletak di lantai.

Wajahku semakin terasa memanas. Tak bisa menyembunyikan malu aku hanya bisa menunduk. Tangannya lalu mengangkat daguku, kembali kami bertatapan sejenak sebelum akhirnya berciuman lagi. Beberapa saat berciuman, aku mulai bisa merespon, badanku mulai rileks.

“Aaaaahhh masssss,” tak bisa lagi kutahan desahanku, waktu puting mungliku dipilin olehnya. Pertama kalinya aku diperlakukan seperti itu oleh seorang pria. Bahkan bibirnya yang sedari tadi bermain dengan bibirku mulai turun perlahan, mengecup basah leherku, semakin turun dan akhirnya sampailah ke payudaraku.

“Ssshhhh, aaaaahhh maaass, geliiiiaaahh,” semakin menjadi desashanku.

“Nikmati aja sayang, yang rileks yaa,” ucap suamiku sesaat sebelum lidahnya mempermainkan putingku. Oh Tuhan, rasanya geli sekali.

“Oooohh maassshh, ssssshhhh aaahhhhm massss,” lidahnya menyentil-nyentil putingku, sedangkan puting yang satunya lagi nggak lepas dari pilinan jarinya. Setelah itu bergantian lidahnya menjilati putingku kiri dan kanan, mengecup dan menghisapnya perlahan, membuat tanda merah. Saat salah satu putingku dihisap maka sebelahnya diremas oleh tangan nakalnya, begitu terus bergantian.

“Hhmmpphh, aaaasshh massss,” desahanku semakin memenuhi kamar ini. Badanku tak bisa diam, terus menggeliat menahan geli bercampur nikmat yang luar biasa. Lalu kurasakan tangan Mas Budi turun, mencari resleting rok ku. Tak butuh waktu lama, tangan ahlinya menarik lepas rok yang aku pakai, dan dilanjutkan dengan cepat menelanjangi dirinya sendiri, hingga saat ini kami berdua hanya tinggal memakai celana dalam saja.

Aku pasrah saja, menunggu apa yang akan dilakukan suamiku. Dia masih betah bermain dengan kedua payudaraku. Mengecup, menjilat, menghisap, meremas, bahkan aku sempat terpekik waktu dia menggigit kecil putingku dan sedikit menariknya. Dia melakukan semua itu dengan lembut, membuatku merasa nyaman.

Mulut suamiku masih bermain di dadaku, sesekali naik ke leher terus turun lagi ke dadaku, Tangannya mulai turun, mengusap perutku, lalu semakin turun dan kini telah berada di gerbang kewanitaan yang selama ini aku jaga. Masih tertutup celana dalamku, jemari Mas Budi mulai menggeseknya.

“Aakkhhh, masssshhh,” badanku menegang, seperti tersengat listrik. Sentuhan yang sangat lembut, perlahan, mengusap turun, kemudian naik lagi, begitu seterusnya membuatku semakin blingsatan. Nafasku semakin memburu, peluh membasahi badanku. Aku merasa lubang kewanitaanku berkedut-kedut semakin kencang. Sesekali jarinya menekan lubangku disela usapannya, yang membuat badanku berkejat-kejat.

“Aah massshh,, maass ngapaiihhhmm,” desahku semakin terdengar, waktu jari-jari Mas Budi mulai mengait karet pembatas celana dalamku, dan menariknya turun, hingga kain penutup terakhirku lepas. Jarinya kembali mengusap liang kewanitaanku yang kurasakan makin basah. Semakin lama usapan jarinya semakin cepat, jari-jari itu juga semakin sering menekan gerbang vaginaku, membuat vaginaku semakin berkedut.

***

Bersambung..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel