Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Pesan

Sarapan pagi ini cukup ramai karena celotehan Ica dan Ola yang membicarakan perihal tas yang baru keluar dengan merek ternama dan limited edition. Dona dan Leo memang tidak bergabung sarapan pagi itu karena Dona menemani Leo beranjak keluar negeri tengah malam tadi karena hal mendesak.

"Kakak udah nitip tasnya sama Kak Diaz semalem. Dia lagi paris juga soalnya jadi sekalian."

Ica membelalak. "Aku mau juga dong, Kak," seru Ica dengan wajah memelas pada sang kakak.

Ola menggeleng. "Minta aja sama Sena."

"Ck. Dia gak bakalan mau beliin buat aku. Lagian aku sama dia kan belum pacaran Kak, masih pedekate juga." Ica memang sedang melakukan pendekatan dengan Sena sehingga tidak mungkin dia meminta barang apapun itu, lagipula Ica bukan tipe cewek matre yang suka meminta pada laki-laki.

"Ya ampun, kapan jadiannya sih kalian? Pedekate mulu." Ola menatap Ica meminta penjelasan. Sejak lama Ola ketahui bahwa keduanya selalu pendekatan namun tidak pernah jadian.

Ica menghela nafasnya pelan dan melirik Kak Ilo yang kini juga menatapnya ingin tahu. "Kemarin~ dia udah nembak aku Kak."

"Terus?" tanya Ola antusias.

Ica menahan nafasnya sejenak lalu menatap Oca yang kini sedang mengaduk-aduk susu coklatnya tanpa minat sedang menatap ke arah lain. Seolah sedang melamunkan sesuatu tentang sikap Kakaknya semalam yang sedikit aneh, namun tampak biasa saja hari ini.

"Terus~ aku tolak," jawab Ica tidak pasti karena sesungguhnya dia sendiri pun bingung dengan hatinya saat ini. Entah kenapa kepulangan Kak Ilo membuat perasaannya pada Sena menguap begitu saja.

"Apa?!" tanya Oca yang kaget membuat Ola, Ica dan Ilo terperanjat karenanya. "Lo nolak Kak Sena? Bukannya selama ini lo suka sama dia dan sekarang lo nolak dia?!" Oca bahkan sampai berdiri. Wajahnya memerah menahan emosi. "Lo tau gak apa yang lo lakuin, hah? Gue bela-belain lo tapi lo nolak dia?" Oca tersenyum sinis dan melihat ke arah lain sejenak. "Hebat lo, Ca. Bahkan, gue sekarang gak enak sama Gee karena kemarin gue nipu dia." Oca beranjak dari meja makan dan segera berlari keluar rumah tidak menghiraukan panggilan Ola, Ica, dan juga Ilo.

Oca mengambil sepeda motornya dengan cepat dan langsung menuju ke sekolahan. Bagaimana dengan seenak hati Ica menolak Kak Sena padahal dirinya sudah susah payah berjuang untuk Ica. Bahkan, Oca memendam perasaannya terhadap Kak Sena hanya untuk Ica. Sudah lama sejak Oca menyukai Sena, namun ia melihat bahwa Sena begitu mencintai Ica bahkan menjadikan Oca sebagai alat untuk mendekati Ica.

Oca hanya bisa menganggukkan kepalanya setiap apa yang Sena inginkan karena baginya kebahagiaan Sena adalah kebahagiaannya juga. Namun, setelah sekian lama Oca berusaha dan seenak hatinya Ica memutuskan untuk menolak Kak Sena?

Benar-benar...

***

"Lesu amat, Ca," ujar Jordan sambil menatap Oca yang meletakkan pantatnya disebelah Jordan. "Lagian lo salah tempat duduk noh."

"Gue duduk disini hari ini," gumam Oca lemah kemudian menangkupkan wajahnya di kedua tangan yang ia lipat di atas meja belajar mereka. "Lagi males gue, Jo." Benar-benar mood-nya sedang tidak baik-baik saja saat ini.

Ya, dia memang sedikit kecewa mengetahui bahwa Ica menolak Kak Sena. Tapi, bukankah Oca seharusnya senang? Tapi,kenapa dia justru bersedih? Walaupun sebenarnya ia menyimpan rasa pada Kak Sena tapi jelas kebahagiaan Ica lebih utama dari kebahagiaannya.

Jordan hanya diam dan tidak membantah hingga gerakan Oca yang tiba-tiba membuatnya terkejut. "Lo duduk biasa aja dong, jangan tiba-tiba gitu."

Oca menatap Jordan serius. "Menurut lo gue cantik nggak?" tanyanya dengan wajah

"Pfft..." Jordan tampak menahan tawanya. "Haha~" Seketika tawanya lepas begitu saja mendengar pertanyaan Oca yang aneh dan begitu tiba-tiba.

"Ck." Oca berdecak. "Gue tau kalo gue jelek, nggak secantik Ica. Tapi, reaksi lo biasa aja dong."

Tawanya berhenti dan kini menatap Oca bingung. "Tumben lo nanya gituan. Lagian, lo udah tau jawabannya masih nanya aja."

"Gitu ya?" Oca tersenyum sendu. Menarik nafasnya dalam-dalam dan bergumam. "Sepertinya memang tidak mungkin."

Ya, Oca memang tidak mungkin mendapatkan Sena karena dirinya tidak memiliki kecantikan seperti yang Ica punya. Lagipula, Oca sadar diri jika dirinya bukanlah tipe Sena karena Sena memiliki tipe seperti Gee yang layaknya model dan juga Ica yang cantik nan anggun.

Seketika ia menggelengkan kepalanya. Tidak! tegurnya dalam hati. Ia hanya kagum dan Oca yakin ini hanya rasa sesaatnya.

Ya pasti begitu.

"Pagi anak-anak," sapa seorang guru tiba-tiba, berjalan memasuki kelas dengan wajah datar seakan bom menanti para siswa-siswi disana.

"Pagi Bu," balas semuanya kompak. Oca hanya diam dan membuka buku cetak Bahasa Indonesia halaman 120.

"Kumpulkan tugas kalian."

Oca membelalak kaget, rahangnya seolah jatuh kebawah. Menatap panik ke arah Jordan. "Tugas apa?"

Pletak.

"Makanya jangan mikirin cowok mulu lo! Tugas minggu kemarin, ngisi essay." Jordan membuka buku prnya dan mengumpulnya ke ketua kelas yang sudah siap mengambil bukunya lalu menatap Oca dengan mengulurkan tangan hendak meminta buku pr Bahasa Indonesia punya Oca.

"Mana buku lo?" tanya Kinan Sang Ketua Kelas.

Oca menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue gak buat, Nan. Jangan bilang-bilang yaa?"

Kinan berdecak malas lalu menatap Bu Hani sebagai guru Bahasa Indonesia dan berteriak. "Buu, Oca gak buat pe-er!"

Kinan babiiiii.. Oca merutuk dalam hati!

"Ellyossa Gettila Oleander!" suara tegas nan marah itu ditunjukkan kepada Oca yang kini mengatupkan kedua mulutnya dengan pandangan memelas.

"Bu, maafin saya, kemarin~"

"Jangan masuk sampai jam pelajaran Ibu selesai!" teriak Bu Hani membuat Oca menghela nafasnya pelan.

"Baik Bu." Oca mengangguk patuh, lalu melemparkan tatapan membunuh ke arah Kinan yang hanya dibalas senyuman lebar lelaki itu. "Awas lo!" ucap Oca tanpa suara dan hanya menggerakkan mulutnya.

Kinan hanya membalasnya dengan mengacungkan kedua jempolnya. "Gue tunggu!" balasan Kinan sambil tersenyum yang juga tanpa suara membuat Oca menghentakkan kakinya menuju ke kantin. Tak ada tempat yang lebih menjanjikan selain itu setelah di usir dari lokal.

Di kantin Oca memilih untuk memesan semangkuk bakso dan jus jeruk. Ia membuka ponselnya lantas terdapat satu pesan disana.

'Bunga, apa kabar?'

Jantung Oca seketika berdegup kencang. Sudah lama tidak ada yang memanggilnya dengan nama tersebut. Ia memperhatikan nomor ponsel yang tertera disana lalu membalasnya,

'Ini siapa?'

Setelahnya, Oca menutup ponsel flip miliknya. Ia berharap bahwa siapapun yang mengetahui masa lalunya pastilah orang yang terdekat dengannya. Bahkan, Ica sendiri pun tidak pernah tahu siapa dirinya.

Lalu bagaimana jika mereka mengetahui segalanya? Bagaimana reaksi keluarganya? Reaksi Ica, Kak Ola dan Kak Ilo?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel