Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Tukang Ojek Dadakkan

5. Tukang Ojeg Dadakan

"Kamu ada dalam mimpi saya yang membuat saya nggak bisa berpaling dari kamu."

-Karsa Alexi Benjamin

Akhir Januari 2018

"Jaga motor gue. Jangan tidur! Gue cuma sebentar ke minimarketnya." Andra menatap Karsa serius lalu memakaikan helmnya ke kepala Karsa. "Jangan tidur!"

Karsa hanya menggumam tidak peduli, dia duduk menunggu Andra yang pergi ke minimarket di motor ninja milik Andra. Sekilas Karsa melihat ke sekitar. Tidak ada apa pun, artinya dia bisa tidur sesaat.

Namun baru saja memejamkan mata, seseorang menepuk bahunya dengan sembarang sambil bicara buru-buru.

"Mas, anterin saya ke pertigaan sana."

Karsa menarik sebelah alis ke atas, melihat sekilas wajah orang itu lewat kaca spion.

Cahya?

"Tapi saya—"

"Nanti saya bayarnya lebih."

"Tapi—"

"Saya tau motor Mas Ojeg ini luar biasa bagusnya. Tapi 'kan tukang ojeg tetep tukang ojeg "

Karsa menatap ke atas, melihat tulisan 'Pangkalan Ojeg'. Karsa hanya melengos. Pantas saja Cahya mengiranya tukang ojeg.

"Mas, ayo dong. Saya lagi buru-buru."

Terpaksa Karsa menghidupkan mesin motor milik Andra meski sebenarnya dia sama sekali tidak mau menyetir, itu sangat melelahkan dan membuat tangannya pegal minta ampun. Tetapi, melihat Cahya membuat Karsa tidak tega untuk menolak.

"Bayarannya dua kali lipat."

"Iya, iya. Didouble. Cepetan!"

Motor mulai melaju, tidak berjalan mulus seperti biasa. Motornya selalu oleng hingga mau tak mau Cahya harus berpegangan pada bahu Karsa.

"Mas ini bisa bawa motor nggak, sih? Awas di depan sana, ya ampun!!" seru Karsa saat melihat truk di depan.

Karsa diam tidak menyahut, dia hanya berusaha mengendarai motor Andra. Susah juga, dia tidak terbiasa pakai motor, lebih banyak pakai mobil biar simpel.

"Udah, udah sampai sana. Saya turun."

Karsa menghentikan motor tepat di depan supermarket. Cowok itu mencebik, kenapa cewek itu datang jauh-jauh ke supermarket padahal tadi  baru keluar dari minimarket.

"Mas ini sebenarnya bisa ngendarai motor nggak sih. Kalau saya mati gimana?!"

"Tinggal kuburin. Apalagi?"

Cahya menganga, kedua alisnya tertaut penuh rasa keterkejutan. "Serah Mas aja deh. Tunggu, jangan ke mana-mana dulu, oke."

"Kenapa?"

"Saya nggak akan lama, kok."

"Kenapa nggak lama?"

Cahya mencebik, baru tahu ada tukang ojeg sebawel dan sebodoh ini. "Saya cuma mau beli beberapa barang aja. Jangan ke mana-mana. Saya nggak akan lama."

Sebelah alis karsa ditarik ke atas, memandangi kepergian Cahya. Senyum kecil tersungging di bibir, dia mengabaikan telepon dan puluhan chat dari Andra yang menanyakan kepergian serta ketakutan Karsa mengendarai motor mahalnya.

Ben: G gnt

Andra: Lo ngomong apaan?!

Andra: Yg jelas dong kalau ngetik

Ben: Lo ny aja yg bdoh.

Andra: Sialan! Di mana posisi lo sekarang

Andra: Gue susul

Ben: Di hati lo

Andra: ajkdjbvk

Karsa memasukan kembali hapenya ke dalam saku jaket saat melihat kedatangan Cahya dari kejauhan. Cewek itu tampak lega saat melihat Karsa.

"Saya kira, masnya pergi."

"Kamu nyuruh saya nggak pergi."

Cahya nyengir lebar, memperlihatkan dua lesung di kedua pipi yang membuat Karsa mengerjap saking terkejutnya. Di mata Karsa, Cahya terlihat begitu manis. Dia bahkan tidak sadar kalau Cahya sudah naik kembali ke motor dan menyuruhnya agar segera pergi.

"Ke Perumahan Melati, ya?!"

"Di mana?"

"Di jalan Melati nomer tiga."

"Emangnya ada?"

Sebelah alis Cahya ditarik ke atas, menatap wajah Karsa di balik helm berkaca gelap sehingga Cahya tidak bisa melihat wajah Karsa dengan jelas.

"Ada, itu tempat tinggal saya."

"Oh." Karsa membuka kaca helm, lantas berbalik menatap Cahya meski cewek itu masih tidak bisa melihat wajah Karsa dengan jelas. "Ya udah, kamu saya yang nyetir."

"Hah?!"

"Saya nggak tau di mana rumah kamu."

Cahya menepuk dahi gemas, sepertinya tukang ojeg satu ini sangatlah bodoh atau terlalu polos atau pemalas atau malah semuanya?!

"Saya nggak bisa nyetir, Mas. Kalau bisa mah saya nggak akan naik ojeg."

"Siapa yang ojeg?"

Cahya memutar bola mata. "Mas lha masa saya."

"Oh, sejak kapan saya jadi tukang ojeg?"

Kenapa malah berputar-putar begini? Cahya menundukan kepala, tidak tahu harus bersikap apa pada tukang ojeg di depannya ini. Tahu begini, mending dia naik taksi. Tidak apa mahal tetapi dia tidak akan sekesal atau segemas seperti sekarang.

"Mana saya tau, kan Mas nya yang tukang ojeg. Masa nggak tau."

"Emang nggak tau."

"Mas ini bikin saya kesel aja." Cahya mendesah. "Ya udah kalau gitu, Mas antar saya ke taman kota. Tau?"

"Di mana?"

Cahya memejamkan mata. "Masnya jalan aja entar saya kasih tau. Cepetan!"

Lagi-lagi Karsa hanya menurut, dia mendengarkan setiap intruksi Cahya. Menjalankan motor begitu pelan hingga membuat Cahya geregetan. Percuma kalau motor yang dikendarai Karsa punya tenaga yang mumpuni tapi cara mengendarainya lelet seperti siput.

Akhirnya setelah setengah jam lebih, Cahya menepuk bahu Karsa agar berhenti di taman dekat apartemen.

Sesaat Karsa menatap gedung apartemen, merasa kenal dengan bangunan apartemen tersebut.

"Rasanya nggak asing."

Cahya menoleh. "Apanya yang nggak asing?"

Karsa menunjuk gedung apartemen. "Gedung itu."

Cahya hanya mengangguk, hebat juga kalau seandainya tukang ojeg ini tinggal di apartemen mewah itu. Tapi mana mungkin, setahu Cahya harga unit apartemen itu sangat mahal. Kemudian Cahya memberikan uang pecahan dua puluh ribu tiga pada Karsa.

"Cukup, kan?" Cahya menatap motor Karsa.

Karsa menenerima uang tersebut lalu mengambil tas dari punggung Cahya. Memasukan uang pecahan tersebut ke dalam tas Cahya.

"Kali ini gratis, bukan motor punya saya soalnya."

"Tapi—"

"Itu punya Andra. Saya rasa dia nggak akan keberatan kalau bensinnya abis."

Cahya mengerutkan kening. "Andra?"

Akhirnya Karsa membuka helm sepenuhnya, rambutnya basah oleh keringat meski sebenarnya Karsa terlihat begitu keren. Kedua mata hitamnya menatap Cahya datar.

"Lho, kamu 'kan yang jaga gerbang waktu itu?" Cahya menunjuk Karsa terkejut, wajahnya pucat saat tahu kalau cowok di hadapannya ini bukan tukang ojeg. "Yang tidur juga di toko buku. Kamu ... tukang ojeg?"

Cahya menutup mulut terkejut. "Saya nggak nyangka."

Karsa mengangkat bahu tidak peduli. "Saya juga nggak nyangka bisa jadi tukang ojeg."

Cahya mencibir dalam hati, dia yakin kalau Karsa jadi tukang ojeg beneran, pasti ada banyak cewek yang mau naik motor Karsa. Meski Karsa kelihatan cuek dan pemalas, namun harus Cahya akui kalau wajah Karsa sangat tampan dan imut. Bahkan Cahya pikir, Karsa lebih imut daripada dirinya.

Tatapan Karsa tertuju pada cokelat di tangan Cahya.

"Pergi ke supermarket cuma beli itu doang?"

Cahya ikut menatap cokelat di tangannya. "Emang kenapa? Suka-suka saya dong."

"Memangnya saya menghina kamu?"

Cahya bungkam, Karsa bertanya sewajarnya namun dirinya saja yang terlalu sensitif. "Nggak. Ah, terserah deh." Cahya diam sesaat sambil menatap Karsa serius. "Nama kamu Karsa Benjamin, kan?"

Karsa hanya menggumam.

Cahya tersenyum sangat lebar. "Tadi kamu nyebutin nama Andra. Kamu kenal sama Andra?"

"Hem."

Senyum Cahya semakin lebar. "Kenal banget?"

"Kenapa?"

"Cuma nanya aja." Cahya menggaruk leher. "Eng, Karsa. Eng ... ngomong-ngomong biasanya Andra kalau di sekolah suka nongkrong di mana, ya?"

Karsa berpikir sesaat lantas membalas tatapan Cahya. "Di UKS."

Alis Cahya saling tertaut. "Ngapain di UKS? Andra sakit tiap hari?"

Karsa mengangkat bahu dengan gaya cuek. "Nunggu saya bangun tidur."

Cahya menganga? Andra menunggu Karsa bangun? Untuk apa? Kayak kurang kerjaan saja. Pantas selama ini Cahya tidak bisa menemukan Andra di mana pun pas istirahat.

"Boleh minta nomor teleponnya?"

"Kamu naksir sama Andra?"

"Hah?!"

"Nggak akan saya kasih."

Cahya merengut. "Kenapa?"

"Karena kamu bakalan naksir sama Andra," ujar Karsa datar. "Saya nggak mau kamu naksir Andra."

"Eh?"

"Saya lebih suka kalau kamu naksir saya."

Cahya tambah melongo, Karsa baik-baik saja, kan? Apa kepala cowok itu terbentur sesuatu? Kenapa omongannya melenceng semua.

"Ck, mana mungkin saya naksir sama cowok yang udah punya pacar. Saya bukan pelakor." Cahya teringat saat dia melihat cewek cantik yang makan malam bersama Karsa, bahkan cowok itu membiarkan saja saat cewek itu mengambil kartu kredit serta mencium pipi Karsa dengan mesra.

"Oh, berarti saya harus suruh Andra cari pacar dulu baru saya kasih nomor Andra ke kamu."

Oke, sepertinya Karsa memang bodoh. Dilihat-lihat, sepertinya Karsa dan Andra ini bersahabat baik. Tetapi kenapa Andra mau-maunya berteman dengan cowok aneh macam Karsa?

"Maksud saya itu kamu. Mana ada cewek cium cowok kalau nggak ada hubungan."

"Oh. Saya juga harus suruh Andra dicium cewek. Oke."

"Yaelaaahhh."

Tadinya Cahya ingin marah tapi malah tidak jadi saat melihat wajah imut Karsa. Kenapa cowok itu terlihat begitu menggemaskan hingga rasa kesal Cahya menghilang begitu saja?!

Karsa duduk di jok motor sambil menopang dagu, kedua matanya sayu seolah mengantuk. "Saya selalu lihat kamu dalam mimpi."

"Eh?"

"Kamu ada dalam mimpi saya yang membuat saya nggak bisa berpaling dari kamu."

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel