3. Aneh
3. Aneh
"Yang buat gue kesel selama ini adalah, ketika gue langsung cengo waktu si sarap Karsa ngomong nggak jelas."
-Ashes Leonidaz
Desember 2017
Karsa menyedot milkshake oreo sambil menatap gerbang sekolah dengan malas. Inginnya dia duduk sambil tidur di kelas, namun Andra malah menyogoknya dengan milkshake oreo—salah satu minuman kesukaan Karsa—jadilah dia tidak bisa menolak perintah Andra untuk menjaga gerbang dan menertibkan anak-anak yang kesiangan.
"Karsa buka gerbangnya lebih lebar. Mobil gue nggak muat nih!" seru Ashes sambil membunyikan klakson sekeras mungkin.
Karsa tidak peduli, dia menyedot milkshakenya lalu duduk di kursi tanpa mau membuka pintu gerbang.
"Gue bukan satpam."
"Sialan!" Ashes turun dari dalam mobil, berjalan menghampiri Karsa lalu menendang kaki cowok pemalas itu cukup keras. "Jangan pernah berani ngelawan gue, atau lo bakalan tau akibatnya."
Karsa menarik sebelah alis, sama sekali tidak terlihat takut pada gertakan Ashes.
"Nama lo Ashes, kan?" Karsa malah bertanya diluar jalur.
"Kenapa? Lo mau nyatet nama gue dibuku? Silakan aja, gue nggak takut. Mentang-mentang wakil ketos, berasa dilindungi, ya!"
"Gue cuma mau bilang; nama lo aneh." Karsa berkomentar seenak jidat, tidak peduli jika cowok di hadapannya merupakan pentolan sekolah yang ditakuti oleh semua orang karena kenakalannya yang melebihi batas wajar.
Wajah Ashes memerah karena marah. "Anjing, lo berani ngehina gue?!" Dia menarik kerah seragam Karsa. "Hanya karena lo wakil ketos bukan berarti gue takut sama orang kayak lo."
Wajah Karsa masih tetap datar. "Siapa yang nyuruh lo takut sama gue?"
Ashes jadi cengo.
"Napas gue sesek, kalau gue mati gimana?" Karsa berkata datar seraya melepaskan tangan Ashes.
Ashes semakin cengo.
"Apa-apaan?!"
"Lo mau masuk nggak?" Karsa melirik jam tangan. "Ada waktu 30 detik lagi."
Ashes mengerjap, tidak tahu harus melakukan apa sama cowok malas bernama Karsa Benjamin. Dengan linglung, dia kembali masuk ke dalam mobil lalu menunjuk Karsa.
"Nama lo lebih aneh asal lo tau!" seru Ashes, tampaknya masih tidak terima namanya dianggap aneh oleh Karsa. "Awas aja, gue nggak akan biarin lo hidup tenang."
Karsa hanya merespon dengan sebelah alis tertarik ke atas. "As-hes," panggil Karsa sengaja mengeja nama Ashes agar terdengar lebih meyakinkan kalau nama Ashes sangatlah aneh.
"Apa lagi?! Lo mau ngehina gue lagi, hah?!"
"Cuma ngasih tau ... tali sepatu lo lepas."
"Kampreeet!!!"
Setelah melempari Karsa dengan botol minuman—tentunya meleset karena Karsa kali ini mau bergeser satu senti—Ashes melajukan mobil sambil merutuk kesal.
"Sarap." Karsa berkomentar, ingin menyedot milkshake tapi tidak jadi karena habis. "Gue minta lagi sama Andra."
"Tungguu!!" teriak seseorang saat Karsa dengan gaya malas hendak menutup pintu.
"Jangan tutup dulu pintunya!" teriak cewek itu terengah.
"Telat."
"Saya tau, tapi tolong buka ..."
Karsa menatap wajah cewek itu. "Abis lari, ya? Keringatnya banyak."
Cewek itu memutar bola mata. "Orang gila pun pasti tau kalau saya habis lari."
"Oh, berarti saya orang gila dong."
Cewek itu menggaruk kepala dengan wajah bingung, mungkin ini pertama kalinya dia bertemu dengan Karsa. "Bukan sih."
"Ya udah." Karsa hendak menutup gerbang tapi lagi-lagi ditahan oleh cewek itu. "Kenapa? Bukannya kamu mau bolos?"
"Astaga ..." desah cewek itu. "Saya nggak ada niat buat bolos. Tolong bukain, saya ada ulangan hari ini."
"Tapi hari ini saya nggak ada ulangan."
"Tolong ... saya cuma telat beberapa detik doang. Andra aja selalu bukain."
"Minta sama Andra aja."
"Ya elahh. Kamu siapa, sih?!"
"Yang jelas saya manusia."
Cewek itu menahan kesal. "Orang gila pun tau kalau lo manusia, astaga."
"Oh, berarti saya orang gila lagi dong."
Cewek itu tahu, menghadapi Karsa hanya akan membuat tensi darahnya meninggi. Maka dari itu, sambil melemaskan ekspresi agar tidak kaku, dia menatap Karsa penuh harap.
"Cowok ganteng yang pastinya anggota OSIS, tolong bukain pintunya dong. Pliss."
Karsa melihat ke sekitar. "Kamu ngomong sama siapa?"
Cewek itu cengo, apa Karsa tidak mengerti maksudnya barusan? Dia heran, bagaimana bisa Andra membiarkan cowok aneh itu jadi anggota OSIS.
"Sama rumput."
Karsa mengangguk sekali. "Oh, terusin aja." Kepala Karsa meneleng saat melihat wajah frustrasi bercampur air mata cewek itu. "Nama kamu? Siapa?"
Cewek itu menghapus air mata lantas menatap Karsa dengan kesal. "Mau apa emangnya?!"
Karsa mengerjap sesaat. "Nama kamu siapa?"
"Cahya Reira. Mau apa lagi sekarang, hah?!"
"Cahya Reira ... cengeng."
Hampir saja Cahya memukul kepala Karsa dengan sepatunya andaikan Karsa tidak kembali berkata yang membuat Cahya kebingungan.
"Masuk." Karsa membukakan pintu. "Kamu keliatan jelek banget kalau lagi nangis."
Cahya hanya mencibir pelan, yang membuat dia menangis juga Karsa tapi ahh sebenarnya ini juga salah dia, kenapa cowok aneh satu itu membuat dia linglung dalam waktu sekejap.
"Nggak mau masuk?"
Buru-buru Cahya masuk ke dalam lalu menatap Karsa. "Makasih."
Karsa hanya bergumam, kedua matanya tidak lepas memandang kepergian Cahya dengan alis tertaut dalam, jelas cowok itu sedang berpikir berat.
"Cahya Reira?" Karsa tersenyum kecil. "Bahkan ekspresinya sama pas lagi nangis."
"Hai, Karsa. Nama gue Fajar Anggara, bukain pintunya dong." Fajar menatap Karsa penuh harap seperti yang dilakukan Cahya tadi.
Karsa mencebik tidak peduli. "Lo bukan Cahya Reira."
Sontak saja Fajar mendesah kesal. "Anjir, kampret banget sih lo."
"Lain kali kalau mau bolos, lebih siangan."
Kemudian Karsa berlalu begitu saja setelah membuat Fajar dan yang lain kesal setengah mati sambil merengek agar Karsa mau membuka gerbang sekolah.
Guru belum datang saat Karsa datang ke kelas, padahal dia sangat berharap guru sudah datang dengan begitu guru akan menyuruhnya pergi keluar karena terlambat.
Padahal dia masih sangat mengantuk.
Karsa duduk di bangku samping Andra. Hendak tidur tapi tidak jadi saat melihat Andra duduk menopang dagu dengan mata tertutup.
"Ndra ..."
Andra hanya bergumam disusul dengan tarikan ingus kemudian batuk beberapa kali.
"Ndra ..."
Andra merespon dengan gumaman sambil batuk.
"Ndra ..."
Andra mengangkat kepala dengan kesal. Wajahnya sedikit kacau, hidungnya merah, suaranya serak, matanya berair.
"Apaan?"
"Tadi gue ketemu sama cewek yang ada di mimpi gue."
Berusaha untuk fokus, Andra menyahut, "Siapa emang?"
"Namanya Cahya Reira. Dia sekolah di sini, tapi gue nggak tau di kelas mana."
"Emang lo mimpiin apa?"
"Mimpiin dia nangis terus."
"Terus?" Andra mengusap ingus dengan tisu.
Karsa tidak langsung menjawab, dia menatap Andra serius. "Lo lagi flue, Ndra?"
Andra mencebik, "Heem, hidung gue mampet."
Karsa menjauh. "Sana duduk agak jauhan. Entar gue ketularan."
Karena tidak tahan, Andra menggeplak kepala Karsa kesal yang direspon dengan mata terbelalak Karsa.
"Wah, viirus fluenya udah kesebar di rambut gue." Karsa mengusap rambut dengan semua tisu Andra.
"Ampuun deh."
***