Kau Bukan Anakku
Alvian menoleh ketika tubuhnya sudah berada di ambang pintu. "Ya, Ma," jawabnya.
"Rahasiakan semua ini dari adik-adikmu," pesan Melia.
Setidaknya meski Alvian sudah tahu, Melia tidak ingin ketiga anaknya yang lain mengetahui rahasia itu. Melia ingin melindungi Alvian dari rasa minder dan rendah diri karena asal-usulnya. Alvian mengangguk, ia lalu gegas pergi dari kamar Melia.
"Ya Allah, Mas Her! Kenapa kamu begitu mudahnya mengumbar aibku. Padahal dulu. kamu yang bersikap bagai pahlawan. Hadir di tengah keluargaku di saat pria tidak bertanggung jawab itu meninggalkanku begitu saja," desis Melia.
Wanita itu menyesali kebodohan masa lalunya yang mungkin akan berakibat pada masa depan Alvian. Melia takut Alvian akan terguncang jiwanya dan menjadi minder.
"Semua ini salahku, ya Allah. Aku yang bodoh karena tidak bisa menjaga kehormatanku," sesalnya. Sungguh sebuah penyesalan yang sangat terlambat.
Melia terduduk di tepi tempat tidur kamarnya. Ia menghela nafas berat. Sesak menghimpit dadanya. Membuatnya harus mengatur nafas beberapa kali.
Melia teringat masa-masa kelam itu. Ketika dua garis merah yang dinanti-nanti pasangan halal dengan bahagia. Harus didapatkannya saat dia dan kekasihnya belum halal. Parahnya lagi, pria yang dicintainya itu malah hilang bagai ditelan bumi. Sungguh tidak bertanggung jawab.
Di tengah kegalauannya, seorang pria tampan dengan sangat dewasanya bersedia bertanggung jawab.
"Biar saya yang bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Melia, Bapak-Ibu," ujarnya gagah berani. Pria itu adalah Herdian enam belas tahun silam.
Saat itu memang Herdianlah yang mengetahui kehamilan Melia. Ia memergoki Melia yang sedang menangis setelah menelepon kekasihnya berkali-kali namun nomornya sudah tidak aktif lagi.
Herdian jugalah yang mengantar Melia pulang kampung dan bilang pada kedua orang tuanya. Orang tua Melia yang cukup terpandang dan terhormat tentu saja terkejut. Mereka hampir mengusir Melia dari rumah, hingga tidak mengakuinya sebagai anak.
Sekali lagi, Herdian tampil bak pahlawan. Meyakinkan Melia dan keluarganya bahwa dialah yang akan berkorban dan bertanggung jawab menikahi Melia. Herdian rela mengorbankan dirinya menjadi Papa bagi janin yang dikandung Melia. Meski Melia berkali-kali menolak karena tak enak. Tetapi Herdian berkeras dan terus meyakinkan Melia bahwa ia tulus mencintai Melia.
"Lalu mengapa kamu berubah, Mas? Mengapa sekarang kamu malah mengumbar aibku demi meluluskan keinginanmu menikah lagi," isak Melia perih. Sungguh ia tak habis pikir dengan suaminya itu.
Bip! Sebuah pesan dari obrolan aplikasi hijau masuk ke gawai Melia.
Melia membuka pesan itu, dari seseorang yang tidak dikenalnya. Nomor itu mengirimkan dua buah foto yang menunjukkan Herdian tengah duduk berdua dengan seorang wanita di sebuah cafe.
Siapa wanita yang bersama Herdian? Mengapa mereka terlihat begitu akrab? Apa benar, sesungguhnya Herdian telah berselingkuh di belakang Melia?
Perih sekali hati Melia melihatnya. Ketika di rumah ia dengan seenak hatinya mengumbar aib hingga membuat Alvian mendengar dan bersedih. Sekarang di luar ia malah berasyik masyuk dengan seorang wanita.
[Maaf ini siapa?]
Melia membalas pesan dari nomor tanpa nama di gawainya tersebut. Ia sebetulnya masih ingin berbasa-basi untuk mengetahui siapa yang mengiriminya foto-foto tersebut.
[Enggak penting siapa aku! Lihat kelakuan suamimu. Jangan buta dan menutup mata. Awasi suamimu agar tidak selingkuh.] Balas nomer tak dikenal tersebut.
Melia sungguh jadi enggan berkomunikasi lebih jauh lagi dengan si pengirim pesan. Gegas diblokirnya nomer tersebut meski ia tak menghapus foto-foto yang telah diunduhnya.
Melia meletakkan gawainya dengan tangan bergetar. Takut si pengirim pesan tanpa nama menghubunginya dan marah karena ia memblokirnya.
"Ya Allah, apa yang sebenarnya terjadi dengan Mas Herdian? Mengapa lelaki itu akhir-akhir ini seperti tengah menguji imanku?" keluh Melia sedih.
Melia menghapus air matanya yang sempat menetes. Dihembuskannya nafas berat, lalu ia mengambil gawainya kembali. Dicobanya menghubungi Herdian.
[Mas, di mana?]
Lama. Tidak ada jawaban. Dicobanya menelepon Herdian beberapa kali. Namun tidak diangkat oleh lelaki itu. Melia menghela nafas berat. Pukulan yang harus dialaminya sungguh begitu bertubi-tubi.
"Ya Allah, bagaimana ini? Mengapa harus begini?" keluhnya.
Di tengah kebingungannya akan sikap suami yang mendadak berubah. Melia teringat sosial media Herdian. Seingatnya dulu lelaki itu sangat aktif di sosial media. Hampir semua kehidupan pribadinya ia posting di sosial media. Dicobanya membuka sosial media Herdian.
Herdian Purnomo, begitu nama sosial media Herdian. Namanya masih belum berubah meski foto profilnya entah sudah berapa kali diubah. Namun yang membuat hati Melia perih adalah Herdian mengubah status hubungannya menjadi lajang. Bukan menikah seperti seharusnya status seorang pria beristri.
"Ya Allah, apa-apaan ini? Aku merasa sepertinya ada yang tidak beres dengan Mas Herdian ini," batin Melia curiga.
Diperiksanya status pertemanan akun suaminya dengan akun sosial media miliknya. Ah ... mereka masih berteman, aman rupanya. Setidaknya Herdian tidak memblokir atau membatalkan pertemanan mereka.
"Eh ... tetapi tunggu dulu! Jangan puas dengan hal itu, Melia! Coba periksa status-statusnya dulu," batin Melia mengingatkan dirinya sendiri.
Wanita berusia tiga puluh delapan tahun itu kemudian sibuk memeriksa beberapa status suaminya. Dengan menggunakan akun sosial media pribadinya Melia mulai berselancar.
"Ah ... rupanya Mas Herdian jarang update status. Hanya beberapa kali terlihat gonta-ganti foto profil saja," ujarnya kembali tenang.
Tapi tunggu-tunggu, meski begitu ada yang mengganjal dan membuat hati Melia kembali tak tenang. Ia lalu lanjut menelisik sosial media suaminya lebih dalam. Diperiksanya setiap foto profil dan komentar-komentar di setiap postingan suaminya.
"Hei, mengapa hampir semua yang berkomentar adalah perempuan?" batin Melia semakin panas. "Dan lihatlah, bagaimana Mas Herdian membalas mereka! Genit sekali," lanjutnya gemas.
Melia merasa ada yang janggal. Hatinya tidak puas hanya melihat beberapa postingan ganti profil Herdian. Ia merasa harus membuka akun suaminya, bukan hanya melihatnya dari akun sosial media milik Melia sendiri tetapi masuk dengan e-mail dan password milik suaminya.
Melia lalu keluar dari lama sosial media miliknya dan berusaha masuk ke akun milik Herdian. Beruntung password dan alamat emailnya belum berubah. Dalam waktu singkat Melia berhasil log-in pada akun Herdian Purnomo.
"Loh kok banyak ya postingan status Mas Herdian?" tanya Melia bingung. Kenapa ia tak bisa melihatnya meski berteman dengan Herdian?
Melia semakin curiga ada yang tidak beres dengan sosial media Herdian. Ia lalu menemukan kenyataan bahwa Herdian telah menyembunyikan status-statusnya dari Melia.
Rupanya Herdian banyak mengirimkan status palsu. Dimana ia berpura-pura sebagai seorang pria lajang yang kesepian. Melia lalu melihat bahwa postingan Herdian banyak dikomentari teman wanitanya.
"Ya Allah, sudah beranak empat masih saja genit tak tahu diri seperti remaja. Memalukan kamu, Mas!" batin Melia panas. Bagaimanapun dia sekarang adalah istri Herdian. Panaslah hatinya melihat kelakuan suaminya itu.
Tak berhenti di situ. Melia beralih lagi, ia mulai membuka pemberitahuan akun sosial media Herdian. Ia melihat banyak sekali suaminya berbalas komentar dengan teman wanitanya. Terlihat juga oleh matanya dari beberapa komentar yang Melia baca, Herdian seperti lelaki genit yang sedang mencari mangsa.
