Bab 8 Tekad Yusuf
Bab 8 Tekad Yusuf
Sejak perbincangan singkat di malam hari saat menunggui ibunya dirawat di Puskesmas, Yusuf mulai mencari cara untuk bisa dekat dengan Dokter Salwa. Hatinya sudah mantap untuk mengejar dokter itu. Untuk tidak salah mengambil langkah dan mempermalukan dirinya, ia bermaksud untuk melakukannya dengan perlahan-lahan.
Ibu Nining masih harus menginap sampai Senin malam dan baru boleh pulang di hari Selasa setelah tiga malam mendapatkan perawatan tuntas. Yusuf menjemput Ibunya di sore hari setelah ia pulang dari mengajar. Para pegawai Puskesmas yang selama ini sudah sangat penasaran dengan Yusuf, memanfaatkan waktu yang ada saat tunggu dijemput untuk menginterogasi Ibu Yusuf dengan beribu pertanyaan tentang anak laki-lakinya.
Salwa tanpa sengaja mendengar keriuhan perbincangan mereka dari dalam ruangannya.
Yusuf tinggal bersama ibunya saja karena ia adalah seorang yatim. Yusuf merupakan lulusan universitas Islam yang cukup terkemuka di Kota Semarang. Ia lalu mengabdi sebagai salah satu guru SD di tingkat Kecamatan. Ayah Yusuf meninggal ketika pria itu masih SD, dan ibunyalah yang menjadi penopang hidupnya sejak saat itu.
Salwa hanya bisa menahan diri untuk tidak terlalu tegas pada para pegawainya yang kalau sudah membicarakan Yusuf, mereka akan cenderung lupa dengan pekerjaan yang lainnya. Apa yang Salwa khawatirkan sejak di awal memang terjadi. Selama ibu Nining dirawat di sana, para pegawai sangat perhatian pada pasien yang satu itu.
Apalagi kalau Yusuf sudah datang untuk menemani ibunya. Mereka semua sangat gelisah. Para gadis akan berusaha menarik perhatian Yusuf dengan perkataan dan dandanan mereka. Sebaliknya Salwa menyembunyikan dirinya di dalam ruangannya kecuali harus keluar untuk hal khusus.
Sebisa mungkin ia menghindari bertatapan dengan Yusuf karena ia tahu kalau pria itu sangat berani berterus terang. Salwa hanya tidak mau memberikan kesan kalau ia dan Yusuf sudah saling kenal. Ia yang meminta para pegawainya fokus bekerja makanya ia harus memegang kata-katanya sendiri.
Setelah ibu Nining keluar dari rumah sakit, Yusuf berusaha untuk selalu bertemu Dokter Salwa. Ia berbicara dengan Kepala Sekolah untuk melakukan program revitalisasi Unit Kesehatan Sekolah bagi sekolah mereka. Dengan demikian mereka harus berkoordinasi dengan Puskesmas sebagai mitra pengembangan program UKS.
Sebagai guru kelas dan guru agama, Yusuf menawarkan diri untuk membantu guru UKS menjembatani koordinasi dengan Puskesmas.Usulan dari Yusuf dibawa dalam rapat guru dan disambut baik oleh semua pihak. Maka program tersebut mulai dijalankan tepat pada bulan ketiga dari kedatangan Salwa mengabdi.
Alhasil niat Yusuf untuk bisa lebih sering bertemu dengan Dokter Salwa terpenuhi. Meski yang melakukan kunjungan ke sekolah bukan Salwa, tapi diwakili oleh dokter lainnya dan pegawai Puskesmas sebagai pendamping. Namun dalam setiap pelaporan dan koordinasi keadaan pasti melibatkan Kapus yaitu Salwa.
Sejak saat itu, hubungan antara Yusuf dan Salwa mulai cair. Mereka akan terlihat bersama untuk alasan program kerjasama UKS. Mereka juga melakukan program penyuluhan kesehatan melalui dokter kecil yang semakin memberikan alasan kuat untuk kebersamaan mereka.
Awal yang baik itu mulai berlanjut dengan kunjungan Yusuf ke mes dokter beberapa kali di hari Minggu. Salwa dan Yusuf selalu bertemu di teras kecil mes dokter. Yusuf tidak pernah masuk ke dalam ruang tamu sekali pun karena ia sangat menghargai Salwa dan juga menjaga nama baik mereka berdua.
Kunjungan itu lebih untuk konsultasi masalah kesehatan Nining. Yusuf tidak membawa ibunya serta karena tidak ingin membuat tetangga iri dan menjelekkan Dokter Salwa atas perlakuan istimewa menerima pasien langsung di rumahnya.
Dari beberapa kunjungan tersebut mereka sempat saling menceritakan kisah pribadi. Salwa jadi tahu kalau Yusuf sangat memuliakan ibunya. Alasannya karena bermacam-macam pekerjaan pernah dilakukan oleh ibu Nining agar anak semata wayangnya bisa bersekolah tinggi. Yusuf bercerita kalau ibunya seorang pekerja keras. Wanita itu pernah menjadi buruh cuci dan menjadi tukang bersih-bersih sambil terus menjahit.
Yusuf lalu merasa harus mengambil alih semua tugas mencari nafkah. Setelah ia bekerja, ibunya tidak diperbolehkan untuk membanting tulang. Walaupun ibu Nining masih memaksa untuk menerima jahitan sesekali demi menyibukkan diri.
Ketika Salwa mulai dekat dengan Yusuf, banyak gadis desa dan pemuda desa yang mulai menceritakan berbagai hal terkait masa lalu dari ibu Nining. Cerita yang simpang siur dari mulut ke mulut.
Salwa mendengar selentingan yang mengatakan ayah dari Yusuf sebenarnya adalah tuan tanah yang kaya dan gagah keturunan Tionghoa, makanya tampang Yusuf agak sipit namun tampan.
Ada juga yang mengatakan kalau ibu Nining sebenarnya minggat dari suaminya yang suka melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Salwa tidak pernah paham maksud rumor itu terus beredar di sekitarnya. Ia tidak menyadari kalau ada beberapa orang perempuan yang iri pada Salwa. Selama ini mereka berupaya keras untuk mendapatkan perhatian dari Yusuf. Keramahan Yusuf mereka masih bisa rasakan tetapi tidak bisa lebih lagi, karena Yusuf juga sudah membuat batasan untuk dirinya sendiri. Salwa hanya mengikuti alur dan tidak terlalu ambil pusing dengan semua berita yang ia dengar. Ia tetap menyambut kedatangan Yusuf seperti biasa.
Salwa sendiri tidak mempunyai perasaan istimewa kepada Yusuf. Namun, karena pembicaraan mereka cukup lancar dan saling merasa nyaman, maka saat bertemu Yusuf, dokter muda itu juga akan meladeni percakapan mereka dalam jangka waktu yang lama. Tentunya semua terjadi di luar jam kerja.
Sementara demikian perasaan Salwa, sangat bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh Yusuf. Pada suatu malam, ia menyampaikan isi hatinya pada ibunda terkasih.
“Ibu, aku sedang menyukai seseorang.”
“Benarkah? Ibu senang mendengarnya. Kapan kamu akan kenalkan pada ibu?” tanya Nining dengan wajah sumringah. Senyuman dari wanita paruh baya itu membuat Yusuf terharu.
“Aku belum tahu Bu. Sebenarnya dia terlalu tinggi untuk kugapai. Aku harus memantaskan diriku terlebih dahulu sebelum menyampaikan isi hatiku padanya.”
“Apakah ibu tahu gadis yang kamu maksud ini?”
“Dokter Salwa. Aku tidak tahu, apakah ibu masih ingat padanya?”
“Tentu Ibu ingat, Suf.”
Nining terdiam. Dia sangat mengingat dokter cantik yang beberapa kali berpapasan dengannya saat di Puskesmas. Bahkan dokter muda itu pernah memeriksanya. Sangat cantik dan terlihat pintar. Nining menelan salivanya perlahan. Yusuf telah menemukan cinta yang susah dicapai. Lebih gampang jika Yusuf mengatakan bahwa dia menyukai salah seorang guru di sekolahnya. Namun Nining hanya diam. Dia tidak ingin mematahkan hati putranya, siapa tahu Salwa benar jodoh Yusuf.
“Apakah ibu tidak keberatan kalau aku menyukai seseorang seperti dokter Salwa, Bu?” tanya Yusuf ingin tahu pendapat ibunya.
“Ibu tidak bisa memaksakan pendapat ibu. Hanya satu pesan ibu, carilah wanita yang bisa menghargaimu dan menerimamu apa adanya. Kalau ada jurang yang lebar antara kalian berdua maka pikirkan baik-baik. Apalagi kalau kamu ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Menikah bukan hanya tentang kalian berdua, tetapi juga terkait erat dengan menerima latar belakang keluarga masing-masing.”
“Aku tahu Bu. Aku hanya butuh doa dari ibu. Aku sudah menetapkan hati hanya untuk Salwa. Aku akan berjuang untuk mendapatkannya.”
“Ibu selalu mendukungmu. Ibu yakin kamu sudah cukup dewasa untuk menentukan jodoh bagi dirimu sendiri.”
“Terima kasih Bu. Aku tidak tahu akan seperti apa hidupku kalau tidak ada ibu.”
Janji Yusuf pada ibunya tidak main-main. Pria itu bertekad kuat untuk memperbaiki diri agar nantinya layak di hadapan Salwa dan keluarganya. Yusuf begitu yakin tanpa ragu sedikit pun. Sayangnya, cinta Yusuf bertepuk sebelah tangan karena Salwa bukan perempuan yang mudah untuk ditaklukkan.
(Bersambung)