2. Mimpi Gaje Karsa
1. Alibi Karsa
"Karsa itu anaknya malas banget sampai-sampai bisa tidur di mana aja. Termasuk di got."
-Kata Orang yang Kenal Karsa
"Woyy! Lo udah tutup pintu gerbang?" Andra bertanya pada Karsa, cowok itu sedang duduk di kursi depan lapangan sambil menyandarkan diri. Kedua matanya terpejam, jelas Karsa sedang tidur.
"Tuh anak, kayaknya hobi banget tidur." Andra memutar bola mata seraya menghampiri Karsa. "Sa, bangun. Bentar lagi upacara dimulai."
"Gue upacaranya di sini aja." Karsa menjawab malas.
Andra mencibir. "Iya, terus lo dibawa sama Pak Herdi ke ruangan BP."
Karsa membuka mata sedikit. "Nggak papa di sana tempatnya nyaman. Ada sofa juga."
Andra salah sasaran, dia berpikir lagi. "Nggak jadi, pembina upacaranya Pak Kepsek. Yang ada entar lo upacara sendiri di tengah lapangan."
"Gue pura-pura pingsan nanti."
Andra lelah, sungguh, mendebat Karsa tidak akan pernah menang. Cowok itu jarang bicara tapi sekalinya bicara selalu membuat setiap orang kesal.
"Tapi sebagai wakil gue atau sebagai wakil ketua OSIS, harusnya lo dapat memberi contoh yang baik sama anak kelas satu. Gimana kalau mereka ngelunjak?"
"Tinggal keluarin."
Andra menggersah, tidak memedulikan rengekan Karsa yang sedih harus berpisah dari bangku kesayangannya. Sebagai anggota penting OSIS (Andra menjabat sebagai ketua OSIS sedangkan Karsa—dengan sangat terpaksa—menjadi wakil ketua OSIS) mereka tidak ikut upacara di barisan per tiap kelas, melainkan berkeliling mengawasi jalannya upacara.
Ribet memang, tapi kalau tidak seperti ini, upacara senin ini akan berakhir kacau mengingat betapa liarnya anak-anak cowok SMA Merah Putih. Jika Andra membiarkan Karsa berkeliling sendiri, tentu cowok satu itu akan langsung tidur di mana saja. Maka dari itu, Andra harus mengawasi Karsa sebaik mungkin.
"Banyak anak yang kesiangan. Nggak dimasukin?" Ira selaku ketua keamanan bertanya pada Andra. "Gue udah kunci pintu belakang juga."
Andra mengangguk. "Menurut lo baiknya gimana, Sa?" Andra melirik Karsa, langsung memutar bola mata saat melihat Karsa duduk di bawah menopang dagu. "Ngapain lo jongkok?"
Karsa enggan mengadah, itu sama saja dengan membuang tenaga ototnya. "Kalau gue kelamaan berdiri entar kaki gue osteoforosis."
"Kampret!" Ira yang bicara, meski dia sangat terbiasa dengan kemalasan Karsa, namun tetap saja dia selalu merasa kesal sekaligus gemas. "Yang ada kalau lo jongkok mulu tulang lo jadi kaku. Kalau kaku lo nggak akan tumbuh tinggi."
"Lo sirik gue tinggi?"
Ira menyerah, berdebat dengan Karsa sama saja dengan memperpendek umur serta mempertua wajahnya sangat cepat.
"Gimana? Biairin mereka masuk atau gimana?"
Andra berpikir sesaat. "Mereka telat. Biairin aja."
"Tapi, gimana kalau ruangan OSIS dirusakin lagi sama mereka?" Ira teringat dengan kejadian senin lalu, banyak orang telat dan tidak diperbolehkan masuk, alhasil keesokan harinya ruangan OSIS hancur.
"Konsekuensi." Karsa berkata. "Makanya jangan jadi anggota OSIS, ribet."
Tidak tahan lagi, Ira menggeplak kepala Karsa. Cowok itu tidak mengaduh karena itu sama saja membuang tenaga untuk hal yang tidak penting.
"Terus lo emang apaan? Anggota comberan?!" semprot Ira hingga menarik perhatian orang di sekeliling. Tatapan Ira tertuju pada Andra. "Ngapain sih lo dulu ngotot jadiin dia wakil ketua OSIS, udah tau Karsa itu nggak pernah kompeten."
"Ra ..."
Karsa berdiri, ekspresinya datar ketika menatap Ira dan Andra. "Kalau kalian mau berantem jangan di sini. Malu."
"KARSA BENJAMIN!!" teriak Ira kesal, bahkan tidak memedulikan orang-orang sekitar yang menatapnya kebingungan. "JANGAN PERGI!!!"
Karsa tidak mendengarkan, dia tetap berjalan mengelilingi lapangan, setidaknya dia harus memastikan kalau Andra menganggap dia sedang bertugas bukannya berleha-leha seperti keinginannya.
Andra: Posisi lo di mana sekarang?
Andra: Awas kalo lo tidur di mana aja!!
Karsa mengabaikan chat dari Andra, sesaat dia melihat ke sekeliling. Upacara sudah dimulai beberapa anak tampak resah karena panas. Hal yang dirasakan Karsa sekarang, dia ingin berteduh lalu tidur—tak apa sambil berdiri juga asalkan matanya tertutup—namun rasanya hal tersebut tidak mungkin melihat banyak mata yang mengawasi, bagaimana pun juga semua orang di sini adalah orangnya Andra.
"Panaass."
Kepala Karsa meneleng saat melihat tandu di samping petugas medis. Sesaat senyum kecil terbit di bibirnya.
"Hei, cewek PMR!" panggil Karsa.
Cewek yang disebut menoleh pada Karsa. "Kakak manggil saya?" Tampaknya petugas medis itu mengenali Karsa sebagai wakil ketua OSIS paling malas yang pernah ada.
"Ya."
"Kakak kenapa? Sakit?"
Karsa mengangguk. "Hem. Kepala gue sakit banget, kaki gue kayaknya kena osteoforosis karena kelamaan berdiri."
Cewek itu hanya bengong.
Kemudian Karsa menunjuk tandu. "Gue mau naik itu."
Cewek itu semakin bengong. "Hah?"
"Kaki gue sakit. Jadi harus naik itu."
"Tapi ..."
Karsa tidak mendengarkan cewek itu dan malah berbaring di pinggir lapang tidak memedulikan jika seragamnya kotor.
"Ka Karsa ..."
"Kenapa lo nggak bawa gue?" Karsa membuka mata sedikit. "Gue lagi pingsan lho."
Rahang cewek itu spontan menganga, baru tahu kalau kemalasan, kepolosan, dan kebodohan Karsa ternyata separah ini.
"Cewek medis."
"Oh oke." Mau tak mau cewek itu menurut, dia berjalan terburu-buru mengambil tandu lantas mengangkat Karsa bersama anggota PMR lain.
Pura-pura memejamkan mata alias pingsan bukan hal sulit bagi Karsa, dia diam saja—dengan mata tertutup seolah sedang pingsan—saat para petugas medis membaringkannya di atas ranjang khusus di ruang UKS. Karena keenakan Karsa malah tertidur hingga seseorang membangunkannya secara paksa.
"Eh, kampret." Andra mengumpat, kedua matanya menatap Karsa kesal setengah mati. "Gue cari lo ke mana-mana Kaarsaaaa!"
Karsa membuka mata sedikit, kesal acara tidurnya terganggu. "Gue nggak nyuruh lo nyari gue."
Andra berdecak, ingin sekali memukul kepala sahabat kecilnya ini sampai pingsan beneran. Percuma karena memukul Karsa tidak akan mengembalikan kewarasan cowok itu, Andra lebih memilih memendam emosi dengan risiko tensi darahnya naik hingga 100%.
"Untung Pak Nakula nggak masuk. Coba kalau masuk, bisa tamat lo. Bisa-bisanya tidur di sini."
"Tadi panas."
"Gue juga panas, tapi nggak letoy kayak lo."
"Gue bukannya letoy." Karsa menyanggah. "Kaki gue kena osteoforosis gara-gara dengerin perdebatan lo sama Ora."
Andra menepuk kening gemas. "Ya Allah, kuatin Hamba-Mu ini dalam menghadapi cowok saraf macam Karsa."
"Amin."
Andra mendelik.
Sebelah alis Karsa ditarik ke atas. "Gue cuma bantu doa."
"Serah lo, serah lo." Andra menatap Karsa serius. "Mending lo bangun deh. Bentar lagi jam istirahat."
Tanpa disuruh dua kali Karsa langsung bangun saat mendengar kata 'istirahat'. "Makan. Laper."
"Ya elah ..." desah Andra berjalan mengikuti Karsa. "Katanya kena osteoforosis. Kok, jalannya kenceng gitu." Dia menyindir saat melihat cara jalan Karsa.
"Osteoforosisnya udah sembuh."
Andra hanya memutar bola mata. "Kita nggak bakalan ke kantin."
Karsa bengong, padahal perutnya sudah minta diisi.
"Sebagai hukuman karena lo nggak ngawasi jalannya upacara dan malah enak-enakan tidur di UKS, hari ini lo harus ikut rapat OSIS full."
"Kenapa lo nyalahin gue? Salahin aja mataharinya."
Andra tidak menanggapi gerutuan Karsa, dia menyeret cowok itu masuk ke dalam ruang OSIS.
***