Bab 3 . Pangeran Ketiga
Air sedingin es menyelimuti tubuhnya, akal sehatnya kembali saat dirinya sudah tercebur ke dalam sungai. Robert Gao pria yang atletis dan olah raga renang adalah salah satu hobinya.
Dengan sekuat tenaga, Robert Gao berusaha berenang naik ke permukaan. Namun, setelah mencoba beberapa kali, dirinya tetap terjebak di dalam sungai. Dirinya tidak bergerak naik ke atas, perlahan tapi pasti Robert Gao mulai kehabisan nafas.
Dirinya tidak ingin mati hanya karena masalah perselingkuhan istrinya. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, kaki panjangnya menendang keras di dalam air berharap dirinya dapat naik kepermukaan. Namun, hal tersebut sia-sia, dirinya seakan terperangkap di tengah-tengah kedalaman sungai.
'Aku tidak mau mati... Aku tidak mau mati... Aku tidak mau mati.'
Kata-kata itu diucapkan berulang-ulang di dalam hatinya. Masih banyak yang harus dilakukannya, bagaimana dengan para karyawan perusahaannya jika dirinya mati? Bagaimana dengan yayasan yang selalu didanai olehnya? Kematiannya akan memicu gejolak perebutan wilayah kekuasaan dan akan banyak pihak yang dirugikan.
Saat semua mulai terasa gelap, secercah cahaya menarik dirinya. Seketika dirinya terbangun dan berada di tempat yang sangat terang, matanya kesulitan melihat karena cahaya itu.
"Robert Gao."
Suara seorang pria yang bergema memanggil namanya.
"Apakah... apakah aku sudah mati?" Robert Gao berusaha menemukan nadi di lengannya. Dirinya merasa lega, karena denyut nadinya masih terasa. Itu artinya, dirinya masih hidup.
"Belum... Tetapi kamu tidak jauh dari kematian!"
Suara pria yang bergema itu kembali terdengar.
"Aku... Aku tidak ingin mati!!!" seru Robert Gao.
"Kamu tidak akan mati, bahkan kamu akan memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki kehidupan cintamu yang tragis!"
"Benarkah?" Robert Gao tahu dirinya bukanlah orang suci dan dirinya ragu apakah dirinya layak mendapat kesempatan kedua.
"Semua ini terjadi, karena karma baik yang telah kamu tabur. Banyak orang yang memohon keselamatan dirimu, doa dari orang-orang yang pernah kamu tolong!"
Robert Gao terdiam, dirinya tidak yakin apakah ini mimpi atau kenyataan. Namun, apapun itu, kesempatan tidak akan datang dua kali dan tidak ada yang gratis di dunia ini.
"Apa yang harus aku lakukan agar mendapatkan kesempatan kedua?" Robert Gao sebagai pebisnis ulung yakin ada syarat di balik penawaran itu.
"Kamu sungguh cerdas! Hanya saja, aku heran bagaimana kamu bisa tergoda dengan bisikan roh-roh penasaran itu!"
Roh-roh penasaran dapat menuju akhirat saat ada nyawa baru yang mati menggantikan posisi mereka. Robert Gao, adalah sasaran yang tepat karena perasaan pria itu sangat kacau.
Robert Gao hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan suara itu. Dirinya menunggu perintah apa yang harus dilakukan, agar terhindar dari kematian serta memiliki kesempatan kedua.
"Temukan batu sisik naga!"
"Dimana itu? Dan seperti apa bentuknya?" Robert Gao butuh lebih banyak informasi agar dapat menemukan batu itu.
"Kau akan tahu saat melihatnya nanti! Setelah kamu menemukan batu itu, maka kamu akan terbangun kembali di dunia ini. Kembali ke masa, pertama kali kamu bertemu dengan istrimu dan ubahlah keputusanmu!"
Setelah mendengar penjelasan pria itu, Robert Gao merasa tubuhnya tertarik kuat ke depan. Dirinya berteriak, saat tertarik semakin dalam ke cahaya terang itu.
"TIDAK...!!!"
Robert Gao berteriak tetapi hanya untuk sesaat, karena dirinya dapat merasakan permukaan kasar di balik tubuhnya. Apakah dirinya terjatuh ke tebing? Apakah dirinya sudah mati? batin Robert Gao.
Tangannya yang gemetar terangkat perlahan menyentuh dadanya. Detak jantungnya berdegup kencang bahkan tangannya dapat merasakan degup jantungnya. Itu artinya dirinya belum mati.
Robert Gao mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dirinya saat ini duduk di atas ranjang kayu berlapis matras tipis. Ruangan ini tidak dikenalnya, perabotan yang ada di ruangan ini juga terlihat sangat sederhana.
Bahkan jendela dan pintu juga terbuat dari kayu dengan design sederhana.
"Pangeran Ketiga! Anda sudah siuman?"
Seorang pria muda berpakaian aneh mendekati dirinya dan menatapnya lekat.
"Aku akan memanggil Tabib!" Pria itu pun berlari ke luar ruangan dengan sangat cepat.
'Pangeran Ketiga, Tabib?'
Kata-kata pria tadi terulang di kepalanya, apakah dirinya terlempar ke dimensi lain? Dirinya butuh memastikan dugaannya itu.
Robert Gao hendak turun dari ranjang dan saat tubuhnya digerakkan, rasa sakit langsung menyerangnya. Apakah dirinya dipukul? Jika iya, maka dirinya dipukul sampai babak belur. Robert Gao turun dari ranjang dan berjalan tertatih-tatih ke arah cermin bulat yang ada di atas meja.
Bahkan, cermin itu terlihat sangat tua, cermin yang terbuat dari logam kuningan. Robert Gao menarik kursi kayu di hadapan meja dan duduk, dirinya sangat kesakitan saat berdiri apalagi berjalan.
Robert Gao mendekatkan wajahnya ke arah cermin, itu memang dirinya tetapi dalam versi muda. Sekitar usia 20an tetapi dirinya sangat kurus dan wajahnya sangat tirus.
Robert Gao menatap ke arah pakaian yang dikenakannya, berwarna putih tanpa kancing. Bukankah ini seperti busana Hanfu? Pakaian tradisional jaman dahulu? Robert Gao menyentuh rambutnya dan rambutnya cukup panjang dengan rambut bagian atas diikat di atas kepala.
Robert Gao membuka baju di bagian dada, terlihat jelas betapa kurus dirinya. Apakah dirinya teraniaya? Apakah dirinya tidak diberi makan yang layak? Banyak pemikiran yang muncul di benaknya. Namun, semua pemikiran itu terhenti saat ada orang yang datang.
"Kembali ke ranjang! Lukamu sangat serius!" Seorang pria tua dengan rambut dan janggut putih menghampirinya. Pria tua itu, memapah dirinya kembali duduk di atas ranjang. Lalu, pria tua itu mengangkat lengannya yang kurus dan memeriksa denyut nadinya. Kemudian, ada dua orang pria muda yang tidak dikenalnya datang menghampirinya.
"Kakak Ketiga... Kakak Ketiga!"
Kedua pria muda itu menghampirinya dan menatapnya dengan penuh rasa sayang. Apakah mereka adalah saudara-saudaranya? batin Robert Gao.
"Siapa kalian?" Robert Gao terkejut, saat mendengar suaranya yang sangat lemah.
Tabib melepaskan tangannya dan langsung menatap wajah Robert Gao. Begitu juga dengan dua pria muda berserta pria tadi yang memanggilkan Tabib.
"Siapa namamu?" tanya Sang Tabib dengan suara serak.
"Robert Gao..." jawab Robert Gao santai.
"Tabib... Tuan Tabib tolong rahasiakan hal ini. Cukup katakan kakakku mengalami sedikit cedera dalam!" pinta salah seorang pria muda itu kepada Sang Tabib.
Tabib menatap Robert Gao dengan penuh rasa iba. Dirinya yang selalu merawat Pangeran Ketiga, saat Pangeran sakit ataupun terluka. Namun, kali ini cedera Pangeran Ketiga sangat serius bahkan Pangeran menjadi gila.
Sang Tabib mengangguk, dirinya tidak akan menyampaikan kepada Raja maupun Ratu bahwa Pangeran Ketiga menjadi gila. Karena, jika hal itu diketahui Raja maka Pangeran Ketiga akan dibuang ke tempat pengasingan. Hal tersebut, membuat Sang Tabib merasa iba kepada Pangeran Ketiga yang malang.
"Kakak...Kakak Ketiga, tidakkah kamu mengenal kami? Saya adalah Pangeran Keempat dan ini Pangeran Kelima!" ujar salah satu pria muda itu.
Kedua pria yang mengaku sebagai adiknya, memiliki wajah tampan dengan tubuh proporsional serta pakaian Hanfu yang indah. Mengapa dirinya seperti ini?
"Siapa namaku? Dan nama kalian?" Robert Gao menatap kedua pria muda itu. Keduanya terlihat tulus mengkhawatirkan dirinya.
"Kamu Gao Jing Quo, Pangeran Ketiga! Aku Gao Jie Rui, adikmu Pangeran Keempat dan dia Gao Jia Zhe, adik termuda, Pangeran Kelima!" jelas Pangeran Keempat.
Lalu, kedua pria muda itu duduk di sisi ranjang dan menatap cemas kepadanya.
"Pastikan tidak ada yang tahu jika Kakak menjadi...Ah... Kakak Ketiga, kakak cukup diam saja, saat ada yang bertanya padamu! Itu lebih baik, anggap saja kakak mengalami gangguan pendengaran karena cedera itu!" ujar Pangeran Keempat.
"Ide bagus! Ingat, Kakak harus tetap diam, jika orang tua kita tahu Kakak mengalami cedera pikiran mungkin Kakak akan berakhir di pengasingan!" lanjut Pangeran Kelima.
Robert Gao mengangguk, saat ini dirinya tahu kedua pria muda ini berada di pihaknya.
"Jadi apa yang terjadi pada diriku? Mengapa aku mengalami cedera serius seperti ini?" Robert Gao menatap kedua pria muda itu, menunggu penjelasan mereka.
Kedua pria muda itu saling bertukar pandang dan dengan tatapan sedih, akhirnya mereka mulai menjelaskan kejadian yang menimpa dirinya.