Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

06. Ularnya Lepas!

"Huh! Apa kau pikir aku akan takut dengan ancamanmu itu?" Jing Yunxi mencibirkan mulutnya ke arah Jing Yanxi. Kemudian, gadis itu beralih menatap kepada Hua Fei.

"Kakak Fei, Kakak Fei tidak apa-apa?" Jing Yunxi berjongkok dan membantu Hua Fei untuk bangkit. Sorot mata gadis kecil itu terlihat sangat cemas melihat keadaan bocah lelaki yang diam-diam dikaguminya ini terlihat sangat tidak baik-baik saja.

"Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir!" Hua Fei menyahut sambil menyeka darah di sudut bibir dengan menggunakan ujung lengan bajunya yang kotor. Meskipun seluruh tubuh anak lelaki berparas cukup tampan itu terasa sakit serta remuk redam, akan tetapi dia memilih menggeserkan tubuh untuk menjauhi gadis kecil berwajah cantik dari Keluarga Jing.

"Tuan Muda Hua, mari saya bantu Anda berjalan!" Seorang pengawal wanita menawarkan bantuan. Namun, tentu saja seorang Hua Fei akan menolaknya dengan cara menggelengkan kepala.

"Aku bisa sendiri!" Hua Fei menepis secara halus tangan wanita pengawal sambil berusaha untuk bangkit. Untuk beberapa saat lamanya, dia berhasil berdiri dan melangkah guna mengambil keranjang berisikan ular milik Jing Ling. Namun, keadaannya yang terlalu lemah membuatnya kembali limbung.

"Kakak Fei, hati-hati!" Jing Yunxi memperingatkan.

Namun, keadaan Hua Fei memang sudah tidak terlalu baik. Tubuh pemuda tampan itu tak bisa lagi menanggung kesakitan yang menyerang secara terus menerus akibat siksaan dari para anak buah Jing Yanxi yang terbilang cukup brutal. Secara tiba-tiba pula, anak lelaki ini terhuyung-huyung dan segera jatuh terduduk di atas tanah.

"Tuan Muda Hua Fei!" Salah seorang pengawal wanita dengan sigap segera menghampiri anak lelaki berambut panjang dengan wajah manis dan lembut.

"Kakak Fei!" Jing Yunxi spontan menjerit saat melihat tubuh Hua Fei kembali terjatuh.

Keranjang bambu yang dibawa Hua Fei pun ikut terguling dan penutupnya terbuka. Tak ayal lagi, puluhan ekor ular belang hitam merah terserak keluar dari dalam keranjang bambu tersebut. Namun anehnya, pergerakan puluhan binatang melata itu tidak selincah seperti ular pada umumnya. Mereka begitu lamban, bagai enggan untuk meninggalkan tempat mereka terhambur.

"U--ularku!" Hua Fei berusaha bergerak untuk meraih beberapa ekor ular belang hitam merah yang mungkin masih bisa ditangkapnya kembali. Dia berucap dalam hati. "Celaka! Ular Adik Ling semuanya terlepas! Dia pasti akan sangat kecewa nanti!"

"Ular? Ternyata keranjang itu berisi ular!" Salah seorang pengawal wanita terlonjak kaget dan terlihat ketakutan. "Banyak sekali mereka!"

"Aaaaah! Ul--ulaaaaaar!" Jing Yunxi berteriak histeris, saat beberapa ekor ular bergerak melata seperti akan mendekatinya. "Kakak Fei, aku takuuuut!"

Hua Fei berusaha melambaikan tangan untuk menenangkan para wanita yang sedang ketakutan. Dia berkata lirih. "Kalian tenanglah!"

Para pengawal Jing Yunxi sudah terlanjur panik dengan tumpahnya ular-ular yang sekarang bertebaran dari dalam keranjang bambu. Namun, mereka masih memikirkan keselamatan sang nona.

"Nona Kecil, hati-hati dan segera menyingkirlah!" Salah seorang pengawal wanita berteriak histeris.

Jing Yunxi hanya bisa berdiri mematung dengan wajah sepucat kapas. Dia bahkan secara tanpa sadar mengangkat salah satu kakinya demi melihat seekor ular berukuran kecil yang bergerak-gerak di dekatnya. Bibir gadis itu seakan kelu saat berucap, "Tolong aku!"

Seorang pengawal wanita dengan sigap melompat ke samping Jing Yunxi sambil menghunus pedangnya. "Nona Kedua, tenanglah! Kami akan membunuh mereka semuaaa!"

Hua Fei berbisik dengan suara hampir tak terdengar. "Tolong jangan bunuh mereka! Aku harus membawa mereka hidup-hidup pada guru kami!"

"Kalian semua, cepat bunuh ular-ular ini! Ini adalah ular yang sangat berbisa!" teriak pengawal wanita yang sedang melindungi Jing Yunxi.

Hua Fei menggelengkan kepala dengan perasaan sedih. Tatapannya sungguh tak berdaya sama sekali. "Sudah kubilang jangan bunuh mereka."

Namun tampaknya, para pengawal wanita yang berjumlah enam orang itu sama sekali tidak mendengar ucapan Hua Fei yang tenggelam oleh suara kegaduhan dan pekikan-pekikan dari orang-orang yang sedang sibuk menghabisi ular-ular belang hitam merah hasil jerih payahnya bersama Jing Ling.

"Singkirkan semua ular itu sebelum mereka menyerang kitaaaa!" teriak pengawal berwajah sadis sambil menebas tubuh hewan-hewan melata yang berjumlah puluhan.

Beberapa orang wanita pengawal segera menarik bilah pedangnya untuk menebas tubuh ular-ular dengan bisa racun yang sangat mematikan ini.

Hua Fei tak bisa lagi mencegah perbuatan mereka. Anak lelaki itu berkata dengan suara lirih dan nyaris tak terdengar. "Tolong jangan kalian bunuh mereka! Aku dan Adik Ling sudah sangat bersusah payah menangkap mereka semua!"

"Tapi ini adalah ular-ular yang sangat berbahayaaa!" teriak salah seorang pengawal wanita sembari terus membabatkan pedang pendeknya ke ular-ular yang sedang berusaha untuk melarikan diri. "Mereka bisa membunuh kita semuaaa!"

"Nona Kedua, cepat menjauh!" teriak salah seorang wanita yang tengah sibuk mengatasi ular-ular milik Jing Ling dan Hua Fei hingga habis tak tersisa. Jing Yunxi dengan cepat berlari dan bersembunyi di belakang salah seorang pengawalnya.

"Tolong, kumohon jangan bunuh mereka!" Hua Fei yang sedang tak berdaya hanya bisa menyaksikan dengan perasaan sedih bangkai-bangkai ular belang hitam merah yang tak bisa diselamatkan lagi.

"Kalian telah membunuh mereka semua!" Betapa hancur perasaan Hua Fei atas terbunuhnya ular-ular tangkapannya dan Jing Ling.

"Kalian tidak tahu, betapa pentingnya hewan itu bagi kami!" Hua Fei menitikkan air mata, karena dia juga ikut memburu mereka sedari pagi-pagi buta hingga tengah hari. Kedua anak lelaki itu harus memasuki hutan lebat dan menyusuri sungai dari ujung lembah hingga ke atas bukit hanya untuk berburu hewan berbahaya tersebut.

"Tuan Muda Hua, kalau kami tidak membunuh binatang berbahaya itu, maka kamilah yang akan mereka serang." Wanita pengawal pribadi Jing Yunxi berkata sembari menyingkirkan bangkai-bangkai ular tersebut.

"Apakah kalian melihat mereka menyerang kalian? Bahkan untuk bergerak pun mereka tidak bisa seperti sebelum kami tangkap. Karena mereka sudah kami lumpuhkan." Hua Fei berbicara sambil beringsut perlahan hendak mengumpulkan bangkai ular-ularnya. "Meskipun sudah menjadi bangkai, tapi aku harus tetap membawa mereka semua!"

Para pengawal Jing Yunxi saling berpandangan dengan perasaan bersalah. Sekarang mereka semua menyadari, bahwa binatang itu sangat berarti bagi kedua tuan muda Sekte Lembah Berawan tersebut.

"Meskipun ular mati mungkin tidak akan masuk ke dalam penilaian. Semoga Jiang Lao bersedia memberi kesempatan sekali lagi pada kami," ucap Hua Fei lirih dengan mata berkaca-kaca.

"Bagaimana ini? Apakah kami tidak akan bisa lolos ke tahap selanjutnya?"

Nasi sudah menjadi bubur, menyesali hal yang sudah terjadi juga tak ada gunanya. Meskipun terasa sangat sial, tetapi Hua Fei berusaha keras menenangkan diri. "Apa boleh buat? Semua sudah terjadi."

Harapannya untuk dapat lolos ujian kelas racun sekarang hancur sudah. Hua Fei dan Jing Ling mungkin harus mengulangi mengikuti ujian ini enam bulan kemudian.

"Mungkin ini memang sudah ditakdirkan oleh Dewa, kami masih harus berusaha lebih keras lagi kelak." Hua Fei membatin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel