07. Pil Awet Muda?
"Tuan Muda Hua, kalau kami tidak membunuh binatang berbahaya itu, maka kamilah yang akan mereka serang." Wanita pengawal pribadi Jing Yunxi berkata sembari menyingkirkan bangkai-bangkai ular tersebut.
"Apakah kalian melihat mereka menyerang kalian? Bahkan untuk bergerak pun mereka tidak bisa seperti sebelum kami tangkap. Karena mereka sudah kami lumpuhkan." Hua Fei berbicara sambil beringsut perlahan hendak mengumpulkan bangkai ular-ularnya. "Meskipun sudah menjadi bangkai, tapi aku harus tetap membawa mereka semua!"
"Meskipun ular mati mungkin tidak akan masuk ke dalam penilaian. Semoga Jiang Lao bersedia memberi kesempatan sekali lagi pada kami," ucap Hua Fei dengan mata berkaca-kaca. Ia lalu bertanya dalam hati. "Bagaimana ini? Apakah kami tidak akan bisa lolos ke tahap selanjutnya?"
Mereka butuh waktu selama enam bulan untuk bisa memasuki ujian tahap lanjut pada kelas racun di Sekte Lembah Berawan. Meskipun dirinya dan Jing Ling adalah para calon ketua sekte yang akan datang, tetapi mereka berdua harus tetap menjalani pembelajaran sesuai peraturan sekte yang telah diterapkan. Terlebih lagi, mereka murid pribadi dari Hua Yan sang ketua sekte.
"Kakak Fei, maaf! Kami tidak tahu, betapa berartinya mereka untuk kalian berdua." Jing Yunxi berucap dengan nada lirih penuh penyesalan. "Kalau saja kami tahu bahwa mereka sudah dilumpuhkan, mungkin kami tidak akan membunuh mereka semua. Kakak Fei ... sekali lagi maafkan kami!"
"Sudahlah. Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Aku juga mengerti dengan ketakutan kalian." Hua Fei berucap dengan tenang. Raut wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun rasa dendam atau pun benci kepada orang-orang yang sudah menghabisi ular-ularnya.
Hal tersebut membuat Jing Yunxi menjadi semakin menaruh simpati yang kian mendalam pada lelaki muda ini. Gadis itu pun kemudian memberi perintah kepada para pengawalnya. "Kalian, tolong bantu dia mengumpulkan semua bangkai ular-ular itu."
"Baik, Nona!" Para pengawal wanita dengan sigap segera mengumpulkan bangkai-bangkai ular milik Hua Fei.
Sesungguhnya, dia merasa bersalah atas kejadian itu. Terlebih lagi, Hua Fei terlihat tampak sangat sedih hingga air mata mengalir perlahan di pipinya. "Kakak Fei, maafkan kami!"
Gadis kecil itu lalu mendekati Hua Fei yang tampak masih lemah. Namun, anak itu bertekad untuk terus mengumpulkan bangkai ular dan memasukannya kembali ke dalam keranjang bambunya. "Kak, apakah Kakak Fei marah padaku?"
Hua Fei menggelengkan kepalanya dengan gerakan lesu. "Marah? Tentu saja aku juga ingin marah. Tetapi ini sudah terjadi dan marah kepada kalian pun tidak akan dapat menghidupkan mereka lagi. Aku hanya berharap, semoga kami tidak mendapat hukuman atas kejadian ini."
Hua Fei adalah seorang anak lelaki berhati selembut sutra. Dia memiliki sifat murni, bersih bagaikan air embun yang jatuh langsung dari langit. Pandangan mata dan sikap anak tersebut juga begitu menyejukkan hati siapa saja, dipadu dengan tutur kata penuh kesopanan tanpa berani berlaku curang apalagi tidak adil. Dia sudah selayaknya permata nan berkilau di antara logam hitam. Pikiran calon tabib itu pun tidak mudah ternodai oleh hasutan serta dendam.
Hal itu pula, yang membuat Jing Cheng telah memilih pemuda itu untuk dijadikan menantunya. Terlebih lagi, Jing Yunxi memang sudah menaruh hati kepada pria kecil yang jenius dengan kecerdasan yang cukup menonjol di antara para murid Akademi Xiwang Xueyuan.
Setelah semua bangkai ular belang hitam merah selesai dibereskan, Hua Fei memilih untuk beristirahat sejenak. Anak lelaki itu meraba hanfu lapisan dalam untuk meraih sesuatu. Rupanya, Hua Fei selalu membawa perbekalan obat-obatan yang dia racik sendiri. Ia merasa lega, karena benda-benda itu tidak hancur akibat perbuatan anak buah Jing Yanxi.
Jing Yunxi ikut duduk bersimpuh di hadapan anak lelaki yang sudah sejak lama dia kagumi. Gadis cantik putri satu-satunya dari Jing Cheng dan Wen Yan, terus menatap Hua Fei dengan sorot mata yang selalu berbinar bak bintang kejora di langit malam
"Baguslah, mereka masih utuh," gumam Hua Fei dalam hati.
"Aku akan memulihkan diri sejenak di sini. Kalian semua bisa segera kembali," ucap Hua Fei yang tidak suka merepotkan orang lain.
"Benar. Kalian semua bisa kembali. Biar aku yang menemani Kakak Fei di sini!" Jing Yunxi berkata sambil menatap keenam pengawal wanitanya yang hanya terbengong saling berpandangan.
Tentu saja mereka semua tahu akan maksud nona mereka. Para pengawal wanita ingin melakukan protes, tetapi Jing Yunxi memberi isyarat rahasia dengan kerlingan matanya.
Para pengawal bergerak menjauh dari tempat sang nona yang sedang menunggui calon suaminya. Mereka saling tersenyum diam-diam dan memilih untuk tidak melihat ke arah sepasang anak muda yang tampak sangat serasi.
Meskipun Hua Fei tak pernah mengatakan atau berkomentar tentang pernikahannya, tetapi pemuda itu juga tidak membenci ataupun menolak rencana tersebut. Bagi pemuda itu, dia hanya akan menuruti saja apa yang diputuskan oleh Hua Yan, pamannya.
"Kakak Fei, pil apakah itu?" Jing Yunxi yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik Hua Fei memberanikan diri untuk bertanya.
"Ini?" Hua Fei segera memasukan tiga butir pil sekaligus ke dalam mulutnya lalu menelan benda itu dengan tanpa air.
Hua Fei kemudian menjelaskan. "Inilah yang disebut pil awet muda dan gunanya adalah untuk menambah aura ketampanan. Jika seseorang menelan satu butir, maka dia menjadi satu tahun lebih muda dari usia sebenarnya dan wajahnya akan terlihat bercahaya, tampan dan memesona."
"Pil awet muda?" gumam Jing Yunxi sambil berpikir keras. "Dan Kakak memakan tiga butir sekaligus?"
"Bagaimana, apakah kamu tertarik untuk mencobanya juga?" Hua Fei mengulurkan botol kecil berisi pil yang baru saja ditelannya.
Jing Yunxi menggeleng.
Hua Fei mengatakan pil awet muda hanya bermaksud bercanda. Tentu saja pil yang ditelan olehnya adalah pil pemulih dan penambah daya tenaga yang bermanfaat untuk memulihkan berbagai macam luka luar maupun luka dalam.
Namun, sepertinya Jing Yunxi terlalu mempercayai perkataan anak muda ini. Wajah gadis itu justru menjadi terlihat tidak menyukai ucapan Hua Fei.
Bagaimana tidak?
Dia justru sedang membayangkan hal-hal yang membuatnya merasa cemburu.
"Kalau Kakak Fei menjadi semakin tampan, dia pasti akan dikejar banyak gadis di kelasnya. Terlebih lagi kelas pengobatan itu banyak sekali gadis-gadis para anak tabib terkenal dari seluruh pelosok kekaisaran." Jing Yunxi berucap dalam hati sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.
Betapa hati gadis itu benar-benar digerayangi oleh perasaan cemburu yang membuat dia berpikiran lain. "Sebaiknya aku harus pindah ke kelas pengobatan, agar bisa selalu memantau mereka. Aku tidak ingin mereka menggoda calon suamiku."
"Nona, ini sudah selesai!" Salah seorang pengawal wanita berseru dari kejauhan.
"Baguslah. Sekarang, sebaiknya segera kembali," ujar Hua Fei seraya menyimpan kembali tempat obat ke dalam saku tersembunyi pada hanfu lapisn terdalamnya.
"Maaf, Tuan Muda Hua Fei. Kami sungguh tak mengerti, mengapa Anda dan Tuan Muda Jing Ling menangkap banyak sekali ular jenis ini? Apakah untuk dipelihara?" bertanya salah seorang pengawal wanita.
"Ini adalah syarat dari guru kami untuk dapat masuk ke tahap selanjutnya dalam pembelajaran kelas racun. Mungkin, kami masih belum ditakdirkan bisa naik di tahun ini." Hua Fei menjawab sambil berdiri setelah membereskan semua barang bawaannya. "Sudahlah, mari kita kembali!"
Hua Fei kemudian berdiri di hadapan para penolongnya dan melakukan salam gongshou. "Terima kasih atas bantuan Nona Yunxi dan juga Anda semua. Hua Fei akan selalu mengingatnya dan berharap bisa membalasnya kelak."
"Kakak Fei, apa yang sedang Kakak bicarakan itu?" tanya Jing Yunxi yang merasa Hua Fei terlalu berlebihan. "Sudah seharusnya aku berbuat seperti itu. Kakakku memang suka sekali membuat keributan dan kekacauan."
"Meski demikian, kalau Adik Yunxi tidak datang tepat waktu. Mungkin sekarang ini, aku dan Adik Ling sudah berada di alam lain." Anak lelaki berusia sembilan belas tahun itu berucap sambil melangkahkan kakinya secara perlahan.
"Kakak Fei, bolehkah aku bawakan keranjang itu?" Jing Yunxi yang merasa bersalah menawarkan diri untuk membawa barang bawaan calon suaminya.
"Eehh ... maaf, Adik Yunxi. Aku tidak ingin merepotkanmu. Lagi pula keranjang ini sangat berat. Biar aku saja yang membawanya. Dan lagi, ini akan sangat tidak pantas di mata orang-orang yang melihat kita." Tentu saja Hua Fei akan menolak permintaan gadis ini.
"Kakak Feeeei, ayolaaah! Biarkan aku membantumuuu!" Jing Yunxi merengek.
"Nona, bukankah itu memang tidak pantas?" Sebuah suara lain terdengar dari bawah sebatang pohon pucuk merah yang rimbun dan rindang.
Jing Yunxi kaget hingga tertegun. "Tidak pantas? Apanya yang tidak pantas?"