Bab 9 Memulai Pendekatan
Bab 9 Memulai Pendekatan
Hari ini, hati Ayten berbunga-bunga. Dia tidak menyangka, kalau Barga akan menerima dirinya menjadi kekasih Barga. Walaupun masih dalam masa percobaan. Tapi Ayten tetap saja merasa senang. Karena itu artinya, dia selangkah lebih dekat dengan Barga. Ayten akan berusaha lebih keras untuk meluluhkan hati Barga.
Ayten sudah merencanakan semuanya dengan sempurna. Dia akan mengajak Barga kencan romantis di hotel mewah. Ayten juga akan terus merayu Barga untuk bisa tidur bersama dirinya. Membayangkan Barga yang jatuh ke dalam pelukannya, membuat hati Ayten bahagia sendiri. Dia sampai di depan rumahnya masih dalam keadaan senyum-senyum sendiri.
Ayten masuk ke rumah dan langsung menuju ke kamarnya di lantai dua. Ayten terus terbayang dengan kejadian siang ini, di mana dia makan siang bersama di warung dan orang pikir mereka adalah pasangan. Semua orang bilang mereka sangat cocok dan serasi. Ayten memekik bahagia di kamarnya. Dia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan meraih bantal untuk menutupi wajahnya yang merona merah. Ayten merasa pipinya terbakar.
"Barga, kamu tunggu saja. Aku pasti akan membuat dirimu jatuh cinta padaku. Kita lihat saja nanti. Apakah kau mampu menghindari pesona seorang Ayten?" gumam Ayten di antara himpitan bantalnya.
*****
Barga merebahkan tubuhnya di atas kasur, di kamar kontrakan sederhana miliknya. Barga masih tidak mengerti, kenapa dirinya menerima Ayten untuk menjadi kekasihnya. Walaupun dia bilang ingin mencobanya terlebih dahulu. Tapi Barga takut kalau nanti dirinya akan jatuh dalam perangkap Ayten.
Bagaimanapun juga, Ayten mendekati dirinya karena terobsesi dengan tubuhnya. Barga tahu itu. Dia tahu, Ayten adalah gadis yang menganut kehidupan bebas. Itu bukan tipe Barga. Barga ingin menjalin hubungan dengan wanita yang sopan dan tidak neko-neko. Tapi Barga sudah terlanjur mengatakan untuk mencoba menerima Ayten.
Sebagai seorang pria, Barga akan memegang janjinya sendiri. Memegang janjinya, bukan berarti tidak memikirkan cara untuk lepas dari Ayten. Dengan pikiran yang masih bergelut tentang cara melepaskan diri dari Ayten, Barga tertidur pulas di kasurnya.
Pagi ini, Barga terbangun dari tidurnya seperti biasa. Tapi entah kenapa, dia tidak merasakan semangat bekerja seperti biasanya. Dia kehilangan tenaga saat membayangkan akan bertemu dengan Ayten pagi ini. Itu menghancurkan semangatnya di pagi ini.
Seperti biasanya, Barga bersiap dan berjalan turun ke lantai bawah untuk pergi bekerja. Ini sudah hampir setengah sepuluh pagi. Barga hampir telat. Dia bahkan tidak sempat sarapan. Barga berlari kecil menuju ke pangkalan angkot. Sesampainya di sana, Barga celingukan.
Dia berharap ada angkot yang segera datang dan mengantarkan dirinya ke toko. Tapi sampai beberapa saat, tidak ada satupun angkot yang lewat di depan pangkalan itu. Sebenarnya ada, tapi tujuannya beda dengan tempat kerja Barga.
Hingga saat Barga merasa putus asa, sebuah mobil mewah berwarna merah, lewat di depan Barga. Barga melangkah mundur, berpikir mobil itu ingin parkir di depan warung. Tapi ternyata, mobil itu berhenti tepat di hadapan Barga. Perlahan, kaca jendela mobil itu diturunkan. Barulah Barga melihat siapa yang mengendarai mobil itu. Di dalam mobil, Ayten tersenyum manis kepada Barga.
"Barga, selamat pagi," panggil Ayten menyapa Barga ceria.
Barga hanya menghela nafas pelan.
"Gadis ini lagi," pikir Barga lelah.
"Apa yang kau lakukan di sini Ayten?" tanya Barga.
Bukannya menjawab sapaan Ayten, Barga justru balik bertanya pada gadis itu. Ayten masih tersenyum pada Barga.
"Aku datang menjemput dirimu. Naiklah, aku akan mengantarkan dirimu ke toko," ajak Ayten.
Barga diam berpikir. Di dalam hatinya, dia sedang bertarung. Mau menerima atau menolak tawaran Ayten. Kalau dia menolak, dia akan terlambat masuk kerja. Sedangkan kalau dia menerima ajakan Ayten, itu sama saja Barga memberikan harapan yang lebih besar lagi pada gadis itu.
Tapi akhirnya Barga memilih menerima tawaran Ayten. Begitu Barga naik ke dalam mobil, Ayten segera menjalankan mobilnya menuju ke tempat kerja Barga. Tepat pukul sepuluh, mobil Ayten berhenti di depan toko karpet tempat Barga bekerja. Barga keluar dari mobil itu dan berjalan ke arah toko. Di depan toko, semua temannya sudah datang, termasuk Rian. Barga menyapa Rian lalu duduk di sebelahnya.
"Tumben kau datang paling akhir Ga? biasanya kau yang pertama datang. Apa kau sudah lelah jadi karyawan teladan?" Seloroh Rian pada Barga.
"Sekali-kali tidak apalah datang paling akhir. Biar tahu rasanya di tunggu oleh yang lainnya," sahut Barga santai.
Mereka tidak lagi melanjutkan candaan mereka karena toko sudah dibuka. Barga dan Rian bergegas masuk ke dalam toko untuk bersiap membuka toko sepenuhnya. Barga merasa melupakan sesuatu. Tapi Barga segera menepis pikiran itu.
Sedangkan di dalam mobil, Ayten cemberut. Itu karena Barga tidak mengatakan apapun kepada dirinya, bahkan terima kasih juga tidak. Bukan berarti Ayten menginginkan terima kasih dari Barga, bukan. Tapi Ayten ingin Barga mengatakan sesuatu kepada dirinya. Ayten ingin semakin dekat dengan Barga, tapi Barga masih acuh tak acuh. Ayten memilih tetap di mobil.
Melihat mobil merah yang masih terparkir di depan toko, Barga diam memperhatikan. Rian yang melihat Barga terpaku, mengikuti pandangan Barga keluar toko. Rian menghampiri Barga dan menepuk pundaknya. Barga menoleh pada Rian.
"Lebih baik kau datangi dan katakan sesuatu pada dia," kata Rian bijak
" ... "
"Aku tahu. Tapi bagaimanapun juga, dia sudah baik mau mengantarkan kamu berangkat kerja. Dia juga membantu dirimu kerja di sini beberapa waktu lalu. Jadi Barga, katakan sesuatu pada dia. Jangan terlalu kejam jadi laki-laki," nasehat Rian seolah-olah mengetahui apa yang menjadi masalah bagi Barga.
Barga memikirkan perkataan Rian. Lalu melangkah keluar, ke arah mobil merah itu. Barga mengetuk kaca jendela mobil Ayten.
Tuk! Tuk! Tuk!
"Pulanglah ke rumahmu. Istirahatlah. Terima kasih banyak sudah mengantarkan aku," ujar Barga lembut.
Ayten menurunkan kaca jendela, berharap Barga mengatakan sesuatu padanya. Dan harapan Ayten tidak sia-sia. Ayten tersenyum manis mendengar Barga yang berkata pada dirinya.
"Tapi aku ingin menunggu di sini," rengek Ayten.
"Pulanglah Ayten. Kau bisa menjemput nanti sore. Aku akan mengajakmu pergi kencan. Jadi lebih baik kau pulang dan istirahat," bujuk Barga.
Mendengar Barga akan mengajak dirinya kencan, kebahagiaan terpancar dari raut wajah Ayten. Dia segera mengiyakan perkataan Barga.
"Baiklah aku akan pulang sekarang. Kalau begitu sampai jumpa nanti sore Barga," pamit Ayten senang.
Barga tersenyum melihat Ayten melajukan mobilnya pergi dari parkiran toko. Barga menghela nafas lega sebelum masuk ke toko lagi untuk bekerja.
Ketika saatnya toko tutup, Ayten sudah tiba di depan toko. Dia sudah tidak sabar menantikan kencan dengan Barga. Ayten bahkan sedikit berdandan untuk Barga. Dia menunggu di dalam mobil.
"Barga, aku pulang duluan ya," seru Rian melambaikan tangannya.
"Ya," jawab Barga melambaikan tangan kembali.
Barga berjalan menuju mobil Ayten. Dia mengetuk kaca jendelanya. Tidak lama, Ayten membukanya dari dalam. Barga masuk ke dalam mobil.
Ayten melajukan mobilnya sesuai arahan dari Barga. Kemudian di memarkirkan mobil itu di area parkir dekat restoran mahal.
Barga mengajak Ayten untuk jalan kaki menuju tempat langganannya. Sebuah warung pecel lele. Warung itu berada di pinggir jalan, di seberang hotel bintang lima dan tidak jauh dari lokasi restoran mewah tempat mobil Ayten terparkir.
Barga sengaja membawa Ayten ke sini, agar membuat Ayten jera dan menyerah pada dirinya. Tapi siapa sangka? Ayten malah terlihat akrab dengan para pengunjung warung pecel lele itu, yang kebanyakan adalah pekerja kasar dan buruh di daerah itu. Rencana Barga gagal total. Membuat dirinya hilang semangat.
Selesai makan, Barga mengajak Ayten untuk segera pulang. Ayten hanya menurut pada Barga. Mereka berjalan dalam keheningan. Tidak ada yang berbicara di antara mereka. Sampai di dalam mobil juga masih bertahan dalam diam. Barga memilih memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Tidak mengacuhkan Ayten sama sekali.