Bab 4
Tubuh kami yang masih berbusana lengkap kini sudah menempel, saling merasakan detak jantung kami yang semakin kencang. Tak banyak suara yang keluar dari mulut kami, hanya kecipak lidah yang semakin liar membelit dan menghisap satu sama lain. Istriku jago juga berciuman, untuk ukuran orang yang baru pertama ciuman. Tanganku mulai bergerak untuk melepas kebaya Ara, dengan sedikit bantuannya maka baju kebaya itu terlepas hingga bagian pinggang, menyisakan baju manset atasannya. Akupun membuka kemeja putihku menyisakan kaos dalam yang warnanya senada. Jemari kekarku mulai menelusuri kedua pundak istriku, memberikan stimulasi di bagian lehernya, membuatnya beberapa kali mendesah dan menggelinjang. Sementara tangan istriku hanya diam memeluk leherku, sambil sesekali meremas rambutku ketika tubuhnya menggelinjang akibat ulah lidahku di bagian telinganya.
Selanjutnya, yang cukup membuatku terkejut, tapi juga senang, istriku membalas tindakanku sebelumnya, dia menyusuri bagian telingaku dengan lidahnya, sambil memberi kecupan ringan yang membuatku bergetar, bahkan usapan lidahnya sampai menyusuri leherku dan kembali lagi bibirku, kami berpagutan lagi, kali ini semakin panas, semakin membelit satu sama lain, seperti tak ingin lepas. Ara mampu meladeni permainan bibirku dengan baik, sangat baik untuk seorang pemula.
Aku arahkan tanganku dipundaknya, untuk menariknya agar duduk di tepian ranjang. Yaa sedari tadi kami berciuman masih dalam posisi berdiri. Setelah terduduk, tanganku mulai menjalankan tugasnya. Dengan perlahan turun dari pundah menuju bukit sekal di dada istriku. “ssssshhhhh aahh masss,” dia mulai mendesah ketika tangan kananku menangkup utuh payudara kirinya, aku remas lembut bukit sekal itu perlaha, desahan Ara semakin menjadi. Tak puas sampai disitu, tanganku turun untuk meraih pinggiran manset Ara, lalu menariknya keatas, semakin keatas hingga akhirnya terlepas dari tubuh indah itu. Tuhan, indahnya tubuh ini, putih bersih tanpa cacat sedikitpun. Gundukan payudara yang nampak begitu indah, nampak padat, dibalut dengan bra 34B berwarna putih dengan sedikit renda dibagian pinggirnya.
Saat mataku sedang terpaku menatap keindahan di tubuh istriku, tanganya pun bergerak untuk melepaskan kaos dalamku, aku membantu mengangkat kedua tanganku agar mudah dia lepaskan. Kutatap wajah istriku, semakin memerah pipinya, semakin menggemaskan. Kuarahkan kedua tanganku ke belakang punggungnya, mencoba meraih pengait bra itu, dan melepaskannya perlahan. Sedikit demi sedikit penutup bukit payudara istriku melorot, hingga akhirnya terbuka semua. Kesekian kalinya aku menyebut kebesaran Gusti, sepasang bukit yang sangat indah, padat membulat, sangat sesuai dengan ukuran badannya. Dengan tonjolan mungil merah muda di bagian tengahnya sebagai penyempurna bukit indah itu. Senada dengan kulitnya yang begitu putih, hingga dapat terlihat benang-benang halus bayangan pembuluh darah yang ada disekitar dada istriku. Sungguh luar biasa, payudara terindah yang pernah kulihat.
Istriku hanya menunduk, dan bergetar badannya saat aku membelai tangannya dari bawah hingga ke pundak. Mungkin ini adalah kali pertama kulitnya disentuh oleh seorang pria. Membuatnya semakin menunduk, semakin merah wajahnya. Aku meraih dagunya, mengangkatnya, kemudian mengecup mesra bibir tipis itu, lalu melumatnya perlahan, mencoba memberikan rasa nyaman kepadanya. Dia mulai membalas pagutanku, lidahnya mengikuti tarian lidahku, kembali lidah kami saling membelit. Hingga kurasakan tubuhnya mulai nyaman, mulai rileks, dan siap untuk ke tahap selanjutnya.
Tanganku mulai bergerak, membelai lembut pipi istriku, perlahan, turun ke lehernya, sangat pelan, hingga sampai ke payudara Ara, mengusapnya perlahan, agar Ara tetap merasa nyaman, memberikan sedikit remasan yang sangat lembut. Tubuh istriku menggelinjang, dan semakin kuat menghisap lidahku, semakit kuat meremas kepalaku, tanda birahi dalam dirinya mulai terusik. Dan akhirnya sebuah desahan panjang keluar dari bibirnya saat ibu jari dan telunjuk sampai di puting mungil merah muda itu, sedikit menekan dan memelintirnya. “aaaaahhh masssss.”
***
Saat yang hampir bersamaan
Di sebuah komplek perumahan
Nadia Agustina
“aah aahhh paah terus paah,, eeehhmmm terus paah,” erangan seorang wanita saat dirinya sedang disodok dari belakang oleh suaminya. Wanita itu masih memakai baju pestanya, kerudung birunya pun masih terpasang meskipun sudah tak rapi lagi. Bawahan gaun itu sudah diangkat hingga ke perutnya, sedangkan celana dalamnya sudah tergeletak sekitar 2 meter dari tempatnya digumuli. Sang suamipun hanya telanjang di bagian bawah, bagian atasnya masih menyisakan kaos dalam warna hitamnya. Sudah sekitar 30 menit dia menggenjot istrinya dengan bergonta-ganti posisi. Kini sang istri dalam posisi menungging, tangannya bertumpu pada kasur. Sudah 2 kali dia dibuat orgasm oleh suaminya, namun sang suami belum juga selesai. Kocokan sang suami mulai semakin cepat, sambil kedua tangannya memegang erat pantat bulat istrinya, semakin kencang dia memompakan penisnya di vagina sang istri, hingga sang istri merasakan sesuatu akan meledak lagi dibawah sana.
Suara tumbukan kedua kemaluan ini terdengar cukup keras apalagi vagina sang istri yang telah basah akibat 3 kali orgasme yang sudah didapatnya. Sebenarnya dia sudah begitu letih, karena sebelumnya, di acara pernikahan temannya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke Line di smartphone miliknya, memintanya untuk menemui sang pengirim di toilet, sesampainya dia di toilet langsung saja ditarik masuk ke toilet pria, disingkap rok panjangnya, digeser sedikit celana dalamnya, dan langsung dimasukan penis pria itu, yang sudah sangat keras, ke vaginanya yang masih kering. Cukup menderita dia selama digarap oleh lelaki itu, dan untungnya di masa suburnya itu, sang pria masih mau untuk mencabut penisnya saat akan ejakulasi, dan menggantinya dengan memasukan ke mulut si wanita. Saking banyaknya sperma yang keluar hingga tak semua mampu ditampung mulut kecil itu, dan akhirnya menetes ke kerudungnya. Segera ia membasuh kerudungnya dengan air agar tak terlalu membekas nantinya. Sampai dia kembali ke acara dan bertemu teman-temannya pun masih terasa sakit di vaginanya. Hingga saat sampai rumah, begitu masuk kamar sang suami langsung saja menerkamnya dengan penuh nafsu.
“aaaaagghh sayang, papa keluaaaar maaaaaaaah.”
Crot crot crot, sekitar 6 kali semburan ke liang peranakan sang wanita, begitu terasa, hingga membuatnya ikut merasakan klimaksnya kembali, yang keempat, bersama suaminya, dan yang ke 7, hari ini.
Tanpa diketahui sang istri, suaminya menggenjotnya dalam posisi menungging sambil melihat sebuah foto yang dipigura cantik di meja riasnya. Pandangan mata suaminya tak lepas dari seseorang yang ada ditengah, seseorang dengan kerudung merah, seseorang yang merupakan sahabat istrinya, seseorang yang dia teriakan namanya dalam hati saat menjemput orgasmenya tadi, sang mempelai wanita yang tadi mereka hadiri pernikahannya.
***
Saat yang hampir bersamaan
Di lokasi pesta pernikahan yang kini telah sepi
Safitri Rahmadianti
“eeeehhhmmmm ouuugh aaahhh,” rintihan seorang wanita, yang berpenampilan anggun, dengan rambut pendek sebahu yang mulai berantakan sanggulnya. Gaun pesta terusan selutut warna biru gelapnya pun sudah tak beraturan, tersingkap di bagian atas dan bawah, sementara bra dan celana dalamnya sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Tubuh polos sang wanita kini sedang bergerak naik turun mengaduk batang pejal yang sedang keluar masuk liangnya. Sementara pemilik batang hitam dan panjang itu sedang melumat payudara mungil sang wanita. Pria yang lebih pantas menjadi ayahnya ini, yang merupakan atasannya di kantor.
“terus goyangin sayang, oouuggh nikmat sekali, sempitnya memekmu Fit,” ceracau sang pria.
“hhhmmmpphh ouuh ahhh aaahhh,” tak mampu menjawab, Safitri, wanita muda yang baru beberapa bulan ini menjanda karena suaminya tewas dalam tugasnya, terus saja memberikan servis terbaiknya untuk sang atasan. Dia gerakan pantatnya naik turun, maju mundur, menggoyang ke kanan dan kekiri, apapun yang dia bisa. Sudah hampir setengah jam mereka bergumul, peluh telah membasahi tubuh keduanya.
“ooough, terus Fit, bapak mau keluar, aaaaarrgggghh Fit aku keluaaaarr.”
“aaaaaaarrgggghhhh, Fitri jugaa paaaaakkh.”
Safitri memeluk erat tubuh sang atasan begitu juga sebaliknya, saling menikmati puncak kenikmatan yang baru saja mereka dapatkan. Nafas mereka terengah-engah, meskipun dalam dinasnya selalu mendapat pelatihan fisik untuk menempa stamina, namun bercinta adalah perkara yang beda. Setelah beberapa saat nafas mereka berangsur normal, Safitri mengangkat tubuhnya, mengeluarkan penis yang telah mengecil itu dari vaginanya, kemudian dengan sigap memakai lagi pakainnya.
Setelah membenahi penampilannya Safitri berdiri tegak sikap sempurna didepan atasannya yang masih terduduk di kursi menikmati sisa-sisa pertempuran mereka.
“Ijin meninggalkan tempat komandan.”
“Hmm, baiklah, kamu pulang dulu saja, kasihan anakmu.”
“Siap komandan.”
“Dan jangan lupa, besok pergilah ke toko buku, belikan anakmu keperluan-keperluan untuk sekolahnya nanti, sekalian ajak dia jalan-jalan.”
“Siap, laksanakan komandan.”
Dengan langkah gontai Safitri pun berjalan menuju mobilnya. Masih terasa ada sperma yang menetes meluncur di paha mulusnya. Saat melewati pos penjagaan, dia sempatkan membuka kaca mobilnya dan menyapa satpam yang berjaga.
“Mari pak, saya duluan.”
“Mari silahkan Bu Polisi,” jawab satpam itu.
Safitri menutup kaca mobilnya, si satpam melanjutkan kegiatannya, mengocok penis sambil melihat hpnya, dimana di hpnya terlihat foto seorang wanita setengah telanjang sedang mengulum penis seorang pria paruh baya. Foto seorang wanita cantik, wanita yang baru saja lewat dihadapannya. Foto sang polwan bersama atasannya.
Bersambung...