Bab 11 Amarah Barga Membara
Bab 11 Amarah Barga Membara
Barga semakin bersemangat mengerjai tubuh Ayten. Dia mencium dan menggigit di setiap jengkal kulit Ayten. Meninggalkan bekas sebagai tanda kebuasan nalurinya sebagai pria yang sedang birahi. Barga menambahkan jari kedua dan semakin mempercepat gerakan tangannya keluar masuk tubuh Ayten.
Ayten sendiri semakin berani untuk menjarah milik Barga yang semakin membesar di kedua telapak tangannya. Dengan desahan yang tak pernah berhenti keluar dari bibir mungilnya, Ayten semakin mendekatkan tubuh mereka berdua. Dengan mengaitkan kedua kakinya di tubuh Barga, Ayten menjerit merasakan puncak kenikmatan.
Nafas Ayten terengah-engah. Ayten tersenyum manis pada Barga. Dia merangkak naik ke atas tubuh Barga sekarang. Kini Barga ada di bawah dirinya. Ayten memberikan perhatian pada bagian tubuh Barga yang sangat bersemangat di bawah sana. Perlahan Ayten mendekatkan wajahnya ke arah benda, yang berdiri tegak dengan penuh kesombongan milik Barga. Kemudian memasukkan benda itu ke dalam mulutnya. Entah kenapa Ayten sangat suka melakukan hal ini pada Barga.
Padahal dengan kekasih lainnya, dia jarang melakukan ini. Ayten memberikan pelayanan yang mampu membuat pria seperti Barga memejamkan matanya nikmat. Barga mencengkram kepala Ayten dengan kedua tangannya. Menggerakkan kepala Ayten maju mundur. Saat dirinya hendak mencapai puncak, suara deringan ponsel menyadarkan dirinya.
Grep!
Barga tersadar dari mabuknya. Dia terkejut dengan apa yang sedang dilakukannya sekarang. Barga segera menjauhkan Ayten dari tubuhnya dan bangkit berdiri. Barga turun dari tempat tidur dengan segera. Dengan marah, dia menatap Ayten tajam.
"Bagaimana bisa ini terjadi lagi?!" teriak Barga geram.
“Akh!”
Tubuh Ayten terlonjak kaget. Dia menggigil ketakutan, melihat Barga menatap nyalang dirinya dengan mata yang mengobarkan api amarah. Ayten menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan yang mengancam akan keluar.
Menyadari tubuh telanjang mereka, Barga meraih selimut yang jatuh dilantai dan dengan kasar melemparkan selimut itu pada tubuh telanjang Ayten. Matanya mencari-cari keberadaan pakaian milik dirinya. Setelah menemukan pakaian miliknya, dia segera memakainya.
"Aku sangat kecewa dengan dirimu, Ayten..." ujar Barga lelah.
Ayten masih terdiam di tempatnya, suaranya tertelan di pangkal tenggorokannya seiring hujaman tatapan mata Barga yang menggambaran rasa kecewanya.
"Aku memberikan kesempatan pada dirimu untuk mendekatiku. Tapi kau masih saja bersikap seperti ini. Kau tahu aku tidak suka wanita yang bersikap tidak tahu diri seperti ini," bentak Barga.
Ayten mencengkeram erat selimut di tangannya.
"Dengan kejadian ini, kau hanya membuat diriku semakin yakin kalau kau adalah gadis murahan yang tidak punya harga diri. Kau maniak seks yang suka mengejar lelaki untuk memuaskan dirimu di ranjang. Jadi jangan pernah dekati aku lagi. Dasar wanita murahan!" kata Barga emosi dan memaki Ayten, melontarkan segala yang ada di dalam pikirannya.
Sekali lagi, Ayten tersakiti oleh perkataan Barga. Dia akui, dia sangat agresif terhadap Barga. Tapi bukan berarti Barga berhak menghakimi dan menghina dirinya seperti ini. Namun hati Ayten masih saja mengharapkan Barga. Ayten mendongak, memandang ke arah Barga, saat Barga beranjak pergi dari kamar itu. Ayten segera berlari dan memeluk Barga dari belakang. Dia tidak ingin Barga pergi begitu saja seperti ini.
"Jangan pergi Barga! Aku mohon!" pekik Ayten ketakutan.
"Lepaskan aku Nona Ayten Kevser. Kau bisa memanggil dan mengajak pria lain untuk tidur dengan dirimu. Jika kau memang haus akan belaian laki-laki. Tapi maaf, aku bukan orang yang tepat untuk itu," ucap Barga dingin dengan menghempaskan kedua tangan Ayten yang memeluk dirinya.
"Aku minta maaf. Tapi aku mohon Barga, aku mohon jangan tinggalkan aku sendiri seperti ini. Aku tidak menginginkan pria lain. Aku hanya menginginkan dirimu seorang. Jadi tolonglah, tinggallah di sini malam ini! Tolong..." Ayten merengek, memohon pada Barga.
Tangan Ayten yang setengah mencengkram tangannya dihempaskan dengan mudahnya, dia mengabaikan permohonan milik Ayten.
Tapi Barga memilih untuk meninggalkan Ayten di sana sendirian. Dia sudah tidak perduli lagi dengan tangisan gadis itu. Barga terlalu muak melihat Ayten sekarang. Barga berjalan keluar dari hotel itu. Dia memanggil taksi yang lewat dan segera naik ke dalam taksi.
Barga membuka ponsel miliknya yang kini bergetar, tanda ada pesan masuk. Dilihatnya notifikasi di layar ponsel miliknya. Tiga kali panggilan tak terjawab dan lima pesan dari nomor yang sama. Barga tidak memperdulikan pesan itu. Dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya.
Setelah membayar taksi, Barga keluar dan berjalan menuju kamar kontrakan miliknya. Di bawah anak tangga paling bawah, Rian berdiri menyandarkan tubuhnya pada pegangan tangga yang terbuat dari kayu. Barga tidak mengindahkan dirinya. Dia terus berjalan melewati Rian yang menunggu dirinya sejak tadi.
Rian sendiri sudah sadar sepenuhnya saat dirinya ada di losmen. Rian sempat bingung kenapa dia ada di tempat seperti itu, lalu dia segera keluar dari sana dan kembali ke kontrakan milik Barga. Karena Barga tidak ada di kamarnya, Rian berinisiatif menunggu Barga di luar, di bawah tangga. Berharap, udara dingin malam ini mampu menyadarkan dirinya sepenuhnya dari mabuk. Dan itu lumayan berhasil. Sembari menunggu, Rian mencoba menelepon Barga, tapi tidak kunjung diangkat. Rian baru saja ingin menelepon Barga kembali, tapi segera diurungkan niatnya itu. Dia melihat Barga yang baru saja tiba. Rian mengikuti Barga yang berjalan melewati dirinya menuju kamar kontrakannya.
Sesampainya di kamar, Barga masih menutup mulutnya. Barga memilih membersihkan tubuhnya lalu tidur setelah berganti baju. Melihat hal ini, Rian menghela nafasnya. Dia tidak akan mengganggu privasi orang lain. Jadi Rian mengikuti apa yang dilakukan oleh Barga. Setelah berganti pakaian milik Barga, Rian merebahkan tubuhnya di samping Barga. Keduanya tertidur pulas.
*****
Hari ini mood Barga benar-benar hancur. Mengingat kejadian semalam membuat Barga merasakan marah pada Ayten. Karena itulah, Barga memilih mengantarkan beberapa karpet ke rumah para pelanggan toko. Barga pergi berdua kali ini. Karena karpet pesanan ini sangat banyak dan milik beberapa orang yang berbeda tempat tinggalnya. Barga yang bertugas mengendarai mobil milik kantor itu.
Ayten yang datang ke toko tempat Barga bekerja, tidak bisa menemukan keberadaan Barga. Jadi Ayten bertanya pada seseorang yang dia kenali sebagai teman Barga.
"Emm ... Maaf, apakah kau melihat Barga?" tanya Ayten ragu.
Pria itu memandang Ayten dengan pandangan yang sulit diartikan. Membuat Ayten mengerutkan keningnya dan menatap penampilan dirinya sendiri. Tapi Ayten tidak menemukan sesuatu yang salah pada dirinya. Dia hendak bertanya lagi, saat suara serak terdengar dari pria itu.
"Apakah kau, gadis yang mengejar-ngejar Barga selama ini?" tanya pria itu terus terang.
Ayten bingung harus menjawab bagaimana. Jadi dia hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Jadi benar dirimu. Gila... Barga memang bodoh karena menolak gadis secantik dirimu," ujar pria itu dengan kagum.
"Maaf, apa Barga ada? Karena aku tidak melihat dirinya sekarang," Ayten kembali bertanya setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang toko.
"Panggil saja Rian. Barga memang tidak ada di toko. Dia sedang mengantarkan Karpet ke rumah para pelanggan kami.jadi anda bisa menunggu dirinya," terang pria itu pada Ayten.
"Oh..." Gumam Ayten kecewa.
"Oh iya, kenalkan... namaku Rian Pakusadewo. Kau bisa memanggilku Rian. Aku adalah teman dekat Barga," kata pria itu memperkenalkan diri sebagai Rian.
"Ayten Kevser," jawab Ayten singkat.
"Nah Ayten, kau bisa menunggu Barga di sini, jika mau" Rian menunjuk ke sudut ruang toko yang berisi tumpukan karpet besar.
"Terima kasih tawarannya. Aku akan menunggu di luar saja," tolak Ayten halus.
Lalu Ayten berjalan menuju ke arah bangku yang ada di luar toko. Itu adalah bangku yang biasa diduduki oleh Barga saat menunggu toko buka. Ayten duduk di atas bangku itu. Dia menunggu Barga untuk meminta maaf tentang masalah semalam. Tadi pagi, Ayten sudah datang ke kontrakan Barga, tapi Barga sudah berangkat lebih dulu. Lalu saat dirinya datang ke toko ini, Barga tidak mau berbicara dengan dirinya. Ayten sebenarnya masih ingin mengatakan sesuatu pada Barga, tapi telepon dari ibunya memaksa dirinya untuk segera pulang ke rumah. Jadi Ayten terpaksa pulang dan meninggalkan Barga.
Namun saat dirinya kembali lagi ke toko, Barga justru pergi. Ayten tahu, mungkin Barga masih kesal dengan dirinya. Jadi Ayten akan menunggu Barga dan menjelaskan semuanya dari awal.
Toko sudah hampir tutup, tapi batang hidung Barga tidak terlihat," gumam Ayten pada diri sendiri.
Hingga toko tutup dan malam mulai datang, Ayten masih menunggu kedatangan Barga. Sampai sekarang Barga belum juga kembali ke toko.
"Kau masih di sini Ayten? Aku pikir sebaiknya kau pulang dulu Ayten. Mungkin Barga masih lama. Karena dia mengantarkan ke beberapa rumah pelanggan," saran Rian.
"Tidak apa-apa. Aku harus menemui dirinya malam ini. Kau pulanglah," jawab Ayten pelan.
Rian akhirnya melangkah pergi dari sana. Dia meninggalkan Ayten yang masih menunggu kedatangan Barga.
Pukul 8 malam. Ayten tersadar dari kantuknya. Dia melihat Barga yang sedang menatap dirinya dengan tatapan sulit dijelaskan.
"Barga, kau sudah kembali?" tanya Ayten dengan senyuman lembut.
"Kenapa kau ada di sini? kalau kau ingin tidur, harinya kau pulang ke rumahmu," ujar Barga.
"Aku menunggumu tadi. Tapi aku malah ketiduran di sini," terang Ayten jujur.
Mendengar jawaban Ayten, membuat hati Barga berdenyut nyaman. Barga tidak menyangka, kalau Ayten akan menunggu dirinya hingga ketiduran di luar toko.
"Sejak kapan kau di sini? dan kenapa kau tidak kembali saja ke rumahmu?" tanya Barga lagi.
"Tadi siang aku mencarimu ke toko. Tapi temanmu yang bernama Rian itu mengatakan kalau kau sedang mengantarkan pesanan pelanggan. Jadi aku memilih menunggu dirimu di sini. Aku tidak ingin kau menghindari diriku seperti tadi pagi. Tapi aku malah ketiduran di sini," jelas Ayten merasa malu.
Barga tersentuh dengan apa yang dilakukan oleh Ayten padanya. Dia tidak menyangka bahwa gadis ini akan menunggu dirinya selama itu. Padahal Barga tahu, gadis ini datang saat jam makan siang baru saja selesai. Barga pikir, Ayten akan menyerah dan pulang saat tidak bisa menemui dirinya hari ini. Tapi siapa sangka bahwa Ayten memilih menunggu dirinya di luar sini hingga dia ketiduran di atas bangku itu.