Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

“Iyaa massshh.”

“Uuugghhh,, sshhhhh,, maaaasshhhhh,” pekikku pelan, saat penisnya semakin masuk dan tampak tertahan sesuatu, sepertinya selaput daraku.

Mas Budi mendiamkan lagi, sambil sesekali menarik penisnya maju mundur perlahan, membuat vaginaku beradaptasi dengan penis besarnya.

“Pelaan massh, penis mas besar banget.”

“Iyaa sayang, mas pelan-pelan kok, vagina kamu nikmat banget sayang,” Mas Budi mengecup keningku menenangkanku.

“Mas lanjut lagi ya sayang, ini akan terasa sedikit sakit, kamu tahan yaa sayang,” ucapnya.

Aku sekali lagi hanya mengangguk, inilah saatnya, aku lepas mahkotaku, kuberikan kesucianku untuk suamiku tercinta. Kemudian kurasakan Mas Budi menarik sedikit penisnya, dan, breettt…

“Maassssshhhhh,” erangku panjang.

Sakit. Kurasakan ada yang robek di dalam vaginaku. Sakit sekali, hingga tak terasa disudut mataku meleleh air mataku. Tanganku langsung memeluk erat tubuh kekar suamiku, kedua kakiku pun ikut membelit pinggangnya. Suamiku memelukku erat. Bibirnya mengecup bibirku, menahan rintihanku, memberikan sedikit cumbuan, agar aku lebih rileks.

Penisnya hanya didiamkan saja, menunggu. Seluruh batang penis suamiku masuk tertelan vaginaku yang sempit. Penuh sekali rasanya, hingga vaginaku berkedut-kedut dengan cepat, meremasi setiap inchi permukaan penis itu. Tak kusangka lubang mungilku bisa menampung batang besar itu.

Kami masih berpelukan. Masih terdiam tidak bergerak. Hanya bibir kami yang masih saling berpagutan. Kurasakan sakit di rongga vaginaku semakin berkurang. Mungkin suamiku merasakannya juga, hingga tak lama berselang, dia menggerakkan pantannya secara perlahan.

Dapat kurasakan, gesekan dinding vaginaku dengan permukaan penisnya, ketika penisnya ditarik keluar, hampir keluar dari vaginaku, kemudian dimasukan lagi perlahan hingga mentok, ditarik lagi, didorong lagi, hingga sama sekali tidak terasa sakit di vaginaku.

“Aaah,, uuughhhhh,, ooohhhhhh,, oohhhh,, hhmmmmpp,, oooohhhh,” aku semakin merintih menikmati sodokan demi sodokan penis suamiku. Dia melakukannya dengan pelan, sangat telaten, sehingga rasa sakitku kini tergantikan oleh sebuah kenikmatan yang luar biasa. Tak bisa kujelaskan dengan kata-kata, tapi sangat nikmat.

“Oouuuh sayang, nikmat sekali yaang,” ceracau suamiku.

“Aaah sungguh luar biasa vaginamu deekhh, oooohh.”

Mendengar itu, aku merasa bangga, dan juga bergairah, bisa memberikan kenikmatan kepada suamiku, hingga akhirnya secara naluriah, aku mulai sedikit menggerakan pinggulku mengikuti gerakan suamiku. Aku ingin total memberikan diriku padanya, aku ingin memberikan kenikmatan seutuhnya pada suamiku.

Kurasakan gerakan penis suamiku semakin cepat, menarik dan mendorong penisnya dengan bantuan carian pelumasku. Akupun semakin cepat mengikuti irama goyangannya. Kemudian melambat lagi, tapi menusuknya lebih dalam ketika lambat.

Ketika bergerak cepat tusukannya tidak terasa sampai dinding rahimku. Begitu terus gerakan suamiku seperti sebuah kombinasi yang sangat nikmat kurasa. Tanpa sadar goyangan pantatku mengikuti setiap irama sodokan suamiku.

“Ooouuhh masss,, aaahh,, aaahhh,, teruss mass,, adeek mau pipiss masss, aahh,” kurasakan didalam sana ada yang mau meledak seperti tadi saat kemaluanku dijilati oleh suamiku.

“Keluaarin aja dek, keluarin aja, bebasin diri kamu dek,” ucap suamiku seraya mempercepat goyangannya.

“Oooh teruss maasss,, oohh,, aahhh,, aaaahhh masss, adek keluar masssss, aaaaaahhhhh,” badanku mengejang, kaku, memeluk tubuh Mas Budi dengan sangat erat.

Oh Tuhan, ini jauh lebih nikmat daripada orgasmeku tadi, sangat nikmat. Aku masih memeluknya, dia pun masih mendiamkan saja penisnya memenuhi rongga vaginaku. Lubang itu masih terasa berkedut setelah baru saja mengeluarkan cairan cintaku. Nafasku masih ngos-ngosan. Ini sangat nikmat.

Suamiku mulai memaju mundurkan penisnya lagi dengan irama yang tidak beraturan, kadang perlahan, kemudian cepat, sangat cepat, lalu perlahan, sangat pelan, tiba-tiba cepat kembali. Selama sekitar 10 menit diperlakukan seperti itu, membuat tubuhku mengejang merasakan orgasme lagi.

Badanku sudah lemas, pelukanku mulai mengendor. Tiba-tiba tubuhku dibaliknya tengkurap hingga penisnya terlepas. Dibuka sedikit kakiku, pantatku sedikit diangkat olehnya, diarahkan lagi penis itu ke lubang vaginaku, kemudian digenjot lagi perlahan, sambil dia mengecup tengkukku.

“Aaaah,, aahhh,, geliii maasssshh aahhh,, ahhh,” terasa nikmat di selangkanganku bercampur dengan geli ditengkukku. Ditambah lagi tangannya mulai menggerayangi payudaraku, diremasnya pelan-pelan. Semakin nikmat kurasakan hingga aku hanya bisa mendesah dengan mata yang terpejam. Pantatku merespon dengan bergerak naik turun mengikuti gerakannya.

Dihentikan genjotannya itu, lalu pantatku ditarik semakin keatas. Aku menumpukan badanku pada kedua lutut dan siku. Mas Budi pun berdiri dengan bertumpu pada lututnya. Lalu dia mulai menggenjot lagi vaginaku dengan tempo pelan, tangannya memegang pinggulku erat. Gerakannya semakin cepat. Penisnya semakin terasa memenuhi rongga vaginaku. Pantatku maju mundur mengikuti gerakannya.

Plok plok plok plok. Sodokan demi sodokan yang kuterima semakin cepat. Sesekali tangan Mas Budi meremas pantatku yang sekal. Kali ini aku tak mampu bertahan lama, kurasakan cairan cintaku mulai terkumpul lagi serasa ingin keluar. Sodokan suamiku semakin kencang, hingga akhirnya tubuhku mengejang lagi, melengkung ke atas.

Wajahku pun terdongak, bibirku terbuka tanpa mengeluarkan suara membentuk huruf O. Tanganku bergerak memegang tangannya, memberi isyarat untuk menghentikan goyangannya. Aku klimaks lagi.

Setelah itu tubuhku lunglai tak berdaya, tulangku seperti dilolosi. Nafasku makin ngos-ngosan. Tapi belum ada tanda-tanda suamiku akan mencapai puncaknya, padahal aku sudah lemas sekali. Plop, dia mencabut penisnya, lalu membalikkan tubuh lemasku terlentang kembali.

“Gimana sayang? Lemes yaa?” tanyanya sambil tersenyum.

“Hhhsss,, hhhsss, iya mas, adek lemes banget, tapi,, nikmat banget mass,, hhhss,” jawabku terengah-engah.

“Mas kok kuat banget sih, adek aja udah lemes gini?”

“Hehehe, iyaa dong dek, suamimu ini kan perkasa,” jawabnya sambil tersenyum.

Aku ikut tersenyum, bahagianya punya suami yang demikian perkasa.

“Lanjut yaa dek, masih kuat kan?” tanyanya setengah meledek.

“Iyaa mas lanjutin, adek masih kuat kok, weeek,” jawabku sambul memeletkan lidah.

Dia tergelak mendengar jawabanku, lalu membuka kembali kedua kakiku, mengangkatnya dan menaruhnya di kedua pundaknya. Kemudian mengarahkan kembali penisnya ke bibir vaginaku. Meski sudah begitu basah karena aku sudah berkali-kali orgasme, namun tetap saja agak sulit batang itu masuk, karena memang ukurannya yang menurutku sangat besar dan panjang.

Penis Mas Budi perlahan mulai memasuki vaginaku, dipentangkan lebar kedua kakiku, kemudian dia menggerakan pinggulnya menyodoki lubangku. Kali ini dengan tempo yang lebih cepat.

“Oooohh,, aaaahh,, enaak masssh,, ouugghh terusss masshh,” aku mendesah, kini tanpa malu-malu lagi. Genjotan suamiku semakin cepat. Kedua kakiku mengangkang. Tangannya menggenggam kedua tanganku. Payudaraku bergerak naik turun dengan cepat seirama dengan sodokan suamiku. Hampir 5 menit terus bergerak dengan irama yang konstan, aku merasa akan mencapai puncak lagi.

“Aaaahh,, aaahhh,, teruss mass, adek mau keluar lagi mass,, aahhh,, oouuggh,” pintaku tanpa malu-malu.

“Ahhh gimana dek? Enak bercinta sama mas? Aaahh,, ahhh,” tanya suamiku.

“Iyaaah massh, enaak bangetthhh, nikmaaatt masssshh,” jawabku disela desahanku.

“Mass,, aahhh adek mauu keluaar mass,, aahhh,, aaaahhh,, massss, adek keluaaaarrrrhhhh,” pekikku menyambut puncakku yang kesekian kalinya.

Tapi kali ini dia tidak mengentikan sodokannya, nampaknya Mas Budi sebentar lagi juga akan mencapai puncaknya. Akupun dengan sisa-sisa tenagaku mengimbangi gerakan suamiku dan juga menggerakkan otot-otot di dinding vaginaku, meremas-remas penis suamiku.

“Aaahh,, aaahh,, deek, mas juga mauu keluaar dek, teruss remes kontolku dek, ahh aaahhh,” ucap Mas Budi, goyangan pantatnya semakin cepat, hingga akupun merasakan aku akan mendapat klimaks lagi.

“Adek juga mau keluar rasanya maasssss, ooohhhh terus massh, aaahh,, aaahhh.”

“Tungguin mas dek, kita keluar barengan, aahhh.”

“Adeekk nggak tahan masssh, adeek keluaaarr massssshh.”

“Aaarrghhhh mas jugaa deeeek, mas keluaaaaaaaarrrgggghh.”

Mas Budi menancapkan sedalam-dalamnya penis itu ke vaginaku. Kurasakan dinding rahimku mendapatkan semburan yang kencang berkali-kali, entah berapa kali aku tak menghitungnya. Semburan yang sangat banyak, dan terasa hangat sekali, hingga akupun mendapatkan orgasmeku yang luar biasa, jauh lebih nikmat daripada yang sebelum-sebelumnya.

Tubuh kami berdua mengejang, kepalaku tengadah, mulutku terbuka lebar, menikmati apa yang baru saja aku dapatkan. Suamikupun begitu. Matanya terpejam, tubuhnya menegang, penisnya didalam vaginaku masih berkedut. Kami menikmati klimaks yang luar biasa kali ini.

Tak lama tubuhnya lemas, ambruk ke tubuhku, aku menyambutnya dengan pelukan hangat. Senyum tersungging di bibirku. Aku merasa sangat bahagia, bersyukur sekali, bisa membahagiakn suamiku, bersyukur bisa memuaskannya. Semoga selalu begini, semoga aku selalu bisa memuaskan suamiku, semoga bisa menjadi istri yang selalu membahagiakan suamiku, karena buatku, dia suami yang hebat.

***

POV Budi

Luar biasa. Malam ini aku menjalani malam pertamaku dengan luar biasa. Mendapatkan istri secantik bidadari, yang kini terbaring lemas dipelukanku. Tanpa busana, badan penuh peluh, leher dan dada yang penuh dengan cupanganku. Dan lubang sempit yang baru saja aku sembur dengan benih-benihku. Sungguh beruntung aku memiliki keindahan ini. Dia, Tiara Dharma Saraswati, istriku, yang sekarang boleh kalian panggil dengan sebutan Nyonya Budi.

***

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel