Bab 13 Ajakan Makan Malam Bersama Ayten
Bab 13 Ajakan Makan Malam Bersama Ayten
Barga memakan bekal yang diberikan Ayten. Menurut Barga, ini sebagai balasan untuk yang semalam karena sudah mengantarkan Ayten pulang. Lagipula, sayang sekali kalau menolak makanan ini. Ayten sudah membelikan makanan enak untuk dirinya.
"Lumayan untuk sedikit berhemat. Lagipula kapan lagi bisa makan masakan restoran mahal seperti ini," kata Barga dalam hatinya.
Barga melahap semua makanan itu seorang diri. Ini sudah tanggal tua. Barga sendiri sedang pusing memikirkan pengeluarannya yang akhir-akhir ini tidak terkontrol. Jadi bekal dari Ayten sama saja membantu Barga untuk irit.
Ayten yang melihat Barga makan begitu lahap, tersenyum senang. Itu artinya Barga sudah mulai menerima dirinya.
"Bagaimana? Apakah makanan itu enak?" tanya Ayten.
"Tentu saja. Inikan makanan dari restoran mahal. Pastilah enak," sahut Barga datar.
"Kalau begitu, besok aku bawakan lagi untukmu," kata Ayten senang.
"Tidak perlu. Itu akan membuatku cepat bosan. Lagipula, mau seenak apapun masakan restoran, lebih nikmat kalau makan makanan rumahan," timpal Barga dingin.
Mendengar hal itu, Ayten menggigit bibir bawahnya. Ayten meringis kecewa.
"Lalu kau ingin dibawakan apa besok? aku akan membawakannya untukmu, Barga." Ayten kembali bertanya pada Barga.
"Tidak perlu Ayten. Aku tidak butuh itu. Makanan ini, aku menerimanya sebagai balasan atas semalam. Itu saja," sahut Barga acuh.
Hal ini membuat hati Ayten semakin kecewa. Dia pikir, dia sudah bisa meluluhkan hati Barga walaupun hanya sedikit. Tapi ternyata, Barga adalah seorang pria yang tidak bisa diduga. Entah apa sebenarnya yang ada di hati dan pikiran Barga. Ayten merasa, dia selalu saja salah dengan sikap Barga yang berubah-ubah itu.
Barga berdiri setelah selesai makan. Dia hendak pergi dari tempat itu. Barga masih harus kembali ke toko untuk bekerja. Jadi dia meninggalkan Ayten di sana sendirian. Tapi langkahnya terhenti, saat Ayten memanggil namanya.
"Barga! tunggu sebentar!" seru Ayten memanggil Barga.
Ayten merogoh ke dalam tasnya. Dia mengambil tisu dan mendekati Barga. Diusapnya bibir Barga yang sedikit belepotan dengan makanan, wajah mereka saling berdekatan jaraknya.
"Sudah."
Ayten tersenyum puas.
"Sudah bersih sekarang. Kalau seperti ini kan enak dilihat," kata Ayten.
Ayten puas dengan hasil kerjanya. Sedangkan Barga masih terpaku di tempatnya. Dia tidak menyangka, Ayten akan melakukan hal seperti itu. Kedekatan keduanya di depan umum, membuat beberapa pasang mata melihat ke arah mereka. Termasuk Rian, teman kerja Barga yang akhir-akhir ini dekat dengan dirinya. Barga terbatuk kecil untuk menghilangkan canggung.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Terima kasih banyak untuk makanannya hari ini," sahut Barga.
"Tidak masalah," ujar Ayten tersenyum manis.
Barga berbalik dan kembali berjalan menuju ke toko. Tapi sekali lagi Ayten memanggil dirinya dan membuat Barga menghentikan langkahnya. Barga menarik nafas panjang untuk menenangkan hatinya yang mulai kesal.
"Ada apa lagi?" tanya Barga kesal.
Sebentar lagi jam istirahat Barga selesai. Dia tidak ingin terlambat untuk kembali bekerja. Tapi Ayten masih saja mengganggu dirinya. Tentu saja itu membuat Barga kesal.
"Aku hanya ingin mengundang dirimu untuk makan malam bersama. Bagaimana? apakah kau mau Barga?" tanya Ayten sedikit hati-hati.
Barga diam memandang Ayten. Dia sedang berpikir, apalagi yang sedang direncanakan oleh Ayten untuk dirinya. Tapi gadis yang ditatapnya itu, menundukkan kepalanya. Memilih memperhatikan jalanan di bawah kakinya. Seolah itu lebih menarik daripada melihat Barga yang sedang mempertimbangkan ajakan makan malam Ayten. Barga menghela napasnya lagi. Sebelum mengiyakan ajakan Ayten.
"Baiklah. Katakan saja di mana, nanti aku akan ke sana," jawab Barga pada akhirnya.
Ayten mengangkat wajahnya. Dia tersenyum bahagia. Ada semburat merah di wajahnya yang putih. Serta binar di matanya yang secerah mentari pagi.
"Benarkah kau mau? aku akan menjemputmu sepulang kerja," jawab Ayten penuh antusias.
Barga mengangguk setuju. Dia pergi dengan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ayten yang terkadang lucu menurut Barga. Barga kembali ke dalam toko. Dia kembali bekerja seperti biasanya.
Tiba-tiba Rian mengejutkan Barga dengan menepuk pundaknya keras. Rian cengengesan melihat Barga yang melotot marah ke arahnya.
"Hei Bung. Bagaimana rasanya menikmati makan siang berdua dengan bidadari di bawah pohon pisang?" tanya Rian berseloroh.
"Sekali lagi kau mengagetkan aku, aku lempar gulungan karpet ini ke arahmu," sergah Barga kesal.
Rian cengengesan tidak peduli. Dia masih penasaran dengan apa yang dilihatnya tadi. Rian sendiri heran, dengan sikap Barga yang menurut dirinya tidak bersyukur. Bukankah seharusnya Barga senang karena di kejar-kejar oleh gadis secantik Ayten? apalagi Ayten itu kaya. Kenapa Barga malah menolaknya dan sok jual mahal. Kalau itu dirinya, Rian pasti akan langsung menerima Ayten dengan senang hati. Tapi Barga terus saja menolak Ayten. Tapi sudahlah ... toh itu bukan urusan Rian juga. Rian memilih melanjutkan pekerjaannya daripada terus merecoki Barga.
*****
Barga baru saja selesai menutup toko bersama dengan karyawan lainnya. Ketika dia berbalik dan berniat berjalan mencari angkot untuk pulang, sebuah mobil merah yang sangat familiar telah menunggu Barga di tepi jalan. Barga pergi ke mobil itu, usai berpamitan dengan Rian yang pulang mengendarai motor bebek kesayangannya. Barga mengetuk kaca jendela mobil itu. Kaca mobil itu terbuka, turun. Menampakkan wajah cantik khas timur tengah dengan keanggunan pribumi nan manis.
"Sudah selesai kerjanya?" tanya Ayten basa-basi menyapa Barga.
Barga hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia naik ke dalam mobil Ayten. Duduk di sebelah Ayten yang mengemudikan mobil itu menuju sebuah restoran di tepi pantai. Tidak lama kemudian, mereka masih sudah sampai di restoran tujuan. Keduanya turun dari mobil dan melangkah masuk.
Mereka disambut oleh pelayan dengan ramah dan ditunjukkan tempat duduk yang dekat dengan laut. Pemandangan laut yang indah, ditambah dengan sunset yang menawan, membuat segalanya menjadi sempurna di malam Minggu ini. Mereka memesan hidangan laut sebagai menu makan malam mereka. Pelayan itu pergi setelah mencatat pesanan mereka. Barga dan Ayten duduk saling berhadapan di kursi yang berada di area outdoor restoran itu.
Angin yang berhembus, meniup lembut helaian rambut Ayten yang panjang. Membuat Barga terpesona dengan kecantikan wajah Ayten. sungguh, malam ini Ayten terlihat berbeda dari biasanya. Barga berdeham untuk menghilangkan sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. Keduanya membiarkan keheningan mengisi ruang diantara mereka.
Tidak ada yang ingin menghancurkan suasana yang terasa magis dan indah saat matahari terbenam ke dalam lautan dengan sinarnya yang perlahan menghilang. Ayten dan Barga sangat beruntung karena mendapatkan lokasi duduk yang strategis. Ditambah sore ini tidak mendung.
Makanan pesanan mereka telah datang. Beberapa sajian ada di sana. Ayten memilih lobster yang dipanggang dengan keju dan siraman mayones serta udang asam manis khas Bali. Sedangkan Barga hanya memesan nasi goreng seafood dan cumi bakar yang disiram saus barbeque. Tidak lupa dengan cocktail buah dan kelapa muda sebagai minuman yang menyempurnakan menu mereka.
"Ayo kita makan sekarang. Selagi masih hangat," ajak Ayten.
Barga dan Ayten makan dengan santai sembari menikmati pemandangan yang ada. Ini untuk pertama kalinya, Barga makan di tempat yang mewah dengan pemandangan yang wah. Jadi Barga tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Lagipula sudah terlanjur datang kan? jadi nikmati saja semuanya. Lumayan untuk menghemat pengeluaran Barga bulan ini.
Selesai makan, mereka tidak segera pergi dari sana. Mereka masih ingin menikmati keindahan pantai di malam hari yang cerah ini. Bahkan sekarang ada live music yang menambah kesan romantis malam Minggu ini. Membuat para tamu yang kebanyakan pasangan itu, menjadi terbawa suasana. Ayten sendiri ingin seperti orang-orang di sekitar mereka yang saling bersenda gurau dengan pasangan masing-masing. Tapi Barga malah fokus dengan alunan musik dan lamunannya sendiri. Itu membuat Ayten sedikit kecewa.
Pukul delapan malam, restoran itu semakin penuh dengan tamu yang semakin berdatangan. Ini membuat Barga menjadi tidak nyaman. Mereka sudah terlalu lama di sana. Jadi Barga mengajak Ayten untuk pulang.
"Ayo pergi dari sini. Kita sudah terlalu lama menguasai tempat duduk ini. Biarkan mereka bergantian," kata Barga.
Ayten menurut saja. Keduanya berjalan menuju kasir. Setelah Ayten membayar makanan mereka, keduanya kembali masuk ke dalam mobil Ayten. Kali ini, Barga yang ada di kursi kemudi.
"Sekarang kita mau kemana?" tanya Ayten.
"Kita pulang saja. Aku sudah lelah. Lagipula badanku sudah lengket karena belum mandi sejak pulang dari toko," jawab Barga.
Ayten sedikit tidak rela. Namun dia tidak ingin membantah perkataan Barga. Jadi di hanya mengangguk saja.
"Kalau begitu, antarkan saja aku ke apartemenku," sahut Ayten.
"Apartemen? Bukan ke rumah?" tanya Barga bingung.
Ayten menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tinggal di rumah lagi. Sekarang aku tinggal di apartemen yang baru aku beli," ucap Ayten.
"Baiklah. Kau tunjukkan jalannya," kata Barga pada akhirnya.