Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4_SANDIWARA 2

Ratih duduk dengan leher yang menegang. Gips pada lehernya cukup membantunya merasa nyaman.

"Jangan sampai leherku terlihat tak jenjang lagi," keluh Ratih mengelus-elus perban yang membalut lehernya.

"Tak apalah, Mbak. Hitung-hitung pengorbanan buat melenyapkan wanita sialan itu," timpak Carla yang disambut senyum oleh kakak laki-lakinya.

"Kalian ya, senang sekali melihat aku menderita. Ini sakit sekali!" seru Ratih kesal.

"Sabar dulu ya Mbak. Oh ya, barusan Yudha datang melihat jenazah itu. Sepertinya saat ini dia sangat shock sampai-sampai tak kembali ke sini," ujar Carla.

"Semoga dia tak curiga, mayat itu bukan istrinya. Orang suruhan kalian tak becus! Bagaimana bisa, wanita bercadar itu tak ada di dalam mobil. Harusnya dia sudah menjadi arang!" omel Ratih.

Carla menggenggam tangan kakak perempuannya.

"Tenanglah, Mbak. Yang penting kita memiliki bukti yang kuat, kalau mayat gosong itu menantumu. Untung saja kau mengambil cincinnya sebelum dia dibuang ke jurang."

"Betul, Mbak. Pokoknya Sayudha takkan mengenali mayat itu! Aku berani pastikan." Demian menambahkan.

"Kalian memang payah. Jangan sampai wanita itu masih hidup. Dia bisa melumatkan kita dalam sekejap. Kalian jangan lupa, dia mantan mafia kelas kakap," ujar Ratih nampak was-was.

"Tenang saja, Mbak. Palingan dia terhempas ketika jatuh. Kau lihat sendiri ketinggian jurang itu, apapun bisa hancur. Apalagi sekedar tubuh wanita! Pun kalau selamat, pastilah dia sudah jadi santapan hewan liar."

"Aku tetap saja khawatir. Pokoknya kau cari mayat Luna sampai ketemu!" perintah Ratih.

"Baik, Mbak," jawab Demian.

"Bagaimana dengan mayat wanita pengganti itu? Jangan sampai menimbulkan masalah di kemudian hari," bisik Ratih.

"Tenang saja, Mbak. Serahkan saja padaku. Semua aman. Jalur itu juga sudah aku bersihkan, sehingga tak ada orang yang tahu."

"Kau luar biasa, Mas!" seru Carla.

"Tentu saja. Aku menyewa orang untuk berpura-pura memperbaiki jalur. Pokoknya kalian terima beres saja," kekeh Demian.

"Aku tak salah mengandalkanmu, Mas," puji Carla berbinar.

"Kita tinggal meminta pengacara ayah untuk mengurus hak kepemilikan harta itu. Semua akan kembali menjadi milik kita lagi. Hahahhahaaha!"

Demian terbahak-bahak senang.

"Diam! Pastikan mayat Luna ketemu baru kau boleh bersenang-senang. Jangan sampai, wanita itu kembali menutut dendam. Habislah kita!" ujar Ratih menatap tajam pada adiknya.

"Baik, Mbak. Sekarang bersabarlah. Kau harus bersandiwara dengan berlama-lama di sini. Kau jangan sampai gagal karena aku membayar mahal untuk kau tetap di sini. Kita harus meyakinkan pada Yudha bahwa kau dan Nindi mendapatkan luka parah," kata Demian.

Ratih hanya diam. Rasa was-wasnya terus menjalar menyelimuti ruang di hatinya.

##

Sedangkan di langit yang lain, wanita dengan pakaian seksi itu mondar-mandir di depan pintu ruang operasi rumah sakit swasta.

"Honey, keep calm oke. Kita sudah mendapatkan 10 kantong darah AB. Apalagi?!" suara laki-laki bule kekar, bernama Gavin.

"Bagaimana bisa tenang, aku tak ingin wanita itu mati."

"Memangnya dia itu siapa? Keluargamu?"

Wanita seksi itu menggeleng pelan.

"Dia musuhku! Sainganku!"

Gavin mendelik heran. Dia dekati kekasihnya itu.

"Jika benar dia musuhmu, impossible kamu sampai sekhawatir ini. Be honest, siapa dia?"

"Dia ... istri mantanku. Diandra Safaluna," jawab wanita itu yang tak lain adalah Ayu Ruminang.

"So?"

"Yaa ... aku sangat membencinya," jawab Ayu seperti tertahan.

Gavin tersenyum.

"I know you well babe. Tapi its oke. Semoga musuhmu itu bisa bertahan dengan luka separah tadi. Berdoa saja supaya dia sembuh, jadi kamu bisa membunuhnya secepatnya," kekeh Gavin meninggalkan wanita itu.

Ayu Ruminang kembali duduk di kursi tunggu. Di dalam sana, Luna sedang dioperasi.

"Kau harus tetap hidup, Angel! Aku tak ingin kau mati. Kau punya hutang padaku. Aku harus mengalahkanmu bertarung!"

Detik jam dari lorong buntu rumah sakit itu menambah kencangnya detakan jantung Ayu Ruminang. Sepintas memori itu muncul.

______________________________________________

"Lululululu! Nice sayang! Kalahkan dia!" perintah Eville girang dengan yel-yelnya.

Ayu Ruminang tersenyum sinis mengelilingi Luna yang masih memegangi perutnya. Sebuah kemenangan sebentar lagi akan ia raih dan hadiah fantastik dari Eville sedang menunggunya.

"Menyerahlah dan pasrahkan dirimu pada tuanmu. Aku masih akan mengampuni!" seru Ayu Ruminang.

"Aku sangat berterimakasih jika kau bisa membunuhku dalam pertempuran ini, Miss Harram. Namun, ajaran agamaku tak memerintahkanku untuk menyerah dan putus asa. Akan kupertahankan kehormatanku sampai nafasku berakhir" timpal Luna mencoba bangkit dan mempesiapkan kuda-kuda.

"Baik. Jika itu maumu!" seru Ayu Ruminang menyerang Luna dengan pukulannya. Dengan cepat wanita bercadar itu menangkis lalu tangannya menarik rambut Ayu Ruminang sehingga wanita itu terjerembab. Luna langsung melompat pada tubuh Ayu sehingga mereka berdua berguling-guling.

Ayu Ruminang menahan tubuh Luna namun sia-sia. Wanita bercadar itu telah mengunci tubuhnya. Berkali-kali Luna menghantam dada dan perutnya. Lalu seperti kilat, tangan Luna membalik tubuh Ayu Ruminang. Dinaiki punggung wanita itu lalu kedua tangannya mengangkat kepala musuhnya.

"Lepaskan!" teriak Ayu Ruminang.

"Kau tahu sendiri, jika kuputar sedikit saja tanganku, kepalamu yang licik ini akan lepas dari lehermu," desis Luna.

"Wanita sialan!" Ayu Rumir mencoba bangkit namun seperti dipaku, tubuhnya tak bisa digerakkan sedikitpun.

"Akui kekalahanmu pada tuanmu, Miss Haram! Sebelum kupatahkan lehermu!" teriak Luna.

Semua mata menegang melihat adegan itu. Tak ada yang menyangka, wanita bercadar itu bisa melumpuhkan Miss Harram kebanggaan mereka.

"Tidak!"

Krrrt ....

Luna memutar kepala Ayu ke arah samping.

"Satu ...."

"Setan alas!" pekik Ayu Ruminang menahan rasa sakit.

Luna menahan nafasnya. Perlahan ia semakin menekan kepala Ayu Ruminang.

"Dua ...." lanjutnya berhitung.

Ketakutan di kedua bola mata Ayu Ruminang tergambar jelas. Suara wanita bercadar yang sedang berhitung itu bagai kidung iblis yang menakutkan.

"Ti ...."

"Baik. Baik! Aku kalah!" pekiknya menelungkupkan wajahnya ke lantai.

"Ciiih ... harusnya dari tadi kau lakukan," desis Luna menghempaskan kepala Ayu Ruminang sehingga terdengar suara benturan di lantai.

"Awas saja kau! Aku tak akan mati sampai aku bisa mengalahkanmu!" teriak Ayu Ruminang nyalang.

"Baik. Aku tunggu," jawab Luna menyeringai.

_____________________________________________

Tik .... tik .... tik ....

Suara detik jam itu menyadarkan Ayu Ruminang dari ingatannya.

"Awas saja kalau kau mati," desisnya terus meremas kedua tangannya yang terasa dingin.

Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka. Nampak 3 dokter keluar dengan wajah tegang.

"Bagaimana, Dok. Dia selamat kan?" tanya Ayu Ruminang dengan wajah panik.

Ketiga dokter itu saling pandang. Ayu Ruminang menahan nafasnya.

'Tidak. Kau harus tetap hidup, Angel. Harus!' batinnya berteriak sembari melihat ekspresi ketiga dokter di depannya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel