Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Kecupan Mesra

Bab 12 Kecupan Mesra

Kini Barga ada di dalam mobil Ayten. Dia mengantarkan Ayten pulang dengan mengemudikan mobil Ayten. Dia tidak tega melihat raut wajah Ayten yang lesu dan mengantuk. Ayten terlihat sangat lelah, hingga sekarang gadis itu tertidur di dalam mobil dengan pulas.

Barga melihat wajah tertidur Ayten dari sudut matanya. Ayten terlihat seperti peri kecil yang polos. Wajah cantik dan kulit putihnya yang mulus membuat siapapun yang memandang dirinya akan terpesona. Apalagi lensa matanya yang kuning secerah mentari pagi, membuat orang merasakan kehangatan saat menatap dirinya. Lensa mata Ayten sangat unik. Dan itu alami, bukan lensa kontak. Barga seringkali jatuh ke dalam kehangatan sinar mata Ayten. Tapi jika mengingat tingkah Ayten terhadap dirinya, Barga merasa muak.

Barga sendiri merasa penasaran atas sikap Ayten yang bertolak belakang dengan sifatnya yang polos dan ceria. Atau mungkin karena Barga belum terlalu mengenal gadis ini? Pikiran Barga penuh dengan pertanyaan tentang Ayten, gadis blasteran Indonesia-Turki. Gadis kaya yang manja tapi memiliki tekad yang kuat.

"Siapa dirimu Sebenarnya Ayten? kenapa sikapmu sering kali bertolak belakang dengan sifatmu? Atau mungkin karena aku yang tidak mengenal dirimu secara dalam?" bisik Barga menatap wajah Ayten lekat.

Untuk beberapa saat, Barga terpesona dengan wajah tertidur Ayten. Hingga suara klakson menyadarkan dirinya. Barga segera menjalankan lagi mobil Ayten, setelah melihat lampu yang menyala hijau.

Barga membelokkan mobil itu, masuk ke dalam halaman rumah Ayten. Barga memarkirkan mobil itu di garasi depan. Setelah melepaskan sabuk pengaman, dia membangunkan Ayten pelan.

"Ayten, bangunlah. Kita sudah sampai," ucap Barga pelan.

Barga menepuk pelan pipi Ayten yang mulus.

"Hei ... Ayten, bangun. Kita sudah sampai di rumahmu," kembali Barga membangunkan Ayten.

Dengan mengerjapkan matanya pelan, Ayten terbangun dari tidurnya. Ayten menatap bingung ke sekelilingnya. Perlahan dia bangkit dari berbaringnya. Barga membenarkan posisi kursi Ayten.

"Kita sudah sampai dimana?" Ayten bertanya dengan linglung.

"Kau sudah ada di rumahmu. Turunlah dari mobil, lalu masuklah ke dalam rumahmu," ucap Barga.

Barga turun lebih dulu dari mobil Ayten. Dia menunggu Ayten keluar dari dalam mobil. Barga memberikan kunci mobil pada Ayten, lalu beranjak pergi.

Ayten segera memegang tangan Barga dan menghentikan langkahnya.

"Terima kasih, karena sudah mau mengantarkan aku pulang. Tolong maafkan kekakuanku kemarin. Aku benar-benar tidak pernah bermaksud jahat padamu," kata Ayten pelan.

Barga diam terpaku, lalu melepaskan pegangan tangan Ayten.

"Sudahlah ... lupakan hal itu. Lain kali jangan menungguku seperti ini," kata Barga tegas.

Ayten kembali kecewa dengan sikap Barga yang tetap tidak berubah kepada dirinya. Raut wajah Ayten berubah murung, sebelum mendengar perkataan Barga setelahnya.

"Kalau kau ingin bertemu denganku, kau bisa datang ke toko saat jam makan siang. Jika aku tidak ada di toko, jangan menungguku. Tinggalkan saja pesan pada karyawan lainnya. Terutama pada Rian. Jadi kau tidak akan kedinginan seperti malam ini. Mengerti?" kata Barga pada Ayten.

Ayten segera mengangguk setuju. Wajahnya kini kembali ceria. Itu artinya, Barga sudah tidak marah lagi pada Ayten.

"Aku pulang dulu," pamit Barga.

Barga berjalan kaki menuju gerbang luar kompleks perumahan elit, tempat rumah Ayten berada. Sesampainya di pintu gerbang kompleks, Barga menyetop taksi dan menumpang sampai rumah.

"Sudah berapa kali dalam seminggu aku naik taksi seperti ini? bisa bangkrut aku kalau begini terus. Apalagi aku belum mengurus surat kehilangan untuk SIM, KTP dan BPJS. Malasnya," desah Barga lelah.

Sesampainya di kamar kontrakan, Barga langsung merebahkan tubuhnya setelah membersihkan diri secara kilat. Barga sangat lelah hari ini, hingga dia langsung tertidur pulas saat kepalanya menyentuh bantal.

Keesokan paginya, Barga terbangun karena ketukan di pintu kamarnya. Dengan masih mengantuk, Barga bangun dan membukakan pintu kamar. Barga terkejut melihat siapa yang ada di depan kamarnya. Rasa kantuknya hilang seketika.

"Kenapa kamu bisa di sini?" ucap Barga terkejut.

Ayten tersenyum manis. Bukannya menjawab, dia malah mengangkat bungkusan plastik di tangannya.

"Aku datang membawakan kamu sarapan. Sebagai tanda terima kasih untuk semalam. Karena kau sudah mengantarkan aku pulang," kata Ayten.

Ayten menerobos masuk ke dalam kamar Barga. Dia duduk di lantai kamar yang beralaskan tikar.

Melihat gadis yang lancang masuk ke dalam kamar tidurnya, Barga hanya bisa menarik nafas panjang. Barga menutup pintu kamar dengan kesal dan berbalik menatap Ayten.

"Apa-apaan ini Ayten? tidakkah kau malu melakukan hal seperti ini pada seorang pria yang bukan kekasihmu?!" sembur Barga jengkel.

Ini masih terlalu pagi. Barga masih lelah dan mengantuk. Dia ingin istirahat lebih lama, karena semalam Barga lembur hingga malam. Ditambah mengantarkan gadis itu pulang. Jadi Barga emosi ketika waktunya terganggu oleh kedatangan Ayten di kontrakannya.

Tapi Ayten tidak mengacuhkan kemarahan Barga. Dia malah sibuk menyiapkan makanan yang di bawanya untuk Barga di atas tikar. Setelah selesai, dia balik menatap Barga.

"Kenapa kau masih berdiri diam di sana? cepat bersihkan dirimu. Kita sarapan bersama," ucap Ayten santai.

Barga melemparkan tatapan tajam pada Ayten, sebelum mengambil handuk yang tergantung di sampingnya. Barga memelototi Ayten tidak terima, sebelum membukanya pintu kamar mandi dengan kasar. Barga masuk ke dalam kamar mandi dan membanting pintunya keras hingga tertutup.

Ayten hanya meringis melihat sikap dingin Barga. Dia mencoba untuk berpura-pura di depan Barga.

Barga selesai membersihkan diri. Akhirnya dia duduk di lantai bersama dengan Ayten. Mereka memakan makanan yang di bawakan oleh Ayten. Ayten senang, Barga tidak menolak makanan itu. Mereka menghabiskan makanan itu dalam diam. Tidak ada yang berniat membuka pembicaraan lebih dahulu.

"Terima kasih untuk makanannya. Sekarang kau pulanglah ke rumahmu, Ayten. Aku harus bersiap untuk berangkat kerja," ucap Barga mengusir Ayten secara halus.

Tapi Ayten tidak mengindahkannya. Alih-alih pergi dari sana, Ayten justru duduk menunggu Barga yang sedang bersiap. Ayten tidak melepaskan pandangannya dari Barga.

Barga yang menyadari tatapan Ayten, segera berbalik kembali menatap Ayten.

"Kenapa kau masih di sini Ayten? apa yang kau lihat?" tegur Barga pada Ayten.

Ayten hanya menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa. Aku akan menunggu dan mengantarkan dirimu ke tempat kerja," bantah Ayten.

Barga hanya menaikkan salah satu alisnya. Dia bingung dengan tingkah Ayten yang berubah manis. Tapi Barga segera melupakannya. Mengangkat kedua bahunya, Barga tidak peduli. Barga merapikan pakaiannya, lalu bersiap berangkat. Dia mengambil tas selempang kecil yang biasa digunakan saat kerja. Barga keluar dari kamar itu. Saat akan menguncinya, dia melihat Ayten yang masih terpaku di tempat duduknya.

"Apa kau masih akan terus diam di sana? atau niatmu untuk mengantarkan aku kerja sudah berubah?" Teguran Barga menyadarkan Ayten dari lamunan.

"Tidak! tunggu, aku akan mengantarmu!" pekik Ayten seketika.

Ayten mengikuti Barga berjalan turun ke lantai bawah. Melangkah menuju mobilnya yang terparkir di halaman kontrakan itu. Keduanya masuk ke mobil. Ayten menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Keheningan di dalam mobil, diisi oleh suara merdu Neo, vokalis band Letto, yang membawakan lagu Sebelum Cahaya. Membuat hati Ayten semakin bahagia.

Walaupun Ayten baru saja datang ke Indonesia, tapi dia sangat suka mendengarkan lagu-lagu Ballad milik band di Indonesia. Tanpa sadar, Ayten ikut bernyanyi mengikuti sang vokalis. Suaranya yang merdu, membuat Barga diam-diam memperhatikan dirinya.

Barga melirik ke arah Ayten yang sedang bernyanyi. Jujur saja, Barga terpesona mendengar suara Ayten dan melihat gadis itu begitu menghayati lagunya. Tanpa sadar, senyuman kecil tersungging di sudut bibirnya. Barga memilih diam, menikmati suara Ayten yang merdu.

Setelah beberapa lama, mereka sampai di depan toko. Ayten menghentikan mobilnya di tepi jalan, di depan toko karpet tempat Barga bekerja.

"Kenapa berhenti di sini? tidak parkir di halaman depan saja?" tanya Barga heran.

"Tidak. Aku harus pergi ke bandara setelah ini. Jadi aku hanya bisa mengantarkan dirimu sampai sini," tolak Ayten.

"Oh ... Oke. Terima kasih banyak untuk sarapan dan tumpangannya," kata Barga lembut.

Ayten tersenyum manis.

"Sama-sama," jawab Ayten senang.

Barga melepaskan sabuk pengaman, kemudian turun. Saat akan melangkah pergi, Barga berbalik ke arah Ayten.

"Ayten ..." panggil Barga pelan.

Ayten menoleh ke arah Barga. Barga mencondongkan tubuhnya ke arah Ayten. Diciumnya dahi Ayten cepat.

Cup!

"Terima kasih. Berhati-hatilah di jalan," kata Barga.

Barga pergi setelah mengatakan itu. Sementara Ayten masih terkejut dengan apa yang terjadi padanya. Dia masih tidak percaya ini. Disentuhnya dahi bekas ciuman Barga. Perlahan senyuman bahagia hadir di wajah yang merona merah. Ayten menjerit kecil di dalam mobil sambil menutup mulutnya sendiri. Dia tidak percaya ini, tapi dia sangat bahagia. Ayten melihat ke arah punggung Barga, yang kini sudah jauh berjalan ke arah toko.

Sementara Barga yang mendengar jeritan kecil Ayten, hanya tersenyum kecil. Dia menggelengkan kepalanya. Barga sendiri tidak percaya dengan apa yang dilakukannya tadi. Itu tindakan spontan dirinya. Tapi kali ini, tidak ada rasa penyesalan di hati Barga. Entahlah. Dia hanya merasa biasa saja.

Siang ini Barga dikejutkan dengan Ayten yang datang sembari membawakan dirinya makan siang. Barga bingung bagaimana menanggapi hal itu. Tapi akhirnya, Barga menerima bekal makan siang dari Ayten.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel