Bab 4 . SAMPAH
"Entah Kakak Ketiga bodoh atau nekat! Bagaimana Kakak bisa berpikir untuk menyatakan perasaanmu kepada Nona Muda Keluarga Tan, Tan Fang Yi! Semua orang tahu bahwa Kakak Kedua juga ingin mendekati Nona itu!" jelas Pangeran keempat.
"Ya! Dan Kakak Ketiga dengan polosnya meminta bertemu dengan Nona Muda Keluarga Tan untuk menyatakan cinta!" lanjut Pangeran Kelima.
"Harusnya, Kakak Ketiga memberitahu kami tentang rencanamu itu! Setidaknya, kami bisa menemanimu!" ujar Pangeran Keempat.
Robert Gao menatap kedua saudaranya itu secara bergantian, mereka terlihat tulus mengkhawatirkan dirinya. Namun, inti permasalahan mengapa dirinya mengalami cedera separah ini belum mereka jelaskan sama sekali.
"Jadi, siapa yang memukul diriku sampai seperti ini?" Robert Gao bertanya, sambil menunjuk ke arah tubuhnya.
Kedua saudaranya itu saling bertukar pandang dan akhirnya Pangeran Keempat berkata, " Itu... Itu ulah Kakak Kedua! Kakak Kedua tahu kamu akan menyatakan cinta kepada Nona Muda Tan! Lalu, Kakak Kedua bersama beberapa orang temannya, diam-diam mengikuti dirimu!"
"Kakak Ketiga diejek dan dipukul oleh Kakak Kedua, karena Kakak Ketiga dianggap berani mengganggu wanita yang disukainya!"
"Aku sangat kesal melihat bagaimana mereka memperlakukan Kakak ketiga seperti itu!" ujar Pangeran Kelima sambil menunduk, untuk menyembunyikan kesedihannya.
Robert Gao merenung sejenak, berusaha mencerna penjelasan kedua saudaranya itu.
"Apa yang dilakukan Nona Muda Tan?" Robert Gao ingin tahu apa yang dilakukan wanita itu, saat dirinya dihajar.
"Tidak ada! Hanya menonton. Itu yang aku dengar dari salah satu teman Kakak Kedua!" Pangeran Keempat mengepalkan dua tangannya dengan kesal.
"Tunggu!" Robert Gao menghentikan Pangeran Kelima, saat pria itu hendak kembali berbicara.
"Jelaskan kepadaku dari awal! Seperti apa diriku dan bagaimana hubunganku dengan saudara yang lain!" Robert Gao duduk tegak di ranjangnya. Dirinya perlu tahu segala hal tentang Gao Jing Quo, setidaknya hal itu tidak akan membuat dirinya terlihat seperti orang gila.
Kedua saudaranya menjelaskan panjang dan lebar. Ternyata ini bukan kali pertama dirinya ditindas, dan setelah mendengar semua penjelasan mereka, Robert Gao merasa iba dengan Gao Jing Quo.
"Baiklah! Aku sudah paham! Bisakah kalian keluar? Aku hendak beristirahat."
Robert Gao merasa pusing dengan kehadiran kedua saudaranya itu, yang tidak berhenti berbicara. Dirinya butuh waktu untuk memikirkan apa yang harus dilakukannya di dunia ini.
"Baiklah! Istirahatlah Kakak! Ingat jangan mencari masalah saat Kakak Kedua datang menjenguk dirimu nanti!" pesan Pangeran Keempat. Lalu, kedua pria muda itu keluar dari kamar dan menutup pintu.
Robert Gao bersandar di sandaran ranjang yang terbuat dari kayu. Baiklah, dirinya adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Namun, mereka memiliki ibu yang berbeda, karena Raja tepatnya ayah mereka memiliki banyak istri.
Pangeran Pertama bernama Gao Jian Heng dan Pangeran Kedua bernama Gao Jian Ying. Mereka berdua adalah anak Sang Raja dengan Ratu, itu artinya salah satu dari mereka yang akan mewarisi takhta.
Kedua saudaranya tadi memiliki ibu yang berbeda, ibu mereka adalah selir Harem Istana. Dirinya, tepatnya Gao Jing Quo adalah anak dari wanita biasa bahkan wanita itu bukan salah satu selir. Menurut kedua saudaranya itu, ibunya hanyalah masyarakat biasa yang tidak sengaja ditemui Raja saat sedang bertugas. Itu terdengar aneh, tetapi untuk saat ini semua informasi itu cukup.
Pangeran Pertama sudah menikah dan juga memiliki beberapa selir, sisanya mereka semua belum menikah.
Yang menarik perhatian Robert Gao adalah selain dirinya dan Gao Jing Quo memiliki marga yang sama, ternyata di dunia dimana dirinya terjebak saat ini, ada istilah kultivasi. Melatih tenaga dalam menjadi kekuatan bahkan keabadian, itu cukup menarik perhatiannya. Namun, sial dirinya tidak dapat berkultivasi, itu yang diketahuinya dari kedua saudaranya tadi. Apakah dirinya terjebak di dalam tubuh pria yang sama sekali tidak berguna? Bagaimana dirinya dapat menemukan batu sisik naga?
Robert Gao tidak ingin menyesakkan pikirannya dengan terlalu banyak informasi. Hal pertama yang akan dilakukannya adalah membuat tubuh ini atletis dan proporsional. Setelah itu, dirinya akan mencoba apa yang namanya kultivasi.
Pintu kamar kembali terbuka dan Robert Gao melihat seroang pria tampan dan seorang pria paruh baya dengan penampilan yang menawan. Siapa mereka?
"Jing Quo, kau baik-baik saja?" Pria paruh baya itu sepertinya adalah Sang Raja, terlihat dari penampilannya. Namun, Robert Gao hanya diam, dirinya harus pura-pura tuli sekalian bisu jika perlu.
"Ayah, bukankah tadi adik sudah mengatakan bahwa telinganya bermasalah!" ujar pria tampan itu dengan senyum mengejek.
"Jian Ying, kamu sudah sangat keterlaluan! Bagaimana kamu bisa memukul Jing Quo sampai seperti itu!" Pria paruh baya itu memeriksa kondisinya dari atas sampai bawah.
"Ayah! Siapa suruh dirinya tidak memiliki energi Qi, aku hanya bermain dengannya! Jika Jing Quo memiliki energi Qi maka dirinya tidak akan babak belur seperti itu!" Pangeran kedua tidak merasa bersalah, bahkan pria itu melimpahkan semua kesalahan pada ketidakmampuan Jing Quo untuk berkultivasi.
"Bagaimanapun..." Sang Raja belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Jian Ying sudah memeluk ayahnya erat sambil berkata, "Jing Quo akan baik-baik saja! Bukankah Jing Quo sudah siuman!"
Robert Gao tidak menyukai Jian Ying dari pandangan pertama. Jian Ying penuh kemunafikan dan itu membuat Robert Gao muak. Dirinya, tepatnya Jing Quo tidak sadarkan diri selama 7 hari akibat pukulan dari saudaranya itu. Tidak ada perasaan menyesal sama sekali, bahkan saudaranya itu terlihat sangat gembira.
"Baiklah! Biarkan Jing Quo beristirahat!" Sang Raja mengibaskan lengan bajunya dan berbalik pergi meninggalkan kamar.
Jian Ying tidak pergi melainkan membungkuk dan menatap wajahnya dengan senyum penuh ejekan.
"Ada bagusnya kamu tuli! Setidaknya kamu tidak perlu mendengar saat orang-orang memanggil dirimu SAMPAH!" ujar Jian Ying di depan wajahnya. Robert Gao geram mendengar bagaimana pria itu menekankan dengan jelas kata terakhir dari ucapannya.
Lalu, Jian Ying tertawa terbahak-bahak dan berjalan keluar dari kamarnya.
'SAMPAH'
Kata itu terulang jelas di benaknya, dirinya perlu memperbaiki hidup Gao Jing Quo. Setelah itu, dirinya baru memiliki jalan untuk menemukan batu sisik naga.
Untuk menyempurnakan rencananya, dirinya butuh bantuan kedua saudaranya itu. Namun, sebelum itu dirinya harus memulihkan seluruh luka di tubuhnya.
Robert Gao menghabiskan hari itu dengan menyusun rencana yang matang. Satu hal yang mempersulit dirinya adalah rasa masakan yang sangat hambar dan sangat sulit ditelan. Namun, dirinya butuh makan agar memiliki tenaga, jadi Robert Gao langsung menelan makanannya setelah dikunyah tiga kali.
Keesokan harinya, pelayan pria yang dilihatnya kemarin masuk ke kamarnya, dengan membawa baskom kuningan serta handuk kecil. Baskom itu di letakkan di atas meja begitu juga dengan handuk kecil itu.
Robert Gao turun dari ranjang, rasa sakit masih menjalar ditubuhnya, tetapi tidak separah kemarin. Dirinya berjalan tertatih-tatih menuju meja itu. Pelayan pria itu menghampirinya dan membantu dirinya berjalan.
"Siapa namamu?" tanya Robert Gao sambil berjalan ke arah meja.
"Tuan biasa memanggilku Xiao Ho!" ujar pelayan itu, sambil menghapus air mata yang mengalir di wajahnya.
"Kenapa kamu menangis?" Robert Gao dapat melihat usia Xiao Ho masih belia, sekitar belasan tahun. Namun, sebagai lelaki bukankah sangat memalukan jika begitu gampang meneteskan air mata?
"Tidak, Tuan! Hanya saja apa yang terjadi terhadap diri Tuan..." Xiao Ho berusaha menjelaskan isi hatinya, tetapi kalimatnya terhenti oleh ucapan Robert Gao.
"Aku tidak mati! Aku pastikan, ini adalah kali terakhir hal malang terjadi padaku! Untuk itu, aku butuh bantuanmu! Jadilah mata dan telinga untukku!" ujar Robert Gao sambil menatap Xiao Ho.
Mulut Xiao Ho terngaga lebar, sepertinya pelayan muda itu belum pernah mendengar ucapan optimis dari Tuannya ini.
"Tentu, Tuan! Jadikan aku mata, telinga, kaki maupun tangan Tuan!" Xiao Ho berujar girang dan kembali berlinang air mata.
Robert Gao menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah pelayan itu. Robert Gao membasuh wajahnya dan mengeringkannya dengan handuk itu. Bagaimana mereka menyikat gigi? Dirinya tidak melihat ada alat apapun, hanya ada cangkir kecil yang juga terbuat dari logam kuningan.
Robert Gao mengambil cangkir itu dan berkumur beberapa kali. Dirinya belum bisa mandi karena ada beberapa luka yang masih basah. Robert Gao berjalan kembali ke ranjang dan duduk di sana.
"Tuan, aku akan menyiapkan sarapan!" Xiao Ho mengangkat baskom itu dan hendak keluar dari kamar.
"Panggilkan Pangeran Keempat dan Pangeran Kelima!" perintahnya.