Bab. 10 Rindu
Hari berganti hari, lambat laun sikap Tuan Adam pun semakin melunak dan tidak menyentuh istrinya dengan kasar seperti awal pernikahan dulu. Hal itu di karenakan Sari sudah bisa mengambil hati suaminya. Tuan Adam sangat puas dengan pelayanan Sari sebagai seorang istri, baik itu soal perut ataupun urusan di atas ranjang.
Terkadang Tuan Adam suka memberikan Sari kejutan berupa hadiah, entah itu uang atau perhiasan. Kini Sari hidup berkucukupan dengan tidak kurang apa pun juga.
Namun, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam. Sari merasa hidup bagaikan dalam sangkar emas. Ia sangat merindukan keluarganya, entah bagaimana nasib ibu dan kedua adiknya yang masih bersekolah. Selalu memikirkan keluarganya, Sari pun jadi drop dan jatuh sakit.
“Ambu, Sari kangen,” lirih Sari merasakan kepalanya yang pusing. Tidak terasa air matanya pun jatuh berderai.
“Kenapa menangis. Apakah Tuan kasar lagi sama Neng?” tanya Bi Euis ketika memergoki Sari sedang menitikkan air mata.
Sari pun tampak menggeleng sambil menyeka air matanya dan menjawab,”Sari kangen sama kelurga Bi, pasti mereka hidup susah, sedangkan saya di sini bisa makan enak dan banyak uang.” Tanpa Sungkan Sari mengungkapkan perasaannya kepada Bi Euis yang sudah dianggap seperti ibu sendiri.
Bi Euis kemudian mengusap bahu sari seraya menyarankan, “Coba Neng bicara baik-baik sama Tuan. Paling tidak minta izin untuk mengirimkan uang buat keluarga.”
Sari kembali menggeleng dan berkata, "Tidak akan diizinkan Bi, karena Tuan melarangnya."
"Maksud Neng?" tanya Bi Euis tidak mengerti.
"Pada awal menikah, Tuan ...." Sari menceritakan larangan yang sudah dibuat oleh Tuan Adam untuk dirinya.
Bi Euis mendengarkan dengan seksama dan tampak tercengang. Sungguh ia tidak percaya ternyata Tuan Adam bisa sekeras itu.
"Ya Allah, tega sekali Tuan. Neng yang sabar dan sekarang makan dulu! Dari tadi siang, cuma makan sedikit," saran Bi Euis yang dijawab gelengan kepala oleh Sari. "Neng, harus sehat! Karena ibu Neng pasti bisa merasakan sakit juga, walaupun tidak melihat anaknya secara langsung," bujuk Bi Euis kemudian.
"Benarkah seperti itu Bi?" tanya Sari sambil berkaca-kaca. Bi Euis kemudian mengangguk.
Akhirnya Sari mau makan, walaupun cuma sedikit. Setelah itu ia minum obat, Lalu kembali merebahkan tubuhnya untuk beristirahat. Bi Euis kemudian menyelimuti tubuh Sari yang masih demam.
***
Tuan Adam segera pulang cepat hari ini karena besok akan pergi ke luar kota. Tentu ia ingin menghabiskan waktu dengan Sari sebelum keberangkatannya. Padahal hampir setiap malam mereka selalu melewati malam yang panjang bersama.
Namun, sosok Sari telah membuat Tuan Adam terkadang tidak bisa fokus kerja dan ingin selalu berdua dengan wanita itu. Apalagi Sari kini sudah sangat pandai mengimbanginya, jadi lebih agresif dan tangguh. Terkadang membuat Tuan Adam yang kewalahan dan ia sangat menyukai hal itu.
Jika hasratnya sudah menggebu, Tuan Adam tidak lagi menunggu Sari untuk datang ke kamarnya. Justru ia sendiri yang akan menemui Sari. Kini Adam lah yang sering menghabiskan malam di kamar istrinya.
Begitu helikopter yang mengantar Adam sampai di belakang Villa, lelaki itu segera turun untuk mencari Sari. Dirinya sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan wanita itu. Tentu untuk memberikan sebuah kejutan atas kepulangannya yang tiba-tiba.
Tuan Adam segera menuju ke kamar Sari, tetapi langkahnya terhenti ketika melihat Bi Euis keluar sambil membawa nampan yang berisi piring dengan nasi dan lauk yang masih banyak.
"Tuan sudah pulang," tanya Bi Euis dengan terkejut.
"Itu nasi siapa Bi?" Tuan Adam balik bertanya.
"Nyonya sakit Tuan, tidak mau makan," jawab Bi Euis sambil tertunduk sedih.
"Sakit apa?" tanya Tuan Adam yang mulai cemas.
"Nyonya demam Tuan," jawab Bi Euis memberitahu.
Tuan Adam menatap Bi Euis dengan tajam dan bertanya kembali, "Kenapa Nyonya bisa sakit, apa dia kecapean?"
Sambil menggeleng Bi Euis menjawab, "Nyonya kangen dan kepikiran keluarganya terus Tuan, karena dia adalah tulang punggung."
Tuan Adam tampak menghela nafas panjang dan bertanya, "Sekarang Nyonya sedang apa?"
"Lagi tidur Tuan, habis minum obat, permisi," jawab Bi Euis sambil pamit.
Tuan Adam tampak mengangguk, setelah itu ia masuk ke kamar Sari untuk melihat keadaan istrinya. Sesampai di dalam, lelaki itu segera mendekat ke arah tempat tidur. Dimana Sari tampak terlelap.
Tuan Adam kemudian duduk di pinggir ranjang sambil menatap istrinya yang terlihat pucat. Kemudian ia menggenggam jemari Sari yang terasa dingin. Entah mengapa baru kali ini Tuan Adam merasa cemas. Melihat wanitanya terbaring sakit.
"Cepat sembuh!" ucap Tuan Adam sambil mengecup kening istrinya.
Seketika Sari pun mengigau sepertinya ia sedang bermimpi, "Ambu Sari kangen." secara reflek ia pun segera menggenggam tangan Tuan Adam dengan erat,"Jangan pergi ambu, temenin Sari!"
Mendengar itu hati Tuan Adam pun jadi pilu. Ia segera melepas tangan Sari dan hendak berlalu.
"Tuan," panggil Sari yang membuat Tuan Adam mengurungkan niatnya. Sari berusaha bangun dan berucap, "Maaf, Saya ketiduran."
"Istirahatlah kamu sedang sakit!" seru Tuan Adam sambil mengelus rambut Sari dengan lembut.
"Terima kasih," ucap Sari sambil memaksakan menarik senyumnya.
"Aku punya kabar baik untukmu," ujar Tuan Adam untuk membuat Sari senang.
"Apa itu?" tanya Sari ingin tahu.
"Tulislah sepucuk surat untuk ibumu!" seru Tuan Adam yang membuat Sari tersenyum mendengarnya.
"Benarkah, Tuan," tanya Sari memastikan.
Tuan Adam pun mengangguk dan berseru kembali, "Sekarang tidurlah!"
"Bolehkah saya minta sesuatu lagi, Tuan?" tanya Sari ragu-ragu.
"Katakanlah!" jawab Tuan Adam kemudian.
Sari segera mengutarakan keinginannya, "Maukah Tuan, menemani saya tidur malam ini?"
"Tentu," jawab Tuan Adam kemudian ia melepas sepatunya dan naik ke atas tempat tidur.
Kemudian lelaki itu memeluk Sari dan mereka pun terbuai bersama dalam mimpi.
***
Ketika pukul lima pagi, Sari sudah terbangun dari tidurnya. Namun, ia tidak mendapati Tuan Adam di sisinya lagi. Entah kapan lelaki itu pergi.
Dengan segera turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi.
Setelah melaksanakan salat subuh, Sari segera keluar kamar untuk meminta kertas dan pulpen kepada Bi Euis buat menulis surat buat ibunya.
"Neng kok lagi sakit ke sini, ada apa?" tanya Bi Euis heran melihat Sari datang.
"Bi, boleh minta selembar kertas dan pulpen. Tuan Mengizinkan saya untuk menulis surat buat ambu," tutur Sari menjelaskan maksud kedatangannya.
"Apa, Tuan membolehkan?" tanya Bi Euis tidak percaya setelah mendengar hal itu.
"Iya Bi," jawab Sari dengan senang.
"Tunggu sebentar bibi ambil dulu!" Bi Euis segera mencari yang diminta oleh Sari.
Tidak berapa lama kemudian, ia sudah kembali dengan membawa sebuah buku dan pulpen. Lalu memberikannya kepada Sari.
Sari tampak memikirkan kata-kata apa yang akan ditulisnya. Ia kemudian mulai menuangkan isi hatinya di kertas itu.
"Sudah selesai," tanya Tuan Adam yang tiba-tiba datang bersama Kang Asep.
"Sari segera berdiri dan menjawab, "Sudah Tuan."
"Berikan surat itu kepadaku!" pinta Tuan Adam dengan serius.
Sari segera menyerahkan surat itu ke tangan suaminya. Dengan seksama Tuan Adam mulai membaca isi surat Sari untuk ibunya.
[Assalamualaikum … Ambu, keadaan Sari baik-baik saja di sini. Jadi Ambu jangan khawatir. Maaf, Sari belum bisa pulang. Salam rindu Sari.]
Tuan adam kemudian melipat surat itu dan memberikannya kepada Kang Asep seraya berseru, “Sampaikan surat dan amplop ini ke tangan yang bersangkutan! Dan ingat pesanku tadi!”
“Baik Tuan,” sahut Kang Asep dengan sigap, “Nyonya bisa beritahu alamatnya,” pinta lelaki itu kemudian.
Sari kemudian menyebutkan alamat rumahnya dengan lengkap, sementara itu Kang Asep mendengarkan sambil menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
“Apakah sudah jelas, Kang?” tanya Sari memastikan.
Iya Nyonya, saya tahu daerah itu,” jawab Kang Asep.
Kemudian Sari menyodorkan sebuah amplop kecil dan berkata, "Oh ya Kang, titip ini."
"Pegang saja! Itu sudah cukup!" cegah Tuan Adam.
“Permisi Tuan, Nyonya,” pamit lelaki itu undur diri.
Sari menatap kepergian Kang Asep sampai hilang di balik pintu. Tiba-tiba air matanya pun jatuh bergulir manahan kerinduan yang teramat sangat.
[Ya Allah ... lindungilah keluargaku. Aaminn ….] doa Sari di dalam hati.
“Aku sudah mengabulkan keinginanmu. Jadi jangan memintanya lagi!” seru Tuan Adam sambil menatap Sari dengan serius.
Sari segera menyeka air matanya lalu ia menoleh dan berucap, “Terima kasih, Saya akan menuruti semua keinginan Tuan.”
“Bagus, makan yang banyak dan datanglah ke kamarku nanti malam!” seru Tuan Adam sambil berlalu pergi.
"Baik Tuan," jawab Sari sambil tertunduk.
BERSAMBUNG