Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 2 Terjebak

Mentari baru saja menyingsing ketika Sari berjalan menuju ke rumah. Angin membelai lembut wajahnya yang masih dirundung duka. Tampak sesekali gadis cantik itu merapikan anak rambutnya yang menari.

“Jadi besok kamu baru mulai kerja?” tanya Bayu ketika mereka berjalan beriringan.

“Iya Kang, aku ga enak sama Ce Lilis kalau kelamaan libur,” sahut Sari sambil meniti langkahnya.

“Ya sudah besok kamu aku antar jemput seperti biasa,” timpal Bayu yang dijawab anggukan oleh Sari.

Bayu pun berangan jika saja ia

sudah mempunyai cukup tabungan, ingin rasanya segera meminang Sari dan menjadi pelindung serta membahagiakannya.

“Kang.” Sari memanggil Bayu sehingga membuyarkan angan pemuda itu.

“Iya ada apa?” tanya Bayu menghentikan langkahnya.

“Sudah sampai, mau mampir?” tanya Sari sambil tersenyum manis.

Bayu pun mengangguk, tetapi ketika baru beberapa langkah mereka melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah Sari.

“Sepertinya ada tamu, mungkin aku besok saja mampir nya,” ujar Bayu dengan tidak enak hati.

“Baiklah Kang,” jawab Sari menatap Bayu lekat-lekat.

“Kalau begitu aku pulang dulu, Assalamualaikum …,” ucap Bayu sambil membalas tatapan Sari. Entah mengapa enggan rasanya Bayu untuk pulang seolah besok ia tidak akan bertemu dengan gadis itu lagi.

“Waalaikumsalam ..., hati-hati Kang! Sampai jumpa lagi,” balas Sari dengan memberikan senyumnya yang paling manis.

Gadis itu pun memandangi Bayu hingga hilang oleh jarak. Kemudian Sari melangkah masuk ke rumahnya. Ia pun jadi penasaran siapakah gerangan orang yang sedang bertamu. Langkah Sari pun terhenti di ambang pintu ketika melihat Ce Lilis dan lelaki itu yang datang. Semua mata tertuju kepadanya seolah sudah menunggu gadis itu. Sari tampak heran kenapa Ce Lilis datang ke rumahnya ini.

“Sari duduklah!” seru Bu Asih dengan lembut.

Sari pun segera menghampiri dan duduk di samping ibunya. Jantungnya kian berdetak cepat sambil melirik ke arah Ce Lilis dan pria itu.

“Maaf Ce, besok Sari sudah masuk kerja kok,” ucap Sari dengan tidak enak hati.

Ce Lilis pun tersenyum dan menyahut, “Sari, Ce Lilis kesini mau menyampaikan rasa bela sungkawa, sekaligus mengantar Kang Damar bertemu dengan ibumu.”

“Kenapa kamu tidak bilang sama Ambu jika sudah punya calon suami, Sari?”

tanya Bu Asih dengan menatap putrinya tanpa kemarahan.

Sari tampak meremas bajunya dan terlihat berpikir untuk menjawab. Tidak mungkin ia memberitahu ibunya jika telah menerima sebuah pernikahan demi uang yang kemarin ia terima. Akhirnya dengan gugup sari pun menjawab, “Maaf Bu, Sa …Sari belum menemukan waktu yang pas untuk cerita."

“Ya sudah, tadi Nak Damar minta izin untuk mengajakmu bertemu dengan orang tuanya di kota,” ujar Bu Asih memberitahu.

Sari tampak terkejut mendengarnya, ia tidak menyangka akan secepat ini. Kemudian gadis itu menatap Bu Asih dan bertanya, “Apakah boleh Bu?” Bu Asih pun menjawab dengan anggukan.

Sementara itu lelaki yang bernama Damar tersenyum saja sambil melirik ke arah jam tangannya. Lalu ia pun berkata, “Hari sudah semakin sore, sebaiknya kita berangkat!”

Sari pun menoleh ke arah Bu asih yang tersenyum kepadanya. Kemudian gadis itu pun menyahut, “ Baiklah Sari ganti baju dulu.”

“Tidak usah! Kita harus mengejar waktu sebentar lagi jalan akan macet,” cegah Damar sambil berdiri.

“Tapi Nak Damar nanti Sari jadi malu-maluin kamu.” Bu Asih pun memberikan pendapatnya.

Damar pun tersenyum dan berkata, “Tidak apa-apa Bu, di kota banyak toko baju nanti kita akan beli di sana.”

Bu Asih tersenyum mendengarnya. Ia merasa Damar adalah seorang laki-laki yang baik.

Mereka pun kemudian berjalan ke luar rumah, sesampai di teras Sari segera menyalim tangan Bu Asih kemudian ia memeluk ibunya dengan erat seperti tidak ingin melepaskan.

“Sari berangkat ya, Bu, Assalamualaikum …,” pamit Sari sambil menatap wajah ibunya lekat-lekat.

“Waalaikumsalam .., hati-hati ya,” ucap Bu Asih dengan perasaan tidak enak, ”Nak Damar tolong jaga Sari!”

“Iya Bu,” jawab Damar sambil

menyalim tangan Bu Asih. Sekilas lelaki itu tersenyum kepada Ce Lilis sambil berlalu.

Entah mengapa Sari terlihat berat untuk melangkahkan kakinya, sebelum masuk ke mobil gadis itu tampak menoleh ke arah Bu Asih yang menatapnya penuh kekhawatiran.

Tidak lama kemudian mobil itu pun meluncur, tampak Bu Asih melambai seolah mengucapkan perpisahan.

***

Di sepanjang perjalanan, mereka saling terdiam. Sesekali sari menoleh ke arah Damar yang tetap fokus menyetir. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan orang tua dari lelaki yang belum dikenalnya itu. Mobil itu terus meluncur ke arah puncak dan berbelok ke sebuah kawasan kebun teh. Tidak lama kemudian mereka sampai di sebuah villa yang sangat megah. Lalu Damar membunyikan klakson.

Tin …! Tin …!

Seorang lelaki bertubuh tegap tampak membukakan pintu gerbang. Damar pun segera memacu mobilnya dan memarkirkan di tempat yang tersedia.

“Kita sudah sampai, ayo turun!” ajak Damar sambil membuka pintu mobil untuk Sari.

Sari tampak terperangah melihat bangunan yang sangat besar di hadapannya, tetapi gadis itu tampak heran bukankah tadi Damar bilang akan mengajaknya ke kota. Sementara tempat ini tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya saja beda wilayah. Sari pun tampak ragu ketika Damar mengajaknya untuk masuk ke Villa itu.

“Ayo masuk!” seru Damar, tetapi Sari tampak diam bergeming, “Jangan takut! Aku tidak akn menyakitimu,” bujuk Damar kemudian.

Tampak dua penjaga membukakan pintu ketika melihat Damar datang. Entah mengapa tiba-tiba perasaan takjub Sari hilang melihat tempat ini. Sekarang ia merasa takut dengan perasaan yang berdebar ketika memasuki Villa yang begitu mewah dan megah itu. Sari terus mengikuti Damar yang membawanya entah ke mana.

“Bi Euis” panggil Damar sambil menghentikan langkahnya.

Tidak lama kemudian seorang wanita paruh baya datang dan menyahut, “Iya Kang.”

“Tolong antarkan Neng Sari ke kamarnya dan beri ia baju yang baru!” seru Damar yang dijawab anggukan oleh asistan itu.

Wanita yang bernama Bi Euis tampak mengerti maksud Damar kemudian ia mengajak Sari, “Mari Neng!” Sikap Bi Euis yang ramah, membuat Sari tanpa ragu mengikuti wanita itu.

Damar kemudian menuju ke salah satu ruangan, kemudian ia mambuka pintu berukir dengan perlahan. Lalu menghampiri seseorang yang sedang berdiri di atas balkon dan membelakanginya.

“Lama sekali,” ucap lelaki itu tanpa berbalik.

“Harap maklum Tuan, gadis itu sedang berduka,” sahut Damar sambil menghentikan langkahnya, “Sehabis isya nanti, acara sudah bisa dimulai, Tuan.”

“Bagus, kamu boleh pergi!” jawab lelaki itu tanpa menoleh sedikitpun.

Sementara itu Sari diantar ke sebuah kamar yang besar, mungkin seluas rumahnya yang kecil.

“Silahkan Neng, mandi dulu!” seru Bi Euis yang dijawab anggukan oleh Sari.

Sari pun segera masuk ke kamar mandi, tidak berapa lama ia sudah selesai membersihkan diri. Tubuh gadis itu tampak terbalut handuk, tercium harum semerbak. Tiba-tiba Bi Euis menghampiri Sari dan mengeluarkan sebuah suntikan.

“Itu buat apa?” tanya Sari dengan takut.

“Untuk kesehatan,” jawab wanita itu sambil menyingkap bagian paha Sari dan langsung menusukan jarum suntik. Setelah selesai, Bi Euis pun berseru kembali, “Pakailah!”

Sari menerina sesetel kebaya modern dari tangan Bi Euis dan memakainya. Tanpa banyak bicara Bi Euis segera merias Sari secara sederhana, tetapi membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

Tiba-tiba Damar datang dan bertanya, “Apakah sudah siap?” lelaki itu tampak tertegun melihat Sari yang pangling, “Tolong antar Sari ke ruang tangah, Bi! Semua sudah menunggu!” seru Damar yang dijawab anggukan oleh Bi Euis.

Bi Euis segera membawa Sari untuk keluar dari kamar. Gadis itu tampak gugup sekali, ia terlihat grogi untuk bertemu dengan calon mertuanya. Sementara itu di ruang tengah tampak seorang lelaki paruh baya sudah menunggu.

Sari pun segera disuruh duduk di hadapan lelaki itu dan Damar.

Sementara itu Bi Euis duduk di belakang Sari. Gadis itu pun terlihat bingung melihat semua ini.

“Langsung mulai saja acaranya!” seru seseorang dari belakang sari.

Sari tampak tertegun melihat seorang lelaki tampan bak pangeran Timur Tengah yang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya. Lelaki itu sekilas menoleh ke arah Sari dengan tajam. Seolah menghujam jantung gadis itu hingga berdetak sangat cepat. Sehingga membuat Sari tertunduk karena takut. Bahkan untuk melirik pun ia tidak berani dan hanya diam bergeming tanpa mampu berkata apa pun.

Lelaki paruh baya itu yang sepertinya penghulu, segera menjabat tangan pria di hadapannya dan terjadilah ijab kabul tanpa persetujuan dari Sari. Gadis itu pun seperti tidak punya kekuatan untuk menolak pernikahan dadakan ini.

Seketika Sari pun menyadari jika ini adalah acara akad nikah bukan perkenalan keluarga. Ia merasa telah tertipu oleh Damar dan merasa sangat menyesal telah mempercayai lelaki itu.

“Bawa ia ke kamarku” seru lelaki itu sambil menatap sinis ke arah Sari. Lalu ia pergi dan hilang di balik tembok.

“Baik Tuan,” sahut Bi Euis dengan patuh.

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel