Bab 10 Rencana Aduan Hasrat
Bab 10 Rencana Aduan Hasrat
Ayten melirik ke arah Barga di sampingnya. Sebenarnya Ayten sedikit kecewa dengan sikap Barga ini. Dia pikir Barga sudah bisa menerima dirinya. Tapi melihat sikap Barga malam ini, Ayten sadar bahwa perjuangannya untuk mendapatkan Barga masih jauh dari garis finis. Kalau boleh jujur, Ayten marah dan ingin mengutuk Barga.
Tapi Ayten tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk dekat dengan Barga. Ayten membiarkan dirinya mengikuti keinginan Barga. Dia sengaja tidak protes, agar Barga melihat ketulusan dirinya. Tapi Barga malah terlihat marah dan mendiamkan dirinya seperti ini. Di sudut matanya, terlihat gumpalan air mata yang siap untuk meluncur bebas, namun Ayten mencoba menahannya. Dia sudah bertekad dan tidak akan menyerah begitu saja.
"Mau kemana lagi kita?" tanya Ayten pelan.
"Pulang. Aku lelah," jawab Barga datar.
Ayten mengangguk, meskipun dia tahu Barga tidak akan melihat dirinya karena betah memejamkan matanya. Ayten mengantarkan Barga sampai di depan kontrakan Barga. Dia menghentikan mobilnya. Menunggu Barga mengatakan sesuatu.
Barga masih diam di tempatnya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa pada Ayten. Dia merasa bersalah pada Ayten. Tapi Barga juga kesal karena rencananya gagal dan berantakan. Entah harus seperti apalagi Barga agar Ayten menyerah mengejar dirinya. Saat dirinya sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, sebuah suara menyadarkan Barga.
"Barga, sudah sampai. Apa kau baik-baik saja?" kata Ayten lembut.
Barga membuka kedua matanya. Dia menatap ke sekelilingnya. Barga duduk tegak sebelum keluar dari mobil Ayten.
"Barga ..." panggil Ayten pelan.
Barga menghentikan langkahnya. Dia berbalik ke arah Ayten.
"Terima kasih banyak Ayten. Maaf aku sangat lelah malam ini," ujarnya singkat.
Barga meninggalkan Ayten tanpa menoleh ke belakang lagi. Dia masuk ke dalam kontrakan sederhana miliknya.
Sementara air mata yang sedari tadi ditahan oleh Ayten, akhir jebol juga. Ayten menangis kecewa dengan sikap Barga yang dingin. Di yang terbiasa mendapatkan apa yang diinginkan olehnya, kini merasakan bagaimana beratnya meluluhkan hati seorang Barga. Ayten tidak terbiasa ditolak dan ini menyakiti ego dan harga dirinya. Tapi hati Ayten masih mengharapkan Barga. Ayten menangis di dalam mobil yang masih terparkir di depan kontrakan Barga. Dia belum beranjak dari sana.
Rasanya sakit juga saat harus merasakan ditolak kesekian kalinya bahkan tanpa ada rasa kasihan dan kelembutan sedikitpun.
Barga terkejut saat membuka pintu kamar kontrakan miliknya. Di dalam, sudah ada Rian yang duduk di kasur miliknya dan menonton televisi di kamar Barga. Barga yang awalnya ingin marah, kini hanya menghela nafas panjang. Dia melangkah masuk dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, di samping Rian. Rian terkejut melihat kedatangan Barga. Tapi melihat wajah Barga yang lesu, akhirnya Rian bertanya pada Barga.
"Ada apa denganmu? bukankah kau pergi berkencan dengan wanita bule itu? tapi kenapa kau tidak bersemangat? apa dia menolaknya?" Rian mencecar Barga dengan pertanyaan beruntun.
"Bukan urusanmu. Kenapa kau bisa ada di kamarku?" sahut Barga ketus.
"Wowww... santai bung. Sebenarnya aku ingin menumpang tidur di sini," kata Rian.
Barga membuka matanya dan menatap Rian dengan heran. Dia mengerutkan dahinya dengan bingung.
"Numpang? Kenapa kau ingin tidur di sini? ada masalah?" tanya Barga.
"Hehehe... aku belum bayar kontrakan," jawab Rian polos cengengesan.
"Dasar kau ini!" sewot Barga.
Barga melemparkan bantal ke arah Rian yang masih tertawa tanpa dosa.
"Lupakan itu. Katakan padaku, ada apa dengan dirimu Barga? kenapa kau terlihat frustasi seperti ini," Rian mengalihkan topik pembicaraan.
Akhirnya Barga mengatakan semua masalah dirinya dan Ayten. Dia meminta pendapat Rian.
"Sudah. Daripada kamu bingung dan pusing sendiri, ayo kita hangout saja," ajak Rian.
Rian menarik tangan Barga untuk bangkit dari tempat tidur.
"Mau kemana? Sudah malam begini," tanya Barga pada Rian.
"Sudah ikut saja. Katanya ingin membuang semua pikiran yang rumit? daripada suntuk dan menggerutu di rumah sendirian," sahut Rian merayu Barga.
Akhirnya Barga mengikuti ajakan Rian. Dengan sedikit malas, dia bangkit dari atas kasur. Barga sama sekali tidak peduli kemana Rian akan membawa dirinya. Dia hanya ikut saja tanpa banyak protes. Barga masuk ke dalam taksi dengan ogah-ogahan. Jujur saja, Barga sangat malas malam ini. Semua rencananya yang hancur membuat moodnya juga hancur. Bahkan dia tidak memperhatikan sebuah mobil yang mengikuti taksi yang mereka tumpangi.
Mobil itu adalah mobil mewah milik Ayten. Ayten yang belum beranjak dari depan kontrakan Barga, melihat Barga dan Rian yang berjalan keluar dari kontrakan Barga. Ayten melihat keduanya yang masuk ke dalam taksi yang dihentikan oleh Rian. Melihat taksi itu pergi membawa keduanya, Ayten segera menghidupkan mobil miliknya. Ayten bergegas mengikuti taksi itu di belakangnya.
Tidak berapa lama, taksi itu berhenti di sebuah tempat yang rame. Itu adalah bar yang dulu. Bar murahan tempat pertama kali Ayten bertemu dengan Barga. Ayten segera turun dari mobil dan masuk ke dalam bar murahan itu. Dia mencari kedua pria yang masuk ke bar itu lebih dulu.
"Kenapa kau mengajakku kesini Rian? bukankah ini bar yang waktu itu? apa maksudmu mengajakku kemari?" tanya Barga curiga.
"Sudahlah Barga. Katanya ingin melepaskan stres? ya di sini tempatnya. Kalau kita punya uang lebih, aku akan membawamu ke tempat yang lebih elit dari ini. Jadi nikmati saja yang ada. Ayo minum," ajak Rian.
"Baiklah."
Barga menerima gelas yang disodorkan oleh Rian. Dia menenggak minuman keras itu dalam satu kali tegukan. Rian ikut meminum minuman beralkohol itu. Mereka berdua saling menuangkan minuman itu di gelas masing-masing. Malam ini, keduanya berniat untuk mabuk. Tidak perduli dengan semua hal di sekelilingnya. Barga bahkan meminta pelayan untuk mengambilkan minuman itu lagi. Dalam pengaruh alkohol yang kuat, Barga hilang kendali. Dia mulai mengoceh tidak jelas.
"Hari ini aku ingin mabuk dan melupakan semuanya. Aku tidak perduli dengan gadis itu lagi. Aku tidak peduli kalau aku mabuk dan mati di sini," ujar Barga yang mulai mabuk.
"Benar ... kita tidak usah lagi memikirkan hari esok. Lebih baik kita bersenang-senang malam ini. Hidup kebebasan!" seru Rian mabuk.
"Demi kebebasan kita..." sahut Barga lebih mabuk, bahkan dia mulai tertawa tak jelas, otakna mulai tumpul akibat minuman keras itu.
Tidak lama kemudian, Barga tidak sadarkan diri karena mabuknya. Rian yang melihat Barga jatuh tertidur, mencoba untuk membangunkan Barga. Tapi seorang gadis datang menghampiri mereka. Dia adalah Ayten. Ayten sudah lama memperhatikan mereka berdua. Dia hanya minum sedikit dan sengaja menunggu Barga mabuk. Setelah melihat Barga yang jatuh tidak sadarkan diri, Ayten datang dan membawanya pergi.
"Hei... mau kau bawa kemana dia? lepaskan temanku," seru Rian pada Ayten dengan lemah.
Rian sendiri sudah mabuk, jadi dia juga tidak ada tenaga lagi.
Ayten meminta dua orang keamanan untuk membawa kedua pria mabuk itu. Ayten meminta mereka untuk memasukkan Barga ke dalam mobil, sementara Rian Ayten titipkan untuk di bawa ke listen terdekat. Setelah memberikan tip pada keduanya, Ayten segera melajukan mobilnya menuju hotel terdekat. Ayten membawa Barga masuk ke kamar hotel yang sudah di pesannya.
Ayten memandang Barga yang terbaring di atas tempat tidur dengan penuh nafsu. Perlahan dia mendekati Barga dan naik ke atas tempat tidur. Ayten melepas kancing kemeja Barga satu demi satu. Ayten mencium dada bidang Barga dan naik ke bibir Barga.
Ayten merasakan pahit dari minuman murahan itu. Tapi dia tetap Melumat lembut bibir Barga yang seksi. Sementara tangan Ayten menjelajah ke seluruh tubuh Barga. Tangan Ayten berhenti di atas gundukan Barga yang lumayan itu. Ayten mengelus gundukan itu, memberikan stimulus pada daerah intim Barga.
Barga melenguh dalam tidurnya. Dengan semua rangsangan yang diberikan oleh Ayten pada tubuhnya, membuat Barga secara tidak sadar membalas ciuman Ayten. Perlahan, Barga terbangun. Dia yang sudah terangsang hebat, segera membalikkan keadaan.
Barga menguasai permainan mereka. Dilumatnya bibir tipis milik Ayten dengan nikmat. Seakan-akan itu adalah makanan paling nikmat sedunia. Sedangkan tangan Barga dengan cekatan melepas semua pakaian Ayten. Di mulai dari rok pendek merah milik gadis itu, lalu menyusul blus Ayten yang dicampakkan ke lantai.
Terakhir adalah pakaian dalam Ayten yang berenda. Kini Ayten telanjang di bawah tubuh Barga. Sementara Barga masih memakai celana jins miliknya. Barga mencondongkan tubuhnya ke arah Ayten. Dia menempatkan dirinya diantara kedua kaki Ayten. Kembali mencium bibir merah muda itu dengan liar. Kecipak basah terdengar dari keduanya. Tangan Barga menuju gunung kembar milik Ayten dan meremasnya pelan. Menghasilkan erangan nikmat yang teredam oleh ciuman mereka. Sementara tangan Barga yang lain meraih salah satu kaki Ayten. Mengangkat kaki itu dan meletakkannya di pundak Barga. Ayten semakin mendesah nikmat. Nafsunya semakin naik, karena sentuhan yang terjadi antara dirinya dan Barga semakin intim. Jemari Barga merayap turun menuju daerah diantara kedua paha Ayten. Menyentuh daerah yang panas namun lembut itu. Menggunakan jari tengahnya, Barga mengelus di antara lipatan rahasia di bawah sana. Ayten memekik senang.
Ayten sendiri tidak tinggal diam. Satu tangan miliknya meraih tengkuk Barga dan mendorongnya semakin ke bawah. Sedangkan jemari lentiknya menuju ke arah pertemuan tubuh mereka di bawah sana. Jemari itu menyelinap masuk dan meraih resleting celana jeans Barga. Menarik turun resleting itu dan menelusup masuk ke dalam celana dalam Barga. Barga tidak memakai bokser. Dan itu memudahkan Ayten untuk mengeluarkan senjata Barga yang sudah menegang penuh. Ayten memekik kecil, saat ciuman Barga turun ke leher dan mengigit kecil lehernya. Meninggalkan bekas di sana. Dan tanpa aba-aba, Barga memasukkan jari tengah miliknya masuk kedalam aset intim Ayten. Ayten menjerit kecil, kaget sekaligus nikmat.
"Barga..." desah Ayten.
Ayten semakin merasakan nikmat saat Barga menggerakkan jari tangannya keluar masuk di bawah sana. Sementara gunung kembarnya tidak luput dari jamahan Barga. Ayten tersentak nikmat saat jari Barga menyentuh sesuatu di dalam sana.
"Barga... di sana ..." rintih Ayten diselingi erangan yang terdengar merdu dan memicu Barga untuk semakin liar atas tubuh Ayten.