Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 3 Awal Dari Semua

Sari segera berdiri dan menghampiri ketika Damar hendak pergi dari tempat itu dan berseru, “Tunggu Kang Damar!”

Damar segera menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sari.

“Kenapa Kakang menipu ambu dan Sari?” tanya Sari sambil menatap Damar dengan serius.

“Apa bedanya, mau sekarang atau besok kamu memang harus menikah kan?” Damar balik bertanya untuk berkelit.

“Tapi tidak seperti ini caranya, Kang!” protes Sari tidak terima dengan perlakuan Damar kepadanya.

“Aku kan sudah bilang kamu akan dijadikan istri.” Damar berkilah sambil melihat Sari acuh tak acuh

“Tetapi kanapa dengan lelaki itu?” tanya Sari yang merasa tertipu.

“Karena Tuan Adam lah yang menginginkan kamu menjadi istrinya. Sekarang layanilah tuan dengan baik! atau kau akan mendapat amarahnya,” ancam Damar dengan serius. “Bawa ia segera ke kamar tuan, Bi!” seru Damar sambil berlalu dan pergi meninggalkan Sari yang hanya bisa menangis sambil terduduk.

‘Nasi sudah menjadi bubur’ mungkin itulah pribahasa yang tepat untuk Sari. Bi Euis segera memegang kedua bahu Sari dan membantunya berdiri. Kemudian ia mengantar Gadis itu untuk segera dibawa ke tempat yang di tuju. Mereka berhenti di sebuah kamar yang besar. Bi Euis pun mengetuk pintu itu.

Tok …! Tok …!”

“Silahkan masuk Nyonya! Tuan sudah menunggu di dalam!” seru Bi Euis sambil membukakan pintu.

Dengan perlahan Sari melangkah masuk, terlihat ketakutan yang terpancar dari wajahnya. Sesampai di dalam, gadis itu tampak tertegun melihat sebuah ruangan yang sangat besar bak kamar istana.

“Kemarilah!” seru Tuan Adam yang membuat Sari terkejut.

Selangkah demi selangkah Sari mendekat ke arah pemilik suara yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan tajam. Kemudian ia berhenti di depan lelaki itu dan mencoba memberanikan diri untuk menatap Tuan Adam yang kini sudah menjadi suaminya.

Adam adalah Lelaki yang sempurna secara pisik. Tinggi, putih dengan jambang tipis yang tampak menghiasi wajah rupawannya. Mata elangnya begitu serasi dengan alis yang tebal dan hidung yang bangir. Sari pun serasa menjadi istri seorang pangeran. Entah apakah ia harus senang atau tidak.

“Dengarkan baik-baik! Karena aku tidak akan mengulangi lagi!” Adam berkata dengan serius, “Selama menjadi istriku, pertama kamu dilarang ke luar dari villa ini dan menghubungi siapa pun termasuk keluargamu. Kedua harus patuh dan selalu melayaniku dengan baik, ketiga jangan pernah menuntut apa pun dan membantah perintahku. Jika kamu melenggar salah satu peraturan itu maka kamu harus mengganti mahar yang telah kuberikan 10 x lipat karena peraturan ini sudah kamu tanda tangani, paham?” tutur Adam dengan tegasnya sambil memperlihatkan sebuah kertas yang tertera tanda tangan gadis itu dengan jelas.

Sari tampak terkejut mendengar peraturan itu. Bagaimana mungkin ia tidak boleh bertemu dengan keluarganya sendiri. Gadis itu pun tidak mengerti pernikahan seperti apa ini.

“Sampai kapan aku tidak boleh bertemu dengan keluargaku?” tanya Sari memberanikan diri.

“Sampai aku tidak menginginkan kamu menjadi istriku lagi,” jawab Adam dengan santai, “tapi kamu jangan takut! Selama pernikahan kita, semua kebutuhanmu akan tercukupi tanpa kurang satu pun,” jelasnya memberitahu.

Sari pun tampak menggeleng ia merasa telah terjebak dalam pernikahan ini. Alih-alih ingin merubah nasib, justru pengekangan yang akan ia terima. Gadis itu pun tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya kelak.

“Buka bajumu!” seru Tuan Adam sambil menatap Sari dengan tajam. Melihat Sari yang bergeming, membuat lelaki itu tidak sabar kemudian membentak Sari, “Cepat!”

Sari tampak terkejut dengan perlahan ia membuka setelan kebaya yang dikenakannya. Lalu pakaian gadis itu pun jatuh di kakinya. Tuan Adam seketika tersenyum melihat tubuh Sari yang sudah polos. Kemudian ia mendekat dan menarik dagu gadis itu hingga wajah mereka saling bertatapan dengan dekat.

“Damar memang pintar selalu mendapatkan yang bagus,” puji Tuan Adam sambil mengamati wajah Sari dengan saksama. Ia pun tidak perduli ketika buliran air mata jatuh dari pipi gadis itu.

Tuan Adam segera menggendong tubuh istrinya yang dinikahi secara sirih itu ke atas tempat tidur untuk mendapatkan haknya sebagai seorang suami. Lalu ia kemudian mempaskan tubuh Sari di atas kasur yang empuk.

Seperti musafir yang sudah tidak dapat menahan dahaganya, Tuan Adam menjamah tubuh Sari dengan kasar. Entah sudah berapa kali lelaki itu melakukannya. Sari hanya bisa pasrah sambil menahan rasa sakit dengan berderai air mata.

***

Mentari tampak meninggi, menyeruak untaian kabut yang kian menipis. Sinarnya tampak menerobos masuk lewat celah jendela hingga menerpa wajah Sari yang baru saja terjaga. Ia sangat terkejut melihat tubuhnya hanya terbalut selimut dan berada di kamar yang berbeda.

Sari pun mulai mengingat kejadian semalam dan ia merasakan tubuhnya terasa sakit dan pegal semua. Terutama dibagian pangkal pahanya yang terasa sangat nyeri sekali. Dengan perlahan, Sari segera turun dari atas ranjang dan langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang terasa sangat lengket.

Setelah membersihkan diri, Sari segara membuka lemari dan melihat baju yang kurang bahan menurutnya. Akhirnya Sari memilih sebuah piyama untuk membalut tubuhnya yang penuh dengan jejak berwarna merah kebiruan

Sari segera merebahkan tubuhnya kembali di atas tempat tidur, entah mengapa ia merasa sangat telah sekali. Tidak lama kemudian, pintu kamarnya terketuk dan Bi Euis datang sambil membawa sarapan untuk Sari.

“Silahkan dimakan Nyonya!” seru Bi Euis sambil meletakan nampan di atas meja.

Tercium aroma bubur kacang hijau dan harumnya teh melati yang menggoda selera makan Sari. Kebetulan ia merasa sangat lapar sekali setelah melewati malam yang melelahkan

“Apakah Nyonya membutuhkan sesuatu?” tanya Bi Euis dengan sopan.

“Apakah boleh saya meminta beberapa potong baju hangat?” pinta Sari yang dijawab anggukan oleh Bi Euis.

“Hanya itu? Oh ya …” Kemudian Bi Euis tanpa sungkan menanyakan ukuran underwear Sari, alas kaki bahkan sampai tanggal menstruasinya.

“Itu saja dulu Bi,” ujar Sari sambil merasakan nyeri di tubuhnya.

“Akan tetapi jika Tuan memanggil, Nyonya harus mengenakan gaun yang ada di dalam lemari!” seru Bi Euis yang dijawab anggukan oleh Sari, “Habiskanlah sarapan Nyonya! Nanti saya akan antarkan makan siang!” seru Bi Euis sambil hendak berlalu pergi.

“Tunggu, Bi!” seru Sari yang menghentikan langkah Bi Euis.

“Ada apa, Nya?” tanya Bi Euis sambil menoleh ke arah Sari.

“Ceritakan kepadaku siapa Kang Damar dan Tuan Adam!”

Bi Euis tampak heran mendengar pertanyaan Sari kemudian ia pun menjawab, “Nanti Nyonya juga akan tahu, permisi.” Lalu Bi Euis segera keluar dari kamar itu tanpa memperdulikan Sari yang belum puas atas jawabannya.

Sari pun hendak mengejar Bi Euis, tetapi ia kembali mengingat perjanjian yang menurutnya sangat merugikan itu. Gadis itu pun mengurungkan niatnya, ia bertekad akan mencari tahu siapa Tuan Adam sebenarnya.

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel