Part 4. Ada Yang Gabut
Rama rasa ia kelewat gabut saat berinisiatif mengecek profil pegawai di departemennya mendekati jam-jam menjelang tidur. Demi apa saat ini ia memilih login pada sistem kepegawaian di ponselnya?
Biasanya Shinta yang login pada sistemnya demi menyetujui pengajuan cuti para pegawai. Tapi Rama sedang tidak ingin mengecek pengajuan cuti para pegawai di bawahnya. Biar saja itu menjadi urusan Shinta . Saat ini ia hanya ingin mengecek profil pegawai di departemennya.
Maksud Rama , profil pegawai yang baru saja bergabung di departemennya. Seingat Rama ia belum pernah mengecek profil Shinta .
Rama segera melihat foto Shinta , yang juga sama dengan foto di name tag. Dalam foto itu, Shinta masih terlihat seperti ibu-ibu.
Memangnya sekarang nggak? Rama merasa heran dengan penilaiannya barusan. Bukankah Shinta memang sudah ibu-ibu? Maksud Rama , sekarang Shinta lebih terlihat seperti mahmuda alias mamah muda.
HAAAAH! DIA JANDA! Rambu-rambu dalam dirinya kembali menyala.
Dia janda dia janda dia janda dia janda dia janda! Rama berusaha tidak lelah mengingatkan dirinya sendiri. Entah mengapa, seolah ada dua nyawa dalam tubuhnya yang saling bertolak belakang. Khususnya soal Shinta . Tiap kali ingatannya membawa Shinta , nyawanya seolah terbagi menjadi dua.
Rama akui, penampilan Shinta sekarang sudah lebih enak dilihat. Lebih baik daripada sebelumnya.
Ternyata Shinta lumayan juga.
Eh apa?
Rama menggaruk kepalanya yang tidak gatal saat mendadak salah tingkah sendiri. Tapi memang kenyataannya demikian.
Mbrrrrrrrr! Rama memainkan bibirnya sendiri sebelum menggesek permukaan wajahnya pada guling. Berharap serat kain pada kulit wajahnya mengelupas bayangan Shinta dari pelupuk mata.
Rama kembali memusatkan perhatian pada profil Shinta . Ia melihat pangkat Shinta yang merupakan staff back office. Kedua mata Rama tenggelam membaca di mana saja Shinta pernah bertugas. Diam-diam terselip penasaran. Bagaimana Shinta saat masih gadis dulu? Tapi tentu saja foto itu tidak ada di sistem kepegawaian.
Namun, detik berikutnya Rama segera merasa lucu.
Kayaknya jaman masih gadis dia juga begitu deh. Rama segera menutup profil Shinta dan beralih menatap foto terbaru Edrea di Instagram.
Liat ini! Liat ini Bro! Rama bicara pada dirinya sendiri. Ia melihat wajah lonjong dengan tulang pipi yang tinggi. Liat! Rama memaksa matanya melihat dengan lebih jelas. Namun pipi Edrea dalam layar menggembung dan dalam sekejap wajah dalam foto berubah jadi Shinta .
Hfft! Rama melempar ponselnya ke atas bantal sebelum mengusap wajahnya dengan frustasi. Tidak. Ada yang salah dengan matanya. Rama buru-buru menuruni ranjang dan meneteskan obat mata.
Syegaaaar. Rama memejamkan kedua matanya sejenak, tapi bayangan Shinta tertinggal di sana.
Tutup mata dia ada, buka mata dia juga ada! Rama segera membuka matanya. Ia kembali meraih ponselnya demi menatap wajah Edrea. Berharap sesuatu yang aneh terjadi pada hatinya.
Ia melihat rambut kecoklatan yang di-curly dengan wajah yang juga tampak lonjong.
Ini calon istriku. Rama berusaha meyakinkan hatinya sendiri saat menunggu debaran itu muncul. Aku pasti bisa cinta. Rama menatap lebih kuat.
Tapi hatinya tidak merasakan apa-apa.
Oke, mungkin belum.
Rama memutuskan keluar dari kamar dan menyalakan rokok. Duduk di sofa ruang tamunya demi merenungi keadaan matanya. Rama sedang tidak ingin melakukan apa-apa kecuali memikirkan Shinta . Maksud Rama , matanya yang sekarang sedang suka memperhatikan Shinta .
Mendadak ia tergoda mengecek akun Youtube Shinta . Tetap tidak ada apa pun. Sudah beberapa hari ini Shinta tidak mengunggah konten baru.
Rama beralih menuju Instagram. Ia langsung menuju akun Shinta yang beberapa kali sudah ia lihat, tetapi tetap tidak ada postingan terbaru. Tidak ada foto-foto Shinta dalam penampilan terbaru. Yang ada hanya penampilan yang sebelumnya ia cela. Rama menatap sejenak foto Shinta dalam balutan daster yang motifnya seperti taplak meja.
Kamu memang cuek. Dahinya berkerut kecil. Masa foto pake baju taplak meja gini kamu posting Shinta ? Kenapa nggak posting foto yang keliatan bagus gitu. Cewek lain posting foto yang cakep, kamu malah posting foto..... kayak gini. Kenapa nggak posting pas lagi dandan gitu?
Rama kembali menggeser jempolnya di atas layar dan melihat foto-foto Shinta lainnya. Rasanya baru kali ini Ia tertarik menyelami feed Instagram Shinta yang jauh dari kesan estetik seperti penampilan Shinta sebelumnya. Kerutan pada dahinya tertahan saat melihat foto-foto Shinta yang kelewat apa adanya.
Rama melongo saat melihat Shinta berfoto dengan semangka.
Ini maksudnya apa? Tawa kecilnya terseret. Rama juga tidak tahu apa yang lucu. Enak banget jadi kamu ya? Kamu bisa cuek gitu sama dunia, kayak nggak butuh penilaian orang. Aku nggak bisa kayak gitu.
Nggak ada jaim-jaimnya.
Rama menyesap rokoknya sambil meneliti satu demi satu foto Shinta yang semuanya tampak failed di matanya. Tapi yang membuat heran, kali ini ia bisa tahan.
Satu hal yang baru Rama sadari, di akun Shinta tidak ada satu pun foto bersama mantan suaminya. Hanya ada foto Shinta bersama anak-anaknya juga bersama ibunya.
Mungkin udah dihapus. Rama mengambil kesimpulan sendiri.
Sebenernya.... aku ini ngapain? Rama meletakkan ponselnya dan membuang abu rokok pada asbak. Kenapa akhir-akhir ini ia menjadi sering memikirkan Shinta ? Yang lebih gila, ia berniat menyetir sendiri sekembali dari meeting di Jember.
Padahal, hapal Jember saja tidak. Lalu mengapa ia berlagak sok keren seperti itu?
Kan ada Google Map. Bener. Rama mengangguk sendirian. Kesasar juga nggak pa-pa, malah jadi lama. Eh?
Ya Tuhan.
Rama merasa geli dengan pemikirannya barusan. Ia segera menepis imajinasi tersesat dengan Shinta , tetapi lamunannya malah terbawa pada kaki Shinta yang sakit.
Dia terima pelindung tumitnya nggak ya?
Rama benar-benar merasa sedikit tidak waras sekarang saat pikirannya kembali terganggu dengan hal-hal kecil seperti, apa Shinta menggunakan pelindung tumit yang diam-diam ia letakkan di atas meja? Tapi kenapa tidak ada ucapan terima kasih? Tentu saja tidak ada karena ia tidak mengatakan apa pun, seperti saat meletakkan vitamin C dulu. Rama tidak berharap ucapan terima kasih tetapi ia hanya ingin terlihat seperti pahlawan di hadapan Shinta .
Kenapa Sammy yang jadi pahlawan? Padahal Bakpia itu aku yang beli. Mana ngucapinnya sambil miring-miringin kepala, "Makasih Sammy baik bangeeet!"
Rama tanpa sadar membuat menceng bibirnya saat menirukan ucapan Shinta yang menembus dinding ruangannya.
Sama aku kok nggak gitu?
Rama rasanya sungguh tidak terima. Sedetik kemudian ia kembali merasa aneh.
Perasaan apa ini? Rama mengusap cepat wajahnya. Kenapa hatinya panas setiap kali mengingat kejadian Bakpia itu?
Apa karena Shinta sudah berbeda?
Sekali lagi Rama berusaha meluruskan keanehan yang timbul di hatinya
Bukankah ini yang ia harapkan? Bukankah seharusnya sekretaris berpenampilan menarik? Rama menganggap hatinya hanya sedang syukuran merayakan perubahan positif Shinta . Sekarang, kedua matanya sudah tidak terganggu lagi dengan penampilan Shinta .
Akan tetapi, ia menjadi terganggu ketika laki-laki lain bersikap peduli.
Sekonyong-konyong senyuman Shinta muncul lagi. Rama terpaku menatap meja ketika senyuman yang entah sejak kapan menjadi lebih menarik itu kembali menenggelamkannya untuk mengingat setiap detail perubahan pada diri Shinta . Biasanya ia menemukan cela. Namun kali ini, kedua matanya tidak menemukan hal lain selain......
Shit! Rama memegangi keningnya sendiri. Dia janda dia janda dia janda dia janda dia janda. Dia janda, BRO! Dia janda! Rama menggaruk frustasi keningnya yang tidak gatal, seolah tindakannya bisa melunturkan bayangan Shinta yang kelewat bandel tidak mau pergi. Rama rasa ia perlu mengguyur kepalanya meski tadi sudah mandi.
Tanpa membuang waktu Rama mematikan rokok dan bergegas menuju kamar mandi. Ia hanya ingin mengguyur kepalanya di bawah pancuran air dingin sambil berharap Shinta tidak lagi menyeret lamunannya.