Bab 7 Kemunculan Ayten Kembali
Bab 7 Kemunculan Ayten Kembali
Beberapa saat kemudian, karyawan yang lainnya mulai berdatangan. Rian juga terlihat baru saja sampai dan memarkir motornya di parkiran.
"Pagi Bung," sapa Barga pada Rian.
"Barga. Pagi sekali kau sudah di sini? mau jadi karyawan teladan ya? haha..." kata Rian bercanda dengan Barga.
"Siapa tahu ada? kan lumayan kalau menang," sahut Barga santai.
Rian terkejut mendengar jawaban Barga, sebelum tertawa lagi. Hahaha!!!
"Barga... Barga, aku tidak menyangka kalau kamu bisa berubah menjadi lucu seperti ini hanya dalam waktu semalam. Apa kau salah minum obat?" kata Rian yang heran dengan perubahan sikap Barga.
"Apakah ada yang salah dengan diriku?" Barga melihat dirinya dengan teliti.
"Tidak, hanya saja aku terkejut. Sekarang kamu bisa bercanda seperti orang pada umumnya, tidak hanya diam termenung di pojokan," sahut Rian menggoda Barga.
Keduanya terlihat saling bercanda satu sama lain. Ini membuat semau rekan kerja mereka menjadi heran. Kalau Rian yang bercanda, mereka tidak akan heran lagi. Karena Rian memang orangnya mudah bergaul dan periang. Tingkah laku Rian juga suka membuat mereka tertawa senang. Tapi berbeda dengan Barga, selama ini mereka selalu melihat Barga sebagai pribadi yang pendiam dan tertutup. Jadi melihat keduanya terlibat pembicaraan dan perdebatan, membuat semuanya penasaran.
Tidak lama, tepat pukul 10 pagi, toko karpet itu dibuka. Rian dan Barga segera masuk untuk menata barang di luar untuk pajangan. Saat mereka tengah sibuk, datang seorang wanita cantik berkulit putih bersih yang masuk ke toko tersebut. Wanita itu menghampiri Barga, begitu dia melihat pria itu sedang menata barang.
"Barga," panggil wanita itu pada Barga.
Suara wanita itu membuat bukan hanya Barga, tapi juga karyawan lain menoleh ke arah dia.
"Ayten," bisik Barga pelan, saat melihat wanita itu berjalan menghampiri dirinya.
Ayten bergegas menuju Barga yang sedang mengangkat gulungan karpet. Barga sendiri tidak memperdulikan keberadaan Ayten. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya mengangkat beberapa gulung karpet lagi. Hari ini, dia harus bisa menjual beberapa karpet lagi untuk bisa mendapatkan bonus bulanan. Jadi dia dengan semangat menawarkan karpet dan permadani itu pada setiap orang yang lewat di depan tokonya. Barga juga berusaha untuk merayu beberapa pelanggan untuk membeli lebih banyak karpet.
"Barga, kau sedang apa?" tanya Ayten basa-basi pada Barga.
Barga hanya melirik dirinya sebentar, sebelum kembali menawarkan karpet dan permadani itu pada salah satu pengunjung di toko itu.
"Apa kau tidak bisa melihatnya? aku sedang bekerja. Jadi lebih baik kau pergi dari sini, jika kau tidak ada urusan penting lainnya," jawab Barga dengan tidak perduli mengusir Ayten dari sana.
Ayten merasa malu dan kecewa, mendapatkan tanggapan seperti itu dari Barga. Tapi dia tidak putus asa. Ayten kembali mencoba untuk mengajak bicara Barga.
"Apakah kau ada waktu nanti siang? aku ingin mengajak dirimu makan siang bersama. Di seberang jalan dekat lampu merah, ada restoran yang baru saja buka. Kata orang, makanan di sana enak. Bagaimana? apa kau mau?" Ayten bertanya pada Barga dengan lembut.
Teman-teman Barga yang lain segera meledek Barga.
"Sudah Ga. Tidak usah berpikir lama. Terima saja ajakannya. Lumayan, kan? bisa makan gratis bersama wanita cantik seperti dia," kata salah satu teman Barga yang sedang menggulung permadani di lantai.
"Iya Ga. Sudah terima saja. Rejeki itu Ga namanya. Tidak baik kalau ditolak," sahut temannya yang lain.
Barga semakin marah mendengar ledekan teman-temannya. Sementara Ayten merasa senang, mendengar mereka mendukung dirinya dan Barga. Tapi Ayten tidak menduga jawaban Barga setelah itu.
"Aku tidak punya waktu. Kalau kalian mau, kalian saja yang pergi dengan dia," kata Barga, berlalu dari hadapan Ayten.
Barga berjalan menuju gudang. Dia akan mengambil beberapa gulung permadani yang diminta oleh pelanggan toko. Dia benar-benar berharap bisa meningkatkan persentase penjualan karpet, agar bisa mendapat bonus yang dijanjikan oleh bosnya itu.
Saat Barga kembali ke dalam toko dengan beberapa gulung karpet di pundaknya, dia tercengang melihat Ayten sedang menawarkan karpet pada pelanggan toko lainnya. Barga meletakkan gulungan Karpet itu di lantai dan bergegas ke arah Ayten. Dia menarik tangan Ayten untuk menjauh dari sana.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini? ini bukan tempat untuk bermain, kau tahu?!" Bisik Barga kesal pada Ayten.
"Aku tidak sedang bermain. Aku sedang menawarkan karpet pada para pelanggan toko," jawab Ayten santai.
"Nona Ayten, saya mohon... jangan mengganggu di sini. Saya sedang bekerja, tolong. Hanya ini pekerjaan yang saya punya. Jadi saya harap anda berhenti menganggu pekerjaan saya di sini," ucap Barga memohon dengan kesal pada Ayten.
"Barga, aku tidak sedang mencoba mengganggu pekerjaanmu. Aku malah ingin membantu dirimu. Aku sedang menawarkan kepada mereka karpet dan permadani di sini," terang Ayten dengan lembut.
"Ayten! tidakkah kau mengerti? ini bukan permainan. Ini adalah pekerjaanku, mata pencaharianku. Sumber nafkah untuk diriku. Kalau kau sedang bosan, pergilah bermain di tempat lain. Carilah orang untuk menemani dirimu bermain. Gadis seperti dirimu tidak akan pernah tahu, bagaimana susahnya mencari uang!" sergah Barga marah pada Ayten.
Ayten terdiam di tempatnya. Dia terkejut dengan bentakan dari Barga. Seumur hidupnya, Ayten tidak pernah di bentak ataupun dimarahi. Bahkan kedua orang tuanya sangat memanjakan dirinya. Karena itu, Ayten kaget dan tanpa di sadari olehnya, air mata menetes di pipinya. Melihat Ayten yang tiba-tiba menangis, membuat Barga kelabakan. Dia merasa menyesal dan bersalah karena sudah keterlaluan pada Ayten. Tapi sungguh, dia merasa terganggu dengan Ayten yang mengikuti dirinya terus menerus. Itu sebabnya mengapa dia sampai kelepasan membentak gadis cantik itu.
"Maafkan aku Ayten. Aku tidak bermaksud untuk melukai hatimu," Barga meminta maaf pada Ayten dengan lembut.
Ayten segera menghapus air matanya. Dia pergi meninggalkan Barga begitu saja. Tanpa memperdulikan ucapan permintaan maaf Barga.
Barga menghela nafasnya panjang. Dia merasa bersalah pada Ayten. Tidak seharusnya dia membentak gadis itu. Ayten tidak bersalah. Dia hanya sedikit menggangu dengan keberadaan dirinya di sekitar Barga.
Barga kembali berjalan ke depan toko. Dia terdiam sejenak. Ayten, gadis itu masih di sana. Ayten melayani seorang pembeli dengan sangat lincah. Dia menawarkan beberapa macam karpet pada para pelanggan. Dengan rayuan dan tutur kata yang sangat pintar, membuat Ayten mampu menjual beberapa karpet dan permadani. Itu membuat Barga kembali menghela nafas panjang. Barga membiarkan saja gadis itu. Dia sendiri memilih melanjutkan pekerjaannya lagi.
Pukul dua belas siang. Saatnya untuk mereka beristirahat dan makan siang. Barga bersiap pergi ke warung langganan. Dia pergi mencari Rian. Tapi, ternyata Rian sedang mengantarkan pesanan karpet pada pelanggan toko. Terpaksa Barga berjalan pergi sendirian ke warung langganan dirinya.
Saat Barga berjalan menuju ke arah warung, Ayten mendekati dirinya. Dia mengikuti Barga di sampingnya.
"Barga mau kemana?" tanya Ayten ramah.
"Mau makan," jawab Barga singkat.
"Di mana? boleh kalau aku ikut?" Tanya Ayten lagi.
Barga berhenti berjalan. Dia menoleh ke arah Ayten. Barga menatap ke arah Ayten dalam. Ayten tersenyum manis di depan Barga. Ada semburat merah muda di pipinya. Melihat tatapan polos Ayten, Barga menghela nafasnya kembali. Entahlah sudah berapa kali dia menghela nafas panjang. Umurnya akan berkurang dengan cepat, pikir Barga. Barga berjalan kembali menuju warung makan di ujung jalan. Melihat Ayten masih diam di tempatnya. Barga mengajak gadis itu.