Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Keputusan Salwa

Bab 9 Keputusan Salwa

Waktu terus bergulir dan Salwa sudah mulai tenggelam dalam rutinitas yang semakin banyak. Tak terasa lima bulan telah berlalu. Selain itu hubungan persahabatannya dengan Yusuf terus berlanjut. Jika Salwa tidak begitu paham akan perhatian dari Yusuf namun diam-diam pria itu telah menyimpan tekad bulat untuk masa depannya. Sejak bertemu Salwa, perasaan Yusuf sudah tidak sama lagi.

Yusuf yang dulu merasa dirinya cukup dengan kehidupan sebagai seorang guru yang menghidupi ibunya, merasa harus lebih berjuang lagi agar hidupnya naik ke taraf yang lebih tinggi. Dengan segala kecerdasan dan akhlak baik dalam bersosialisasi dengan penduduk sekitar, Yusuf memang sering mengisi pengajian di masjid desa mereka. Didukung dengan keterampilannya sebagai guru, Yusuf berbakat menjadi pembicara yang hebat. Tidak hanya di tingkat desa, karena wajahnya yang enak dipandang sehingga selalu diingat, Yusuf bahkan sering diundang untuk berdakwah di tingkat Kecamatan.Semuanya ia lakukan dengan tekun sambil tetap tidak memutus tali silaturahmi dengan dokter Salwa.

Suatu siang, Salwa sedang menyelesaikan laporan bulanan untuk dikirim ke atasannya, terdengar kasak kusuk dari para pegawainya. Apa lagi yang mau dikata, karena Salwa selalu meminta pegawainya menjaga ketenangan apalagi jika ada pasien rawat inap, Puskesmas cenderung sepi. Tetapi suara di luar terdengar cukup ramai membuat Salwa hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menatap layar komputernya.

“Bu Dokter, ada tamu yang mencari. Katanya kakak Bu Dokter,” ujar salah satu pegawai Salwa yang bernama Yati yang sudah mulai cukup akrab dengan Kapus itu.

“Kalian sedang bicara apa saja sampai ribut begitu?” sambar Salwa begitu Yati masuk ke dalam ruangannya.

“Ada tamu tampan di luar Bu Dok!” jawab Yati sambil merapikan untaian rambutnya dibalik topi putihnya.

“Kalian selalu begitu. Apa tidak malu?” sanggah Salwa lagi dengan menatap tajam pada Yati.

“Jadi, apakah Bu Dokter mau berjumpa dengan pria yang katanya kakak dari Bu Dokter?” sahut Yati lagi.

“Kakak saya? Suruh saja di masuk!” balas Salwa berdiri dari duduknya dan mengernyitkan dahinya.

‘Sejak kapan aku punya Kakak selain almarhumah?’ batin Salwa linglung.

“Saya minta dikenalkan dengan kakaknya Dok. Abis wajahnya sangat menawan seperti Verrel Bramasta,” sambut Yati masih belum keluar dari ruangan Salwa.

Salwa melengos mendengar perkataan dari pegawainya.

“Jangan lupa ya, Dok. Saya panggil sekarang!” Yati bergegas keluar dari ruangan untuk mempersilakan tamu yang mencari dokter Salwa agar masuk, setelah melihat ekspresi atasannya.

“Ini tamunya Dok,” ujar Yati beberapa menit kemudian sudah kembali diikuti sosok yang sangat dikenal oleh Salwa.

Setahun sudah mereka tidak berjumpa dan pemuda itu datang dengan tampilan yang memukau. Aura ketampanannya tidak berubah bahkan semakin matang. Pesona Don Juannya tentu saja masih sama dengan kuciran rambutnya. Salwa berharap Evan suatu saat tampil tanpa rambut panjangnya. Bukan apa-apa, hanya penasaran saja gambaran yang muncul jika kuciran panjangnya lenyap. Bayangan Salwa ia pasti lebih tampan dan berwibawa.

“Siang Bu Dokter Salwa,” ucap Evan sambil tersenyum lebar.

“Siang Pak Dokter. Kenalkan salah satu pegawai saya yang sangat rajin,” sahut Salwa sambil keluar dari meja kerjanya dan menunjuk pada Yati.

Gadis itu sangat senang dan dengan tampilan senyuman terbaik, ia mengulurkan tangannya agar bisa menjabat tangan dari Pak dokter kenalan atasannya.

Evan juga membalas jabatan tangan itu untuk memenuhi permintaan dari Salwa sambil menyebutkan namanya.

“Kamu bisa pergi sekarang,” ujar Salwa lembut sambil tersenyum pada pegawainya.

Yati pergi dengan malu-malu setelah keinginannya terjawab.

Salwa melirik jam tangannya dan berkata, “Hai Van. Tolong duduk dulu. Beri aku beberapa menit untuk menyelesaikan pekerjaanku sebentar. Lalu kita bisa keluar untuk makan siang bersama.”

“Aku suka ide itu. Aku akan sabar menantimu.” Evan langsung mengambil tempat duduk dengan santainya dan memberikan ruang pada Salwa untuk fokus pada pekerjaannya.

Sekitar dua puluh menit kemudian mereka akhirnya keluar dari ruangan Salwa dan meninggalkan Puskesmas.

Pegawai perempuan yang melihat kepergian mereka hanya bisa menatap dengan iri. Mereka diam-diam mengakui kalau kedua dokter muda itu terlihat serasi.

Tujuan ke tempat makan yang terdekat dari Puskesmas harus melewati sekolah di mana Yusuf mengabdi. Saat mobil Evan melintas di depan gedung sekolah, Yusuf pun tepat berada di pintu gerbang di atas motornya untuk menuju ke suatu tempat. Jelas terlihat oleh Yusuf kalau Salwa sedang duduk di depan berdampingan dengan Evan yang tentu saja terlihat sangat serasi.

Yusuf menelan salivanya apalagi Salwa sedang dalam posisi menatap Evan sehingga tidak mengetahui kalau Yusuf sedang mengamatinya.

Ada gejolak yang Yusuf rasakan setelah beberapa menit kemudian mencerna apa yang baru saja ia saksikan. Dalam diamnya ia semakin memperkuat tekadnya bahwa ia tidak akan menyerah. Desakan untuk berupaya lebih keras lagi untuk menaikkan taraf hidupnya semakin menguat.

Yusuf yang ingin membuktikan kalau penglihatannya tidak salah, memilih untuk mampir ke Puskesmas sebelum menuju tujuannya yang sebenarnya. Ia berpura-pura ingin bertemu dengan Kapus.

Setibanya di sana, ia mendapatkan informasi kalau dokter Salwa baru saja dijemput oleh seorang pemuda. Dari kesan percakapan yang Yusuf tangkap sekilas, tamu dari Kapus itu berasal dari kota dan sepertinya punya hubungan yang istimewa dengan atasan mereka. Yusuf pamit dengan merasa sangat sedih dan cemburu. Namun, ia tidak akan mundur dan semakin terpicu untuk membuktikan kalau ia layak mewujudkan keinginannya. Ia pantang untuk menarik kembali kata-katanya. Walaupun berat tapi ia ingin menantang diri sendiri. Selama Salwa belum menikah, ia akan tetap mengejar perempuan yang telah memikat hatinya itu.

Sementara Salwa dan Evan sudah sampai di tempat tujuan dan melanjutkan percakapan mereka sambil santap siang bersama.

“Kamu masih tetap sama sejak terakhir kita bertemu,” ucap Evan.

“Kamu berharap aku berubah?”

“Aku berharap hatimu berubah, karena aku masih ingin kita saling mengenal lebih dekat lagi.”

“Van, aku sangat menghargai kegigihanmu. Sekali lagi aku harus mengecewakanmu karena keputusanku masih sama dan belum berubah sama sekali. Aku masih ingin fokus pada karierku yang baru saja akan dimulai.”

“Kamu tega membuatku terpuruk untuk kesekian kalinya.”

“Aku tahu kamu akan cepat pulih. Banyak wanita yang mengagumimu dan menantimu selain aku. Banyak perempuan yang jauh lebih cantik, yang sekali pandang saja akan jatuh ke pelukanmu tanpa kamu perlu bersusah payah.”

“Tapi mengapa kamu tidak mau menjadi salah satu dari mereka. Aku memilihmu Salwa.”

“Van, sesuatu yang dipaksakan tidak akan baik hasilnya. Lagipula, dengan semua masa lalumu, aku minta maaf tapi aku tidak percaya padamu.”

Sampai dengan mereka berpisah. Keputusan Salwa masih tetap sama untuk tidak menerima Evan sebagai pacarnya. Bagi Salwa, pria itu masih tetap sama. Evan sebenarnya tidak bersungguh-sungguh untuk mengejar dirinya, melainkan hanya ingin memuaskan ego pribadinya.

Evan mungkin saja sedang bertaruh dengan seseorang kalau ia akan berhasil menaklukkan Salwa. Biasanya, kaum pria akan semakin tertantang jika apa yang ia inginkan tidak terpenuhi.

Tetapi, Salwa tidak ingin terjebak dalam perangkap Evan. Selain karena Evan memang sudah sering mempermainkan banyak wanita juga Evan tidak serius dengan semua ucapannya.

Salwa tahu dari grup sesama rekan sejawat kalau setelah ia mengunjungi Salwa di NTT dulu, dokter muda itu sempat dekat dengan perempuan lain. Semua fakta yang ada membuat Salwa tidak lagi menaruh harapan pada Evan untuk menjadi imam baginya nanti.

Salwa ingin memanfaatkan waktu yang singkat dalam hidupnya untuk hal yang berguna dan kalau ia memenuhi keinginan Evan maka ia akan melewati masa pacaran tak serius. Artinya, ia hanya akan menyingkat hidupnya. Salwa tidak mau menjadi salah satu dari sekian wanita yang sedang mengantri di belakang dokter Evan yang terkenal tampan dan kaya raya.

(Bersambung)

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel