Terpaksa Menerima Bantuan
Seorang perawat datang dan Tanti diminta pergi ke bagian administrasi untuk membayar biaya rumah sakit yang belum dibayarkan, dan juga untuk mengetahui berapa nominal yang harus ia bayar untuk operasi Ade.
Dengan langkah terseok, Tanti ke bagian administrasi. Pikirannya sedang tidak fokus akibat lelah dan sedih.
Pada saat ia melangkah dengan pikiran gelisah, ia tidak sengaja menabrak seorang pria yang tak asing lagi baginya.
"Tanti?" Darian mengulas senyumannya saat tidak sengaja melihat wanita yang sedang dia cari.
Tanti membalas dengan senyuman sinis, pucuk dicinta ulam tiba. Dan hatinya bergumam," keberuntungan sedang berpihak padaku, aku tidak perlu capek mencarinya eh ia sudah ada di depan mata."
Tanti sengaja diam menatap tajam lelaki yang sangat ia benci, tetapi ia juga butuh pertolongan Darian. Ia pun mengesampingkan egonya," ada apa, memanggilku?"
Tanti bertanya ketus tanpa ada senyuman sama sekali.
Darian tetap tersenyum, ia sangat senang bisa bertemu dengan Tanti," sedang apa kamu disini?" Darian justru balik bertanya.
Tanti menjelaskan dengan rasa enggan jika ia sedang menjaga anaknya yang sedang sakit. Tanti bahkan tanpa ada rasa sungkan meminta pertanggung jawaban Darian," gara-gara perbuatanmu di masa lalu, aku harus menderita dalam waktu yang cukup lama! aku harus menanggung aib seorang diri karena hamil di luar nikah. Anakku juga harus mendapatkan karmamu, ia juga selalu di hina di caci orang-orang karena tidak punya bapak. Sekarang aku minta kamu bantu aku membayar semua biaya rumah sakit dan membayar biaya operasi serta mencari seseorang yang mau mendonorkan sumsum tulang belakang untuk Ade."
Awalnya Darian menolak kemauan Tanti, ia tidak percaya jika Ade adalah darah dagingnya. Hingga Tanti memberikan saran supaya Darian melakukan tes DNA bersama Ade.
"Aku ingin kamu dan Ade jalani tes DNA, supaya tidak ada keraguan lagi terhadapmu pada anak kandungmu sendiri."
Karena Darian juga penasaran dengan status Ade, apalagi ia juga seperti tak asing lagi dengan nama itu. Ia pun menyetujui permintaan Tanti. Saat itu juga ia dan Ade jalani tes DNA.
Darian bertanya pada Dokter Umar. "Kapan hasilnya akan keluar?" Darian tidak sabar untuk bisa mengetahui hasilnya.
"Satu sampai dua minggu. Tapi akan aku usahakan dengan cepat," jawab Dokter Umar.
Darian sedikit kesal," hah, lama sekali."
Umar hanya menepuk bahu Darian dan menyuruhnya untuk tetap bersabar.
Esok harinya….
Tanti menemui dokter dan menanyakan soal kapan Ade akan dioperasi.
"Kami masih memantau keadaan Ade. Kami belum bisa melakukan jadwal operasi karena keadaan Ade belum stabil. Dan lagi, kami juga sedang menunggu dokter ahli untuk melakukan operasi ini."
"Tapi, Dokter. Soal sumsum tulang belakang itu--"
"Anda tenang saja, Bu. Kami masih tetap mencoba untuk mencari yang cocok dengan Ade."
Tanti menjadi lega, juga resah bersamaan. Ia lega karena sudah tidak bingung dengan biaya rumah sakit, resah karena ia harus berurusan dengan lelaki yang sangat ia benci di dalam hidupnya.
Sementara saat ini Darian sedang menjaga Ade, ia begitu heran karena dunia begitu sempit hingga bertemu dengan Ade yang ternyata anak Tanti.
Darian menunggu dengan tidak sabar, sehingga setelah satu minggu waktu yang dijanjikan oleh Umar, laki-laki itu terperangah dan senang karena mendapati hasil tes DNA menyatakan bahwa Ade memang darah dagingnya.
Dia memejamkan matanya dua detik dan berucap syukur.
"Ya Allah, pantas saja selama ini aku merasa dekat dan nyaman dengan Ade, dan tidak asing lagi. Ternyata ia anak kandungku." Derian mengusap air di sudut matanya. "Umar, berikan perawatan yang terbaik untuk Ade. Berapapun biayanya biar aku yang menanggungnya. Dan jika memang harus operasi, aku juga siap mendonorkan sumsum tulang belakangku untuk putraku."
Darian sangat antusias untuk mengurus pengobatan Ade.
"Oke, serahkan saja padaku."
Umar mengatur waktu yang tepat untuk bisa melakukan operasi pencangkokan sumsum tulang belakang. Ia pun mempertemukan Tanti dengan Darian di ruang kerjanya.
"Jadi, dokter sudah menemukan orang yang cocok sum-sum tulang belakangnya dengan anak saya?" tanya Tanti sambil berjalan mengikuti langkah kaki dokter muda itu.
"Iya, saya sudah menemukannya. Mari. Beliau sudah menunggu."
Tanti dan Umar masuk ke dalam ruangannya dan Tanti terpaku saat melihat laki-laki yang dihindarinya selama ini.
Tanti sangat kesal pada saat melihat Darian duduk di ruang kerja Umar.
"Maaf dok, saya permisi dulu ya. Saya bersedia berbicara dengan dokter jika sudah tidak ada--"
"Duduklah Mbak Tanti! Hilangkan sejenak rasa emosimu pada Darian, karena ini lebih penting dari masa lalumu. Ini menyangkut keselamatan nyawa Ade." Dokter Umar menolak saat Tanti akan pergi, dia menahan lengan wanita itu dan menutup pintu ruangannya.
Mendengar nama Ade disebut, barulah Tanti duduk di samping Darian dan mengabaikan keberadaan serta kebenciannya pada laki-laki itu.
Tanpa menunggu lagi Tanti berkata, "Bagaimana dengan kondisi anak saya, Dok?"
"Ade bukan cuma anakmu, Tanti. Tapi juga anakku, jadi biarkan aku turut serta menyelesaikan permasalahanmu apa lagi mengenai nyawa Ade," ucap Darian menyela perkataan Tanti.
Mendadak Tanti menoleh dan menatap tajam ke arah Darian. "Ade anakku seutuhnya, dia bukan anakmu. Aku tidak mengenalmu sama sekali! jadi nggak usah mengaku Ade adalah anak kandungmu!"
Tanti tidak suka dengan perkataan Darian, karena ia sudah terlanjur benci padanya dengan apa yang dilakukan di masa lalu.
Namun, ia juga tidak bisa membantah lagi pada saat Dokter Umar menunjukkan bukti tes DNA pada Tanti. Jelas di sana tertulis jika Ade adalah anak kandung Darian.
"Dia anakku. Kamu tidak bisa lagi mengelak!" Darian berkata dengan nada yang dingin.
Tanti hanya diam, lalu Dokter Umar mengatakan satu hal. "Kesampingkan dulu rasa bencimu pada Darian. Karena kondisi sudah mendesak jika Ade tidak langsung menjalani operasi pencangkokan sumsum tulang belakang, sakitnya bisa bertambah parah. Biarkan Darian mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk Ade supaya anak kalian lekas pulih seperti sediakala. Apa Anda mau melihat Ade yang semakin tersiksa seperti itu?"
Tanti menundukkan kepala, tapi kemudian dia mengangguk perlahan tanda setuju dengan keputusan Dokter Umar.
**
Operasi pun segera di lakukan setelah Dokter Umar dan beberapa dokter yang lain mendalami kasus penyakit Umar.
Tanti terus saja gelisah dan tak lupa terus saja berdoa supaya operasi berjalan lancar.
Beberapa jam kemudian ....
Dokter Umar keluar dari ruang operasi, Tanti segera berlari menghampiri. "Bagaimana operasinya, Dokter? Apakah berjalan dengan lancar?"
Wajah Tanti terlihat tegang dan gelisah.
Dokter Umar tersenyum. "Alhamdulillah, operasi berjalan lancar."
Tanti bisa bernapas lega. "Alhamdulillah, terima kasih, Dokter."
"Berterima kasihlah pada Allah, karena saya hanya sebagai perantara saja," ucap Dokter Umar.
Dokter Umar pergi setelah itu.
Tanti berada di ruangan VIP di mana Ade berada di sana. Darian juga ada di dalam ruangan itu karena dia tidak mau lagi jauh dengan putranya.
Semalaman Tanti menjaga Ade, bertanya kepada dokter dan perawat tentang kapan sang putra akan terbangun dari efek operasinya.
Tanti melirik Darian yang tertidur dengan lelap. Laki-laki itupun juga belum sadar dan dia berharap jika Darian pun akan cepat sadar.
Esok harinya, Ade telah sadar dan tertegun saat melihat di brankar yang ada di sampingnya.
"Bu, kok Spiderman ada disini?" tanya Ade lirih.
Darian yang telah sadar lebih dulu menoleh ke arah Ade seraya tersenyum, tangannya yang terdapat selang infus melambai. Sedangkan Tanti justru terperangah mendengar ucapan Ade.