Bab 4 Melayani Si Nona
Bab 4 Melayani Si Nona
Semalam, saat mereka bercumbu dengan panas, Ayten sengaja mengambil dompet milik Barga untuk berjaga-jaga. Sekarang, berkat KTP di dompet Barga, Ayten berhasil mengetahui keberadaan Barga. Tanpa pikir panjang, Ayten datang ke toko ini untuk mencari Barga. Bingo, Barga memang bekerja disini.
Barga masih saja menawarkan beberapa macam karpet yang mungkin saja sesuai dengan selera Ayten.
"Bagaimana Ayten? Apakah anda sudah memutuskan yang mana pilihan anda?" tanya Barga.
Ayten tergagap mendengar pertanyaan Barga. Dia tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Barga. Ayten terlalu sibuk dengan khayalan dan rencananya untuk menahklukan Barga. Tapi segera cepat Ayten merubah raut wajahnya menjadi tenang kembali.
"Baiklah, aku akan memilih yang menurutmu sesuai dengan kamarku. Tapi aku ingin kau sendiri yang mengantar dan mendekorasi kamarku secara pribadi," kata Ayten dengan senyum tersungging di wajahnya.
Barga tertegun mendengar perkataan wanita cantik itu. Biasanya dia hanya bertugas untuk mengantarkan saja, tidak memasangkan apalagi mendekorasi kamar secara pribadi.
"Tapi itu..." suara Barga menghilang dengan ragu.
Ayten meninggalkan Barga dan menuju ke tempat bos toko itu.
"Bos, saya mau beberapa karpet dan permadani yang ada di sana. Tapi saya ingin Barga yang mengantarkan langsung ke rumah saya dan memasangkan di kamar saya. Kalau bukan dia, saya batal membeli disini," ucap Ayten tegas pada pemilik toko.
Mendengar perkataan Ayten, pemilik toko segera memanggil Barga dan menyuruhnya untuk mengantarkan sesuai pesanan Ayten. Dia juga menyuruh Barga untuk mengikuti permintaan Ayten dan melayaninya dengan baik. Mendengar perintah dari pemilik toko, Barga hanya bisa menurutinya dengan patuh. Bagaimanapun, kehidupan Barga tergantung dari pekerjaannya di toko ini.
Setelah Ayten membayar semua karpet itu, dia meminta Barga untuk mengantarkannya sekarang juga. Barga segera membawa karpet dan permadani itu ke dalam mobil, lalu melajukan mobilnya mengikuti dibelakang mobil Ayten. Barga sendirian mengantarkan karpet itu sesuai permintaan Ayten. Di dalam hati Barga, Barga mengeluh dengan permintaan Ayten. Karena ini membuat dirinya bekerja lembur. Padahal dia sudah berencana untuk tidur lebih awal malam ini. Tapi karena permintaan Ayten, rencana itu menjadi gagal. Barga juga masih bingung dengan permintaan dari Ayten. Tapi dia tetap melakukannya.
‘Semoga saja Ayten mau memberikan bonus lemburan. Kan lumayan untuk membayar kontrakan bulan ini,’ gumam Barga dalam hati berharap.
Kini mereka sudah sampai di rumah Ayten. Barga segera memarkirkan mobilnya di samping mobil Ayten. Di lihatnya Ayten yang turun dari mobil, berjalan menghampiri dirinya. Barga segera menyusul keluar dari mobilnya.
"Kamu bawa karpet itu kedalam sekarang," kata Ayten ramah.
"Baik Nona," jawab Barga.
"Kenapa panggil Nona lagi? Ayten saja!" Sergah Ayten.
"Tapi itu tidak sopan. Apalagi ini dirumah anda. Akan terlihat lancang kalau saya memanggil anda dengan nama saja," ujar Barga.
"Tapi aku tidak suka, jika kau memanggilku dengan Nona!" Ayten merajuk, menolak panggilan dari Barga.
Bibir Ayten yang cemberut, terlihat sangat imut di mata Barga. Membuat Barga tidak bisa menolak keinginan gadis itu. Barga tertawa kecil.
"Baiklah kalau begitu, saya akan memanggil anda dengan Mbak Ayten. Bagaimana?" kata Barga meminta pendapat Ayten.
Ayten mendesah lega. Itu masih lebih baik daripada sebutan Nona. Lagipula, Ayten tidak bisa mendesak Barga terlalu jauh lagi.
"Baiklah, aku setuju. Sekarang bawa semuanya ke dalam kamar," kata Ayten pada akhirnya.
Ayten berjalan masuk ke rumah besar itu. Diikuti oleh Barga dibelakangnya, yang membawa dua gulung karpet di bahunya. Ini membuat otot bisep Barga semakin terlihat.
Barga mengikuti Ayten yang berjalan menuju kamarnya dilantai dua. Saat sudah sampai di dalam kamar Ayten, Barga ternganga lebar. Dia terkejut melihat isi kamar Ayten. Itu bukan kamar, tapi sebuah rumah di dalam rumah. Barga benar-benar tidak menyangka, kamar Ayten akan seluas ini. Dia hanya membayangkan, kamar wanita ini akan seperti di drama-drama yang dia tonton. Tapi ternyata itu melebihi ekspektasi Barga.
"Kamu bisa meletakkan semua karpet itu di sebelah sana dan mulailah bekerja sekarang. Aku akan ke bawah dulu," ucap Ayten berlalu dari kamarnya.
Barga mulai melakukan pekerjaannya. Dia menata ulang semua perabotan dikamar itu. Lalu mulai bekerja.
Sementara itu, di lantai bawah rumah mewah itu, Ayten memanggil pembantunya untuk menyiapkan minuman dan makanan kecil untuk Barga.
Saat Ayten sedang menunggu minuman itu, kedua orang tuanya baru saja pulang. Mereka menyapa anak gadis kesayangannya.
"Kau ada di rumah sayang?" sapa ibu Ayten sembari mencium dahi putrinya.
"Iya mama. Mama dan Papa kenapa baru pulang?" tanya Ayten manja.
"Tadi kami ketemu sahabat lama Papa kamu. Jadi ngobrol dulu dengan mereka sebentar. Ternyata sudah malam saat kami selesai," jelas wanita baya yang masih terlihat cantik itu pada putri kesayangannya.
"Kamu sendiri tumben ada dirumah. Biasanya sudah kabur dengan Joanna," sahut tuan Kevser pada anaknya.
Ayten memanyunkan bibirnya. Dengan tatapan sinis, dia menjawab pertanyaan papanya.
"Ayten masih marah sama Joanna. Kemarin dia sudah menipu Ayten dengan membohongi Ayten. Ayten masih marah sama dia," jelas Ayten dengan wajah cemberut yang berpaling dari kedua orang tuanya.
Pasangan Kevser itu hanya tersenyum dengan tingkah anak manjanya ini.
"Kalau begitu, Mama dan Papa ke kamar dulu untuk ganti baju. Lalu kita makan bersama," ujar tuan Kevser sembari mengusap kepala Ayten sayang.
Ayten mengangguk setuju. Dia melihat kedua orang tuanya berjalan menuju kamar mereka. Minuman dan cemilan yang Ayten minta sudah siap di atas nampan. Ayten membawanya ke atas, ke dalam kamar tidurnya.
Ayten melihat Barga yang masih sibuk mengangkat meja dan kursi untuk dipindahkan sementara, agar dia bisa menggelar permadani itu di lantai. Ayten melihat peluh yang mengalir di wajah tampan Barga, membuat Barga terlihat semakin menggairahkan di mata Ayten. Apalagi dengan lengan Barga yang terlihat kuat, saat mengangkat meja kayu itu sendirian. Membuat Ayten membayangkan dirinya yang diangkat dengan lengan kuat itu.
Ayten ingat, saat dirinya diangkat oleh Barga dan mendudukkan dirinya di atas meja. Saat mereka bercumbu di klub, malam itu. Ayten jadi panas dingin sendiri, karena mengingat malam itu.
Ayten berjalan masuk dan meletakkan nampan berisi minuman dan cemilan di atas balas di dekat jendela.
"Bagaimana? apakah kau bisa menyelesaikan pekerjaan ini, malam ini juga?" tanya Ayten.
Barga menoleh ke arah Ayten.
"Akan saya usahakan selesai secepat mungkin," kata Barga yakin.
"Kalau begitu, aku mandi dulu. Minumlah dulu untuk menghilangkan hausmu," ucap Ayten.
Ayten berjalan ke arah lemari pakaian di dekat kamar mandi. Dia mengambil handuk bersih dari dalam lemari itu. Ayten pergi mandi, meninggalkan Barga yang masih sibuk mengatur perabotan.
Tidak lama, pintu kamar mandi terbuka. Ayten keluar hanya dengan memakai kimono mandi. Dengan handuk membungkus rambut kepalanya, dia berjalan dan duduk di atas tempat tidur. Ayten sedang mengeringkan rambut dengan handuk itu. Dia duduk dengan kaki kanannya naik di atas kaki kirinya.
Posisi itu, membuat kulit pahanya terpampang jelas. Barga yang melihat posisi Ayten seperti itu, segera meneguk ludahnya sendiri. Ayten sengaja duduk dengan posisi menggoda di depan Barga. Kimono mandi yang dia kenakan sangat pendek. Hanya mampu menutupi separuh pahanya. Dengan tali kimono yang longgar, membuat gunung kembar gadis itu mengintip keluar dari kimono. Barga tidak luput untuk memperhatikan buah dada ranum berwarna putih mulus itu. Apalagi salah satunya terpampang dan terlihat dari posisi Barga saat ini. Ayten sengaja bergerak sedemikian rupa, membuat paha dalamnya terlihat jelas oleh Barga.