04. Baku Hantam
"Gendut!" Para pengikut Jing Yanxi yang lain berteriak histeris. Mereka semua terlihat berang setelah jatuhnya kawan mereka di tangan Hua Fei.
Mereka sangat ingin menolong kawan bertubuh gendut yang sekarang jatuh di tanah dan mengerang kesakitan. Namun, Hua Fei telah terlebih dahulu melompat menghalangi mereka semua.
"Hei, ingin menolongnya? Majulah kalian semua jika ingin merasakan tinjuku ini!" Hua Fei mengepalkan tinjunya dengan sikap menantang yang dia buat seangkuh mungkin.
Salah seorang dari mereka berteriak lantang, "Hua Feiii! Kau benar-benar membela anak dari si pengkhianat ituuuu!"
"Tidak usah banyak bicara!" Hua Fei membentak dan tidak memedulikan perkataan mereka, tentang ayah dari Jing Ling. Baginya, dia akan berada di garis depan saat saudaranya dalam bahaya.
"Ayo! Siapa lagi yang ingin merasakan tinjuku?" Tantang Hua Fei dengan mengacungkan kepalan tinjunya sambil menyeringai sinis. "Aku akan menjatuhkan kalian satu demi satu, atau berenam sekaligus!"
"Lihatlah betapa congkaknya si pembela anak pengkhianat itu!" Salah seorang anak bua Jing Yanxi menunjuk dengan gerakkan dagu ke arah Hua Fei. "Paling-paling setelah ini, dia akan menangis dan mengadu kepada pamannya."
Gelak tawa para anak muda itu terdengar sangat menyakitkan di telinga Hua Fei. Cahaya dingin tajam menghancurkan tampak berkilatan di kedua bola matanya. Hua Fei berkata, "Jangan banyak bicara. Mau bertarung ya tinggal bertarung saja. Mengapa kalian harus repot-repot mengejek orang lain?"
"Atau, sebenarnya kalian semua sedang merasa ketakutan dan ingin segera lari dari hadapanku?" Hua Fei tersenyum mengejek. "Walau sebenaranya, jurus tinjuku ini sudah sangat ingin membuat kalian semua babak belur dan pulang dengan wajah buruk."
"Hah! Kau pikir kami takut pada jurus murahanmu itu?" Anak lelaki berbadan sedang dengan sebuah tahi lalat pada kiri hidungnya maju dan langsung menyerang Hua Fei secara serampangan. Ia melayangkan kepalan tinju berkekuatan penuh.
"Kalau begitu, dengan senang hati aku akan membiarkan kammu merasakannya!" Hua Fei hanya perlu melengkungkan sedikit kepalanya ke arah samping untuk menghindari kepalan tinju lawannya yang berkekuatan penuh.
Serangan tangan kosong itu tak mengenai sasaran. Justru sebaliknya, Hua Fei berhasil menyiku dengan cukup keras perut anak tersebut hingga menimbulkan tekanan cukup kuat dan membuat si penyerang memuntahkan isi perutnya. Hua Fei sendiri segera menghindar, saat semburan cairan dari organ dalam sang lawan hampir mengenai badannya.
"Sial! Hampir saja!" pekik Hua Fei merutuki sang lawan. Anak lelaki itu menatap anak yang telah terkena sodokan sikunya, telah jatuh terduduk sambil memegangi perutnya yang terasa pecah. Dia meringis kesakitan dengan pakaian yang telah berlumuran cairan dari dalam perutnya sendiri.
"Jing Ran!" Teman-teman Jing Ran serentak menjerit saat melihat kawan mereka jatuh terduduk dengan napas tersengal-sengal dan tubuh bersimbah muntahan isi perutnya. Mereka pun segera berhamburan untuk mengeroyok Hua Fei yang telah menjatuhkan dua kawan mereka.
Hua Fei kali ini menjadi cukup kewalahan menghadapi empat anak sekaligus. Namun, dia bukanlah seorang pengecut dan tak ingin dirinya terbawa oleh rasa takut yang akan menjatuhkan mentalnya.
Meskipun beberapa buah pukulan telah mendarat di tubuh kurus berkulit putih nan lembut, akan tetapi Hua Fei tetap melakukan perlawanan dengan gagah berani. Untung saja, dia sudah sering berlatih ilmu bela diri bersama Jing Ling.
Sementara itu, Jing Ling sendiri masih harus berhadapan dengan saudara sepupu berhati congkak dan sangat membenci dirinya. Sesekali, mata cantik Jing Ling melirik ke arah Hua Fei yang sedang kerepotan menghadapi keempat lawannya. Dia berkata dalam hati. "Kasihan sekali kakak Fei. Aku harus bisa menangkap bocah bau ini, agar perkelahian ini tidak berlangsung lama!"
"Heh, Jiu Ling! Ayo maju hadapi aku lagi, Anak Keledai!" Jing Yanxi menyeringai sinis ke arah Jing Ling yang masih terlihat berpikir. "Sebentar lagi, kakak bodohmu itu juga akan kehabisan tenaga melawan para anak buahku!"
Jiu Ling adalah sebutan untuk mengolok-olok dan bermaksud menghina Jing Ling yang diketahui anak dari Jiu Wang.
"Yanxiiiii! Aku bukan Jiu Ling!" Jing Ling sudah mulai kehabisan rasa kesabarannya kali ini. "Terimalah balasan atas penghinaan terhadapku dan Hua Fei, kakakku!"
"Ciaaaaaat!" Jing Ling kembali mendaratkan satu pukulan keras ke wajah bagian kiri Jing Yanxi hingga menyebabkan pipi bagian dalam bocah itu beradu dengan gigi-gigi dan menimbulkan perdarahan deras yang langsung mengalirkan darah segar.
Anak itu juga menggunakan Tinju Godam Maut seperti yang dilakukan oleh Hua Fei. Jurus itu sebenarnya merupakan ilmu tingkat tinggi milik Sekte Giok Darah, akan tetapi mereka mendapatkan pelajaran pukulan yang bisa meremukkan batu sekalipun dari Hua Yan guru mereka berdua.
"Aaaaaahh!" Suara keras jerit kesakitan lepas dari mulut Jing Yanxi. Kepalanya seketika terasa sanga pusing hingga tubuh tingginya terhuyung-huyung dan hampir terjatuh.
"Kamu! Kamu!" Jing Yanxi mundur beberapa langkah seraya memegangi wajahnya yang sudah terkena beberapa pukulan tinju dari Jing Ling. Anak itu meludah hingga berulang kali untuk membersihkan darah dalam mulutnya sambil meringis menahan sakit.
Jing Yanxi menunjuk ke arah lawannya sambil berseru, "Jing Liiiing! Beraninya kamu memukuli seorang tuan muda yang terhormat ini! Dasar anak pengkhianaaaaaat!"
"Tuan Muda yang terhormat?" bertanya Jing Ling sambil meloncat mundur dan sedikit melayang serta berputar sebanyak tiga kali, kemudian dia melancarkan sebuah tendangan sapuan yang sukses mendarat di punggung belakang Jing Yanxi.
Jing Yanxi bahkan tidak sempat mengelak atau menangkis serangan bertubi-tubi yang mendarat di tubuhnya. Tetapi tampaknya, bocah nakal berhati congkak itu juga memiliki sedikit kemampuan mengatur teknik tenaga dalam tingkat dasar yang biasanya akan dipelajari oleh anak-anak di dalam sebuah akademi.
Jing Ling sendiri tampaknya belum puas melampiaskan kemarahan atas penghinaan dari saudara sebuyutnya ini. Anak lelaki berwajah tampan nan cantik itu menggeram dan berteriak, "Aku bukan anak seorang pengkhianat! Aku adalah putra Guru Hua Yaaaaan!"
Jing Yanxi sudah babak belur akibat mendapatkan bogem mentah dari Jing Ling hingga berulang kali. Namun, kedua mata bocah lelaki itu masih memerah bagaikan kerasukan iblis. Dia sekali lagi melompat mundur ke belakang beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang, kemudian pada detik berikutnya Jing Ling berlari sambil dan menyarangkan sebuah tendangan keras.
Tak ayal lagi, tubuh Jing Yanxi pun terpental ke depan lalu jatuh tertelungkup mencium tanah basah. Wajah anak lelaki itu lebam di berbagai tempat hingga membengkak dan pada bagian belakang tubuhnya terasa berat serta sangat sakit. Hal itu dikarenakan, Jing Ling tiba-tiba sudah menekan punggungnya yang membuat tuan muda dari Keluarga Jing ini merasa sesak napas.
"Tuan Muda Jing Yanxi yang terhormat! Sepertinya, sekarang Anda sudah sangat nyaman berada di bawah kakiku ini!" Jing Ling berucap sembari berkacak pinggang. "Bukankah tadi, kau yang ingin menjadikan kami berdua alas kaki?"
"Ji--Jing--Ling!" Jing Yanxi mendesis penuh kemarahan namun dia tak berdaya sama sekali.
"Rasakan akibat dari kesombonganmu, Yanxi!" Jing Ling kembali tertawa sambil berkacak pinggang. Dia merasa puas bisa membalas sakit hatinya kepada anak dari Jing Cheng yang merupakan saudara sepupu lelaki Jing Yue ibunya.
Jing Yanxi mendengus marah. "Jing Ling! Aku akan membalasmu!"