Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Karina Pacar Karsa?

4. Karina Pacar Karsa?

"Kan udah gue bilang, jangan nilai orang dari penampilan. Karsa misalnya, walau males juga tuh cowok ternyata udah (... Sensor ...)"

-Andra Febrian

Akhir Desember 2017

Karsa menyandar ke pagar sambil membaca chat dari Andra dan ancaman yang dilayangkan oleh Ashes.

As-hes: Pasti lo 'kan yang laporin gue ke Pak Herdi!

As-hes: Gue nggak akan segan2 bikin lo hancur, Karsa!!

Ben: Oh

As-hes: Goblok! Gue lagi ngomong.

Ben: Terus?

As-hes: Di mana lo sekarang?

Ben: Di hati lo.

As-hes: Anjing!!!

Seterusnya hape Karsa begetar tanpa henti, tanpa dilihat pun Karsa tahu kalau Ashes mengiriminya pesan tanpa henti.

Andra: Main sama siapa?

Ben: Nmnin Arin.

Andra: Oh, be careful.

Andra: Yakin nggak mau gue anter?

Ben: Arn blng pngn prg brdua.

Andra: Sa, jangan malas kalau ngetik pesan. Gue nggak ngerti.

Ben: G gk nyrh lo ngrti.

Karsa langsung memasukan hapenya ke dalam saku jaket saat mendengar teriakan seseorang.

"Arsaa!" teriak cewek itu tersenyum lebar sembari menghampiri Karsa.

"Hem."

Cewek itu merengut. "Jangan gitu, dong. Senyum, ini kencan pertama kita di bulan ini, lho. Kamu sibuk apa sih sampai-sampai nggak mau baca chat aku?"

"Tidur."

Cewek itu merengut lalu mencubit pipi kiri Karsa dengan gemas. "Ishh, jangan banyakan tidur. Nanti kamu gendut."

Karsa hanya melengos, dia membiarkan saja saat cewek itu menggandeng tangannya. Namun baru saja dua langkah mereka berhenti. Cewek itu menatap Karsa dengan kening berkerut.

"Mana mobil kamu?"

Karsa menunjuk mobil berwarna biru dengan tulisan 'Taxi' di atas kap mobil.

"Kenapa kamu nggak bawa mobil sendiri?"

Karsa menarik tangan cewek itu ke dalam taksi. "Males nyetir."

Cewek itu mencebik, "Dasar pemalas!"

Karsa tidak merespon, dia malah bertanya ingin pergi ke mana?

"Mall. Aku ada reuni."

Karsa menarik sebelah alis. "Hebat. Belum lulus aja udah ada reuni."

"Ihh, Arsa! Bukan reuni SMA, jelaslah aku aja belum lulus. Reuni sama temen SMP aku."

Karsa hanya mengangguk.

Karsa mengekori cewek itu yang entah pergi ke mana, Karsa tidak mau tahu. Dia berjalan sambil menunduk, percuma juga melihat ke sekitar, toh tidak ada yang menarik perhatiannya.

"Karina!!" teriak segerombolan cewek yang duduk di kursi tengah restaurant cepat saji.

Karina langsung balas melambai, menarik tangan Karsa lantas berjalan cepat menuju gerombolan cewek itu.

"Ahh, gue kangen banget sama lo." Salah satu cewek yang tadi berteriak langsung memeluk Karina. "Ke mana aja sih. Lo susah banget dihubunginya. Mentang-mentang sekolah di sekolah favorite, ya."

Karina tersenyum. "Bukan gitu. Gue emang lagi fokus belajar sekarang."

"Ciee yang mau kuliah ke Oxford."

Karina hanya mencebik.

"Lo masih pacaran sama Karsa?" Lidia bertanya saat menyadari keberadaan Karsa di antara mereka. "Awet banget, dari kelas tiga SMP, lho!"

Karina tersenyum sambil melirik Karsa, cowok itu sendiri tampak tidak peduli.

"Karsa makin ganteng, deh. Kalau lo putus, jangan lupa ngasih tau gue."

Karina mengerutkan kening. "Mau apa emang?"

Lidia nyengir, "Karsanya bisa buat gue. Siapa sih yang nggak mau punya pacar ganteng banget kayak Karsa."

Karina mencebik, "Gue nggak bakalan putus sama Karsa." Tatapan Karina tertuju sama Karsa. "Mending kamu pergi, deh. Kalau udah beres entar aku kasih tau."

Karsa hanya mengangguk. "Oke." Lantas berlalu pergi keluar restaurant.

Karsa tidak menemukan tempat strategis untuk dia tidur, semuanya terlalu ramai kecuali toko buku. Toko tersebut memang ramai, tapi bagian belakangnya sepi. Tidak mau membuang kesempatan, cowok itu mengambil buku secara asal lalu memejamkan mata.

***

"Karsa!" panggil seseorang.

Karsa membuka mata perlahan, mengerutkan kening bingung saat melihat seorang laki-laki di hadapannya sedang tersenyum. "Bang Azka ..."

Azka tersenyum menepuk Karsa agar bangun. "Ck, kamu ini nggak pernah berubah, ya. Tidur mulu kerjaannya."

Karsa hanya tersenyum. "Nggak gitu juga, kok."

Azka berdiri menjulang di hadapan Karsa. "Bangun, kalau kamu pergi ke toko buku harusnya kamu beli atau baca, bukannya tidur."

Karsa berdiri di samping Azka sambil mengusap leher. "Habisnya di sini tempatnya nyaman." Dia menyahut setelah melihat ke sekitar toko buku. Tidak ada siapa pun, hanya ada mereka berdua.

"Tapi, lain kali jangan tidur sembarangan. Bahaya."

Karsa hanya mengangguk.

Azka memasukan kedua tangan ke dalam kantung celana lantas menatap Karsa serius. "Kamu udah memikirkannya?"

"Mikirin apa?"

"Yang abang tunjukin waktu itu."

Karsa langsung terdiam. "Kenapa Bang Azka nunjukin semua itu sama aku?"

Azka tersenyum. "Abang hanya ingin kamu berubah."

Karsa langsung terdiam saat menyadari maksud Azka.

"Abang hanya ingin kamu sadar, hidup itu nggak hanya terpaku sama satu titik. Kamu harus liat ke sekeliling dan menyadari, ada banyak hal menakjubkan yang pastinya membuatmu ... Bahagia."

Azka menatap adiknya hangat. "Abang seneng banget kamu ngelakuin semua itu, tapi abang juga sedih, karena itu sama saja dengan ngerebut kehidupan kamu."

"Aku nggak ngerasa gitu."

"Nggak buat kamu, tapi buat abang, itu sangat berat. Liat kamu kayak gini buat abang ngerasa sedih banget."

Karsa tidak langsung merespon, beberapa kali dia menarik napas lalu mengembuskannya.

"Di antara semua orang, kenapa harus dia?"

Azka menelengkan kepala dan tersenyum misterius. "Karena hanya dia yang mampu menghadapimu dan merubah hidupmu."

Karsa mengerjap, serangakaian wajah imut terbayang di kepalanya. "Dia ... bisa mengubah hidupku?"

Azka tersenyum miring. "Liat aja, kamu pasti akan sangat beruntung bisa kenal sama dia."

"Jadi, aku harus mendekatinya?"

"Pilihan ada padamu."

***

"Apa dia sedang tidur?" Seseorang bergumam.

Kening Karsa berkerut dalam lalu membuka mata. Manik cokelat jernih menyambutnya hingga membuat Karsa terkejut meski wajahnya tetap datar.

"Lho, kamu itu yang jaga gerbang waktu itu 'kan? Yang biarin saya masuk padahal telat?" Rupanya Cahya orang yang mampu membuat Karsa terkejut. "Kamu lagi tidur?" Cahya melihat ke sekeliling. "Di toko buku?"

Karsa bangkit berdiri. "Kenapa? Di sini nyaman."

Cahya hanya mengangguk. "Engg, kamu ini suka baca novel, ya?"

Sebelah alis Karsa ditarik ke atas. Cahya tersenyum sambil menunjuk novel di tangan Karsa.

"Kenapa?"

"Eh, nggak. Cuma ... eng apa kamu udah baca novel itu?"

"Belum."

Senyum Cahya makin lebar. "Saya beli balik boleh?"

Karsa memandang novel yang tadi dia ambil secara acak. "Nggak boleh."

"Yahh, kamu juga pasti nggak bakalan mau baca novel gituan ..."

"Kenapa emang? Saya tahan baca buku apa pun."

Wajah Cahya tidak seceria tadi. "Plis, saya butuh novel itu untuk referensi. Kata penjaga toko, novelnya tinggal satu yang ada di kamu."

"Saya nggak peduli." Karsa menatap Cahya lalu mengumpat. "Jangan memperlihatkan ekspresi begitu!"

Cahya mengerutkan kening bingung.

"Saya nggak tega liatnya. Kamu kayak anak tikus yang tersesat."

Sontak saja Cahya merengut kesal, tidak terima dirinya disamakan dengan anak tikus.

"Karsa Benjamiiinnn!!"

Karsa melengos lantas berlalu meninggalkan Cahya menuju Karina yang berteriak seperti orang gila, bahkan cewek itu sama sekali tidak peduli dengan tatapan orang-orang.

"Apa?"

"Astaga, kamu ke mana aja sih? Aku cari-cari dari tadi."

"Di toko buku."

Karina memutar bola mata. "Pasti di sana kamu tidur, kan! Ya ampun, Arsaa! Jangan tidur sembarangan! Kalau sesuatu terjadi sama kamu gimana?"

"Sejauh ini nggak ada."

"Sejauh ini memang nggak ada, tapi nanti gimana?"

Karsa hanya mengangkat bahu tidak peduli. "Udah reuninya? Pulang?"

Karina langsung menggelengkan kepala tidak setuju. "Reuninya emang udah selese, tapi aku masih pengen jalan-jalan. Kita aja belum kencan."

"Terus?"

Karina berpikir sesaat. "Aku mau beli buku dan belanja. Kamu yang bayar, ya?"

Karsa hanya mengggumam, dia menyerahkan dompetnya pada Karina.

"Yeayy!" seru Karina setelah mengambil kartu kredit dari dompet Karsa. "Ayo! Aku juga pengen beliin kamu baju biar sama kayak aku."

Lagi-lagi Karsa hanya menggumam. Dia mengikuti ke mana pun Karina pergi meski sebenarnya kakinya pegal karena berjalan cukup jauh. Sepertinya tidur dua jam belum cukup untuknya.

"Coba aja, nggak liat, kok." Karina menyuapkan potongan steak pada Karsa. "Aaaa buka mulutnya."

Karsa menurut, dia membuka mulut lantas menelan potongan steak tersebut tanpa dikunyah dahulu hingga membuat Karina mendesah kesal.

"Ya ampun, Arsa. Kunyah dulu kek, main telen aja."

"Males ngunyah."

Karina memejamkan mata, sampai kapan pun Karsa tidak akan pernah bersikap serius, dia malah capek sendiri mengomeli Karsa terus.

"Emang perut kamu nggak bakalan sakit makan es krim banyak kayak gitu? Dari pagi kamu belum makan sesuatu, kan?"

"Aku makan air."

Benar, kan? Pikir Karina muram, dia memang tidak pernah bisa merubah sikap Karsa.

Karsa menjatuhkan sendok es krim secara tiba-tiba. Karina mengerutkan kening bingung sambil menatap mangkuk ketiga es krim Karsa masih tersisa setengah lebih.

"Kenapa?"

"Gigiku sakit ..."

Karina langsung tersenyum penuh kemengan. "Kataku juga apa! Makanya jangan makan es krim banyak-banyak, kunyah dulu sebelum dimakan, liat 'kan jadinya gimana?!"

Karsa hanya merengut sambil mengusap pipinya sekali. "Sakit."

Berusaha menyembunyikan senyum saat melihat ekspresi Karsa, cewek itu duduk di samping Karsa lalu mengusap pipi Karsa berulang kali.

"Jangan banyak makan manis-manis, entar kamu tambah manis. Masa kamu lebih manis dari aku."

"Kamu lebih manis."

Senyum Karina melebar, tanpa aba-aba dia mendekati Karsa lalu mencium pipi cowok itu. "Gemesin banget sih."

Karsa hanya tersenyum, saat dia menoleh ke samping, kedua matanya langsung bertatapan dengan sepasang mata cokelat milik Cahya. Karsa hanya memandang cewek itu datar, tanpa mau mengalihkan perhatian sehingga Cahya merasa risi dan pergi begitu saja.

"Arsa, kita ketemu sama Mama, yuk? Kebetulan Mama ada di rumah. Kamu bisa nyapa Mama pas nganter aku pulang nanti."

Karsa langsung terdiam. "Pulang ke rumah kamu?"

"Heem, ayo!" Karina menatap Karsa penuh harap.

"Oke." Namun entah mengapa Karsa merasa bimbang. Haruskah dia menuruti keinginan Karina?

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel